GRESIK | NUGres – Salah satu tradisi yang sering didengar masyarakat pesisir perkotaan Gresik, namun jarang terpotret ialah Tradisi Kedundangan.
Tradisi Kedundangan sendiri merupakan sebuah tradisi lokal, yang secara turun temurun dilestarikan oleh warga di pesisir kota Gresik, khususnya di Kelurahan Lumpur dan sekitarnya.
Dari sekian jejak digital, NUGres tidak menemukan banyak dokumentasi tradisi ini. Hanya saja tradisi Kedundangan pernah diupload oleh akun Youtube milik Muhammad Ubaidillah pada 4 tahun silam.
Dari tayangan yang diakses NUGres, vidoe berdurasi 1 menit itu terdapat ilustrasi yang cukup menggambarkan bagaimana Tradisi Kedundangan nampak dilakukan beberapa anak-anak kecil di Lumpur Gresik, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik.
Dengan penuh semangat, mereka bergerak dari pintu ke pintu membawa sebuah kotak amal jariyah. Mereka mengajak warga untuk beramal jariyah.
Dalam video yang telah ditonton sebanyak 1,4 ribu itu, dijelaskan bila Tradisi Kedundangan mulai digelar pada 10 hari terakhir penghujung bulan suci Ramadhan.
Asal-usul Kedundangan
Belum diketahui secara pasti, kapan Tradisi Kedundangan di Perkampungan pesisir yang lekat dengan tokoh Kiai Sindujoyo ini digelar untuk kali pertama.
Siapakah penggagas Kedundangan, apakah para pengikut atau para santri Kiai Sindujoyo? Atau jauh pasca era dakwah islam oleh santri Sunan Prapen tersebut. Namun, tradisi ini telah hadir dan terus lestari sejak ratusan tahun silam.
Sementara itu, menurut Budayawan Pesisir Kota Gresik, Fatah Yasin, membenarkan bila Tradisi Kedundangan merupakan sebuah Tradisi Masyarakat Lokal Lumpur yang secara turun temurun memiliki peran dalam mengingatkan Ramadhan akan segera berakhir.
“Tradisi kedundangan pada intinya untuk mengingatkan kita pada 10 hari terakhir di bulan puasa. Dimulai malam 21 atau malam selikur,” tutur Fatah saat dihubungi NUGres, beberapa waktu lalu.
Fatah menjelaskan bila pada praktiknya, Tradisi Kedundangan ini dilakukan oleh beberapa anak-anak kecil. Tiap masing-masing memiliki tugas dan peranan masing-masing.
“Ada yang bertugas memimpin bacaan sholawat. Ada yang menabuh terbang. Ada yang bawa kotak amal secara tertib sambil keliling kampung ke kampung bahkan desa ke desa,” terang Fatah yang juga pernah menjabat Wakil Sekretaris Lesbumi Gresik.
Menurutnya, Kedundangan berasal dari irama yang muncul dari alat yang dipakai. Ia menyamakan dengan seperti tradisi adat temu kemanten yaitu Tuk-Nong sebelum islam masuk.
“Seperti tradisi adat Tuk-Nong dari irama alat yang dipakai dari nama alat Ketuk dan Kenong. Awalnya Kedundangan itu selain rebana juga menggunakan alat jidor dan kendang,” pungkasnya.
Selain Tradisi Kedundangan dari Lumpur sejak memasuki malam Selikur (21) Ramadhan, sejumlah tradisi yang dikenal di Kabupaten Gresik lainnya yakni; pada malam Telulikur (23) Sanggring kolak ayam Gumeno, tradisi Malam Selawe di Wilayah Giri dan sekitarnya, serta Tradisi Pasar Bandeng di Pasar Kota Gresik yang biasa digelar pada malam Songolikur (29) ramadhan.
Mohon informasi terkait Tradisi Kedundangan, adakah sumber bukunya? Bila ada, apakah judulnya? Pengarang siapa & penerbitnya, diterbitkan tahun berapa 🙏🏻🙏🏻