GRESIK | NUGres – Tak banyak literatur ditemukan untuk mencari data-data terkait kapan persisnya Nahdlatu Ulama’ Cabang Gresik berdiri, sekaligus menandai ke berapakah Konferensi NU Cabang Gresik yang akan digelar pada 5 Desember 2021 nanti, sehingga tak ada angka penunjuk pada dokumen dan informasi penyeleggaraan Konfercab NU dari Panitia.
Penulis beberapa kali menanyakan pada panitia, dan teman-teman aktivis NU yang tentu saja sambal ngopi, ngalor-ngidul gak ketemu, terkaan-terkaan pun bermunculan, bahkan bermunculan gagasan lanjutan alias PR kedepan.
Dari penelusuran penulis ke dunia maya, satu-satunya informasi yang cukup jelas meski belum memuaskan adalah tulisan dari saudara Ayung Notonegoro yang diposting pada 27 Juni 2018 di laman www.nu.or.id.
Sebelum secara remi Nahdlatul Ulama’ di Gresik berdiri, Nahdlatu Wathan (NW) sebagai salah satu dari 3 embrio kelaihran NU (Nahdlatul Wathan, Taswirul Afkar dan Nahdlatut Tujjar ) telah berkembang di Gresik, sebagaimana juga berkembang lebih dulu di Surabaya.
NW didirikan bermula dari kegundahan KH Abdul Wahab Hasbullah. Sepulangnya dari menuntut ilmu di Mekkah pada 1914, kemudian Bersama Mas Mansur dan semakin menguat setelah berdiskusi dengan seorang saudagar Surabaya KH. Abdul Kahar. Secara tertulis, NW diakui oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1916.
Seiring berdirinya Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926 serta keputusannya pada Muktamar ketiga Tahun 1928 di Surabaya (Pertama, 1926 dan Kedua, 1927) untuk membuka cabang-cabang di daerah, NW pun secara bertahap bertransformasi menjadi Nahdlatul Ulama, salah satunya adalah NW di Gresik.
Gresik termasuk daerah yang mula-mula mengembangkan Nahdlatul Wathan. Salah satu madrasahnya yang berafiliasi dengan NW bernama Far’ul Wathan. Diantara pengurusnya adalah KH Dhofier Muhammad Rofi’i.
Sebagaimana diberitakan di Majalah Swara Nahdlatoel Oelama (SNO) Nomor 2 Tahun II 1347, diadakan suatu musyawarah untuk membahas hal tersebut. Musyawarah itu sendiri diadakan pada Jumat malam, 15 Rabiul Awal 1347 H/ 31 Agustus 1928 M. Dari musyawarah tersebut, juga disusun kepengurusan NU Cabang Gresik generasi pertama.
Berikut adalah susunannya:
Mustasyar : Kiai Faqih (Gunsun/ Sembungan kidul), dan Kiai Dlofir (Kauman)
Rais : Kiai Maksum (Gunsun/ Sembungan kidul)
Wakil Rais : Kiai Rois (Belandongan)
Katib : Kiai Gufron (Belandongan)
Wakil : Kiai Jamhari (Kalibuntu, Lumpur)
A’wan : Kiai Syahroni (Kauman), Kiai Misbah (Lumpur), Kiai Kholil (Belandungan)
Ketua : Haji Adnan (Dukun)
Wakil : Haji Abdul Fatah (Tukusitren)
Sekretaris : Haji Akhzam (Tukusitren)
Wakil : Haji Hasyim (Kemuteran)
Bendahara : Haji Ikrom (Jarangan)
Wakil : Haji Bakri (Rego)
Komisaris : Haji Mansur (GUndunGunsun/ Sembungan kidul), Haji Shofwan (Gunsun/ Sembungan kidul), dan Haji Adnan (Bedilan).
Setelah terbentuk, keesokan malamnya kepengurusan Nahdlatul Ulama Cabang Gresik itu diperkenalkan dihadapan publik. Melalui acara peringatan Maulid Nabi Muhammad yang digelar di Masjid Jami’ Gresik. KH. Faqih Maskumambang yang mengumumkannya dihadapan 4.500 jamaah yang hadir.
Pengumuman tersebut semakin spesial Karena dihadiri oleh KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab yang menjadi pembicara dalam acara tersebut. Pada malam maulid itu juga, diumumkan program kegiatan NU Cabang Gresik. Yaitu, kajian keagamaan yang dihelat di Masjid Jami’ Gresik, setiap malam Rabu.
Sementara itu, melacak jejak cabang-cabang NU yang tercatat beridiri pada rentang tahun 1926-1929, muncul NU Cabang Surabaya, NU Cabang Blora (1927), NU Cabang Sidoarjo , NU Cabang Ponorogo (1931/1931). Tetapi diskursus ikhwal kapan cabang NU Gresik berdiri banyak menemui kerancauan saat beberapa data menyebutkna bahwa penyebutan kring (nama ranting atau pengembangan organisasi NU) saat itu sejak NU Tahun 1926 adalah Surabaya, Sidoarjo dan Gresik.
Merujuk penyelenggaraan Konfercab NU Sidoarjo yang baru saja digelar beberpa minggu lalu (28/11/2021), tertulis sebagai Konfercab Ke XXI (Ke 21) dengan merujuk tahun berdirinya pada Tahun 1926.
Lalu apakah Konfercab NU Gresik dapat ditandai ke-19? Ikuti ulasannya pada bagian kedua. Wallahul a’lam.
*Ananta Zain