BUNGAH | NUGres – Di tengah nuansa penuh harapan, MWCNU Bungah meresmikan aula barunya yang kini menjadi simbol kebangkitan dan keberlanjutan perjuangan Nahdlatul Ulama (NU) di wilayah ini.
Aula KH. Hasyim Asy’ari terletak di Gedung MWCNU Bungah, diresmikan pada Ahad 1 Desember 2024 oleh Ketua Tanfidziyah MWCNU Bungah, KH. M. Ala’uddin, yang juga dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Qomaruddin.
Peresmian ini tak hanya dihadiri oleh jajaran Syuriyah, Tanfidziyah dan pengurus lembaga MWCNU Bungah, tetapi juga oleh lebih dari 90 calon jamaah haji yang mengikuti manasik haji perdana yang diselenggarakan oleh Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) MWCNU Bungah.
Kehadiran mereka di aula baru ini menjadi simbol penting, bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai wadah pelayanan masyarakat yang transparan dan berkelanjutan.
Membangun dengan Kerja Keras dan Kebersamaan
Pembangunan aula yang megah ini bukanlah hasil dari usaha instan, melainkan buah dari kerja keras, kebersamaan, dan kesabaran yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Menurut Ketua Tanfidziyah MWCNU Bungah, KH. M. Ala’uddin, pembangunan aula ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk memberikan pelayanan lebih kepada para calon jamaah haji.
“Kita ingin memberikan pelayanan terbaik dalam manajemen KBIHU, dengan transparansi dan keterbukaan kepada masyarakat,” ujarnya.
Gedung yang kini menjadi kantor MWCNU Bungah tersebut, sebelumnya dikenal sebagai Rumah Sakit Islam (RSI) Mabarrot MWCNU Bungah. Sebelumnya lagi, bangunan ini berfungsi sebagai pusat kegiatan organisasi NU. Namun, sejarahnya tak hanya berhenti di situ.
Gedung ini terus bertransformasi seiring bergulirnya waktu, menjadi tempat yang tak hanya melayani masyarakat dalam bidang kesehatan, namun juga menjadi saksi bisu perjuangan umat untuk memiliki kantor yang representatif.
Sejarah yang Penuh Perjuangan
Pada awal 90-an, kantor NU di Bungah memang masih sederhana, dan keberadaan MWCNU di wilayah ini sempat terhambat karena kendala operasional.
“Ketika tidak bisa membayar listrik, kami datang kepada Kiai Farhan, ayahanda KH. Ala’uddin, yang akhirnya memberi semangat agar kami terus berjuang,” kenang KH. Muhammad Hamdan, Katib Syuriah MWCNU Bungah, dalam sambutannya.
Sebelum akhirnya gedung ini menjadi pusat pelayanan kesehatan, di awalnya, kantor NU Bungah sempat berpindah tempat. Pada masa itu, sebagian besar biaya pembangunan didukung oleh swadaya masyarakat, termasuk ibu-ibu Muslimat NU yang mengumpulkan barang-barang untuk dijual guna membiayai pembangunan kantor.
Puncaknya, ketika perizinan klinik dan rumah sakit akhirnya bisa diproses pada masa pemerintahan Bupati Gresik, KH. Robbach Maksum, RSI Mabarrot MWCNU Bungah bisa berdiri, namun dengan satu tantangan besar: “MWCNU Bungah tidak punya kantor,” cerita KH. Hamdan.
Namun, dengan dukungan penuh masyarakat, tanah waqaf dari Kaji Ahyat dan Kaji Anas yang sebelumnya direncanakan untuk kantor NU, akhirnya dibangun menjadi RSI, sementara kantor MWCNU Bungah kini berdiri megah di depan Lapangan Gembus, yang menjadi simbol perjuangan dan kebersamaan umat.
Harapan untuk Masa Depan
Pada kesempatan yang sama, Ali Muhammad, sesepuh NU Bungah yang kini berusia 86 tahun, menceritakan perjalanan panjang para pengurus terdahulu yang berjuang keras agar NU memiliki kantor yang representatif.
“Kami bersama Pak Mohsan dan Pak Haji Ismail, berjuang agar NU punya tempat yang menjadi pusat kegiatan dan pengembangan ajaran ahlussunnah wal jamaah,” kenangnya dengan penuh haru.
Harapan besar pun dilontarkan oleh para sesepuh kepada generasi penerus. Semoga apa yang telah dilakukan oleh para pejuang sebelumnya dapat memberikan barokah dan ridho Allah, serta menjadi inspirasi bagi terus berkembangnya NU di Kecamatan Bungah.
Aula KH. Hasyim Asy’ari kini menjadi simbol dari perjalanan panjang yang penuh liku, serta harapan besar bagi masyarakat Bungah, terutama dalam memfasilitasi berbagai kegiatan sosial dan keagamaan di masa depan.
Dengan adanya aula ini, NU Bungah menunjukkan komitmennya untuk terus berkhidmat pada umat, dengan tetap menjaga tradisi dan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para pendahulu.
Penulis: Maghfur Munif
Editor: Chidir Amirullah