GRESIK | NUGres – Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Jawa Timur (PWNU Jatim) KH Abdul Hakim Mahfudz, hadir dan memberikan arahan dalam pembukaan Konferensi Wilayah (Konferwil) ke-XVI Pimpinan Wilayah (PW) Fatayat NU Jatim Jumat (6/9/2024) di Grand Swiss Belhotel, Surabaya.
Disiarkan secara live melalui channel YouTube PW Fatayat NU Jawa Timur, KH Abdul Hakim Mahfudz atau yang kerap disapa Gus Kikin menyampaikan pesan tentang pentingnya upaya memperkuat kekompakan dan kebersamaan dalam tubuh Nahdlatul Ulama.
Gus Kikin menyampaikan, bahwa dalam kronik sejarah Nahdlatul Ulama, sekira tahun 1921 – 1925, melalui konsolidasi antar pondok pesantren merupakan proses yang tidak bisa lepas dari terbentuknya Nahdlatul Ulama.
“Pondok pesantren nggak ada yang di kota besar. Rata-rata pondok pesantren itu ya di pelosok-pelosok. Jadi itulah, lahirnya NU itu dari kampung. Sekarang saja punya pengurus-pengurus yang ada di PBNU di Jakarta, demikian juga dengan Fatayat, Muslimat, gagah-gagah ada kantornya di Jakarta. Tapi grassroot-nya, warga kita yang ada itu ada di pelosok-pelosok,” tuturnya dalam tayangan siniar, diakses NUGres Jumat (6/9/2024).
Oleh karenanya, dalam Konferensi Wilayah PWNU Jawa Timur beberapa waktu lalu, Gus Kikin mengusung spirit “Merajut Ukhuwah dan Mengokohkan Jami’yah dalam Pendampingan Umat”, tema yang menandaskan pesan dan tujuan keinginan PWNU Jatim menjaga umat, warga NU.
“Karena kalau kita tidak jaga itu, di level grassroot, di level jamaah kita, itu kalau terpecah-pecah kemudian benturan terjadi di grassroot susah untuk kita mengembalikan lagi, susah untuk menyatukan lagi,” sambungnya.
Lebih lanjut, Gus Kikin juga membedakan perbedaan kondisi dan situasi bila dinamika itu terjadi di tataran elit. Menurut Gus Kikin, elit berdinamika melalui media, toh padahal pulang kampung ger-geran lagi, guyon lagi. Namun, bila luka itu terjadi pada grassroot, menjadi susah untuk disembuhkan.
“Oleh karena itu, mendampingi umat ini seperti mana yang dilakukan oleh para ulama, para auliya’ di jaman-jaman dahulu,” tandasnya.
Gus Kikin juga menyampaikan bahwa bukti pendampingan umat dilakukan oleh para ulama, masyayikh, dan auliya semasa penjajahan oleh Belanda tidak ada kerusakan terhadap tradisi, budaya, peradaban.
“Tradisi budaya ziarah ke makam jalan terus. Tradisi-tradisi tahlilan jalan terus. Mauludan jalan terus. Dan itu tradisi-tradisi yang diwariskan diajarkan oleh Wali Songo, dan itu tetap berjalan sampai sekarang,” tukasnya.
Di penghujung sambutan, Gus Kikin mendoakan mudah-mudahan Fatayat NU memainkan peranannya menjadi salah satu tulang punggung dari persatuan dalam mengawal perubahan zaman dan gencarnya perkembangan teknologi yang luar biasa.
Gus Kikin juga berharap muncul program-program, pemikiran-pemikaran, kekompakan, kebersamaan semakin ditingkatkan dan bersambung kepada NU secara keseluruhan.
“Ini demi untuk rahmatan lil ‘alamin, yang kita emban untuk melanjutkan apa yang sudah dulu dimulai oleh baginda Rasulullah Saw,” pungkasnya.
Editor: Chidir Amirullah