BUNGAH | NUGres – Penggiat kesejarahan, seniman dan budayawan yang berkiprah melestarikan tradisi serta kearifan lokal di wilayah Pantai Pesisir Utara (Pantura), Gresik dan Lamongan menghadiri Halal bihalal di Komplek Makam Sayyid Khusaini, Desa Bedanten Bungah Gresik, Kamis (4/5/2023) malam.
Salah seorang penggiat sejarah dan budaya di Bedanten Bungah Gresik, Abdul Ghofar dalam sambutan mewakili tuan rumah, memperkenalkan lagi secara gamblang muasal wadhifah dari terbentuknya komunitas penggiat sejarah Bedanten yang bergerak pula untuk melestarikan beberapa tradisi luhur turun-temurun.
“Dari catatan sejarah, Desa Bedanten ini ada sejak sekitar tahun 1358 Masehi berdasar Prasasti Canggu. Nama desa ini dulu Madanten. Dahulu sekitar tahun 80-an banyak ditemukan barang kuno di Bedanten. Orang-orang tua juga yang menemukan barang bersejarah, seperti keramik sampai gambang, karena mereka tidak tahu mereka menjualnya. Kemudian sekitar tahun 1997 muncul inisiatif dari beberapa orang untuk menjaga seluruh peninggalan bersejarah di sini yaitu Madanten Nusantara,” terang Ghofar.
Kini Pegiat Kesejarahan yang mendapat dukungan dari Pemerintah Desa Bedanten itu telah memiliki museum sejarah dan budaya Madanten. Museum ini berada di sebelah timur komplek makam Sayyid Khusaini. Memiliki pelbagai koleksi diantaranya; pecahan keramik, mata uang kuno, buku dan manuskrip, pusaka, hingga barang bernilai sejarah yang dihimpun dari temuan warga desa setempat.
Sementara itu, Ahli Aksara Kuno dan Kurator Manuskrip sekaligus Pendiri Lembaga Seni Budaya dan Keislaman (Legian), Diaz Nawaksara, mengapresiasi penggiat kesejarahan Desa Bedanten.
“Pelestari dan perawat sejarah dan tradisi di Bedanten ini telah berhasil istiqomah 27 tahun nguri-nguri budaya. Telah berhasil mengumpulkan catatan-catatan sejarah, walaupun hingga saat ini masih terus digali mulai dari yang empiris sampai yang non-empiris,” kata Gus Didin, demikian ia biasa sapa.
Gus Didin yang beberapa kali turut membantu penggiat Bedanten untuk mengungkap sejarah desa di wilayah Pantura ini, juga mengemukakan bila Bedanten telah berhasil mewujudkan strategi kebudayaan.
“Bagi Saya, Desa Bedanten ini berhasil melakukan strategi kebudayaan. Dari yang tadinya kesadaran personal menjadi kolektif. Tidak hanya itu, kini juga berjejaring semakin luas hingga sampai di Lamongan. Semangatnya bersama-sama menggali dan merawat sejarah. Ini adalah hal luar biasa,” sambung Gus Didin, disambut tepuk tangan peserta yang hadir.
Selain masyarakat Desa Bedanten, Gus Didin juga mengajak jaringan Penggiat Kesejarahan dalam rutinan Malam Jumat Legi mulai dari Desa Kemangi, Surowiti, Bulangan, Wonokerto, Sambipondok, Wadeng, hingga para penggiat kesejarahan dari Mayangmadu Lamongan.
Mereka yang hadir ini kemudian silih berganti berbagi cerita tentang khazanah sejarah desanya. Baik itu mengenai perkembangannya, hingga upaya-upaya yang telah dilakukan.
Salah seorang Penggiat sejarah dari Wonokerto Dukun Gresik dalam kesempatan itu menyampaikan upaya menggali dan merawat sejarah desa Wonokerto.
“Kini wonokerto memiliki buku Sikep Babad Wonokerto. Meski buku ini masih dicetak terbatas, kami setidaknya menemukan perkiraan berdirinya desa Wonokerto sekitar 1860-an melalui penelusuran sekira 4000 trah tumarah Desa Wonokerto,” kata Penggiat sejarah yang juga Ketua PRNU Wonokerto ini.
Imron juga mengungkap penelusuran sejarah Wonokerto yang tidak sebentar ini, juga telah mendapat data kartografi dibantu oleh Gus Didin. Ia juga menjelaskan bila Wonokerto memiliki hubungan dengan desa tetangganya yang lebih tua yakni Bulangan. Imron juga mengenalkan Tradisi Suran di Wonokerto sebagai upaya merawat tradisi turun-temurun.
Pada giliranya, Penggiat kesejarahan dari Desa Wadeng Sidayu Gresik, Rosyid, menyampaikan kalau Desa Wadeng sangat terinspirasi oleh Desa Sambipondok yang merupakan desa tetangganya.
“Saat Almaghfurlah Kiai Agus Sunyoto dihadirkan Penggiat sejarah di Sambipondok Sidayu, Wadeng juga sangat ingin menggelar ngaji sejarah desa untuk mengetahui bagaimana Wadeng di masa lalu. Hanya saja saat itu support-nya pemangku desa masih kurang,” ungkap Rosyid.
Kepada majelis Penggiat kesejarahan di Pantura Rosyid juga mengenalkan kegiatan tahunan di desanya. Biasanya digelar pada bulan Ruwah. “Haul desa tiap tahun, kirim doa kepada ahli kubur, harapan kita, kita tahu siapa sih nenek moyang kita di Wadeng. Saya berharap silaturrahmi ini juga bisa membantu kami mengurai kebuntuan sejarah desa kami. penelusuran sejarah ada yang berkaitan dengan Desa Wadeng,” harap Rosyid.
Rosyid juga membagikan cerita yang berkembang di masyarakat Desa Wadeng yaitu Warung Kliwon. Berdasarkan kisah tutur Desa Wadeng pernah menjadi tempat berziarah, dikenal luas hingga luar desa. “Konon, sampai-sampai, tiap Senin Kliwon itu dikisahkan jalanan desa full dipenuhi peziarah. Bahkan muncul nama Tokoh Sri Pandan Wangi di Desa Wadeng,” kata Rosyid dalam ulasannya.
Usai saling membeberkan kisah kearifan lokal desa, kegiatan diakhiri dengan doa dan makan talaman secara bersama-sama. Suasana nampak guyub rukun, walau beberapa orang baru saja tergabung dalam silaturahmi Penggiat Kesejarahan wilayah Pantura Gresik dan Lamongan ini.
Selain diikuti Tokoh Masyarakat dan para Penggiat Sejarah Desa Bedanten, IPNU IPPNU Ranting Bedanten, Karangtaruna Bedanten dan stakeholder lainnya, kegiatan ini juga dihadiri oleh Lesbumi MWCNU Bungah serta Jajaran Pengurus Cabang Lesbumi NU Gresik.