GRESIK | NUGres – Ada hal menarik dalam peluncuran buku Lagi-lagi Sang Gresik Bercerita. Salah satunya yakni sesi pembacaan puisi oleh sastrawan Nasional kelahiran Kabupaten Gresik, Mardi Luhung.
Mardi Luhung merupakan alumnus Fakultas Sastra Universitas Jember. Pada tahun 2010 ia meraih anugerah Khatulistiwa Literary Award (KLA) dalam bidang puisi.
Kendati produktif menulis puisi, sajak juga kumpulan cerpen, namun Mardi Luhung jarang sekali membacakan puisi, sajak atau cerpen yang ia tulis.
Namun, peluncuran buku Lagi-lagi Sang Gresik Bercerita di Gedung Nasional Indonesia (GNI Gresik) pada Ahad 15 September 2024, menjadi lebih istimewa lantaran Mardi Luhung yang juga seorang pendidik di SMA Nahdlatul Ulama 1 Gresik itu membacakan puisinya.
Pak Hendrik, demikian arek-arek Gresik menyebut nama Mardi Luhung, akhirnya di atas panggung mempersembahkan tiga puisi yakni “Gerbang Bandar”, “Polaman”, dan “Sajak Umur 60 Tahun”.
Tiga puisi tersebut merupakan kumpulan puisi Mardi Luhung yang mutakhir, Gerbang Bandar yang diterbitkan pada Juli 2023 oleh penerbit BasaBasi.
Dari tiga puisi tersebut, berikut ini puisi berjudul “Gerbang Bandar” yang dibaca oleh Mardi Luhung.
Gerbang Bandar
Aku telah berjalan. Kadang jatuh. Kadang tidak. Dan sebentar lagi akan sampai. Sampai di tempat yang pernah dijanjikan. Tempat, yang kata kabar, pernah dijadikan sandaran kapal milik si penemu gerbang bandar. Sambil bermimpi tentang sebuah pemukiman yang cukupan.
Cukupan untuk dibuat taman, menara tunggal, loji gede, dan sebaris grafiti yang terpampang di sebuah dinding. Grafiti yang berbunyi: “Tuhan tak akan membiarkan umat-Nya tersia-sia.” Dan Tuhan yang memberi ingatan agar ada yang mesti menyiapkan kakus.
Membuang yang tak sempat menjadi vitamin. Dan mengolah yang layak untuk diolah bagi kesuburan diri. Dan di situ, lihat, orang-orang mengukus rasa kangen yang ganjil pada jalan berikutnya. Jalan bagi seseorang yang pernah memasuki perut kerbau jantan terus bertapa.
Sambil belajar menyimak, jika nanti ada bintang lahir, itulah saatnya bedug utama mesti ditabuh. Lalu hasrat pun menyembul. Hasrat yang diawetkan lewat sorot mata yang tak kebat-kebit serta nyali yang hampir sempurna. Nyali yang menjadikan apa-apa selalu siap untuk dilepas dan ditangkap lagi.
Sampai hari berganti. Sampai semua percaya, jika apa-apa yang bisa dijadikan tetanda adalah nyawa rangkap. Nyawa yang napasnya lebih halus daripada kutu-kutu di beras. “Selamat datang, hai, yang datang. Selamat bergabung,” begitu tukasan yang aku dengar.
Sesudah aku mengusap wajah tipisku dan berswafoto di sisi bangku gelap.
(Gresik, 2023)
Sementara saat awak NUGres menyampaikan apresiasi dan respons atas pembacaan puisi tersebut, Mardi Luhung mengakui bahwa memang ia sangat jarang membaca puisi di depan khalayak.
Semula, kata dia, pembacaan puisinya direncanakan mengajak beberapa narasumber untuk membaca puisi bersama, namun ia mengurungkannya, lantas membaca puisinya itu sendiri.
Lebih jauh, peluncuran buku Lagi-lagi Sang Gresik Bercerita dapat disimak kembali dalam tayangan live streaming YouTube Smectra Production.
Editor: Chidir Amirullah