GRESIK | NUGres – Usai Salat Isya pada Senin malam (7/4/2025), suasana di sekitar Masjid Jamik Gresik mulai padat. Aktivitas masyarakat meningkat, terutama di gang-gang yang mengarah ke pemukiman warga Kelurahan Pekauman, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik.
Berderet-deret pengendara motor memasuki lorong jalan di sisi timur masjid dan memarkirkan kendaraan mereka di sekitar Langgar Pekauman. Sementara itu, kendaraan roda empat tampak berjajar rapi di sepanjang Jalan KH Wachid Hasyim, hingga depan Gedung DPRD Kabupaten Gresik.
Tanggal tersebut bertepatan dengan hari kedelapan bulan Syawal 1446 Hijriah. Di hari itu pula, masyarakat Kelurahan Pekauman menggelar tradisi tahunan yang dikenal sebagai Kupatan Pekauman, sebuah bentuk perayaan khas sebagai pemuncak lebaran Idulfitri.
Tradisi Kupat Kauman merupakan bentuk open house atau gelar griya yang melibatkan seluruh warga. Dari pantauan di lokasi, hampir semua rumah terbuka menyambut tamu, mulai dari keluarga, kerabat, kolega, hingga warga luar yang berdatangan dari luar kampung ini.
“Jadi masyarakat di Kelurahan Pekauman ini punya tradisi turun-temurun yang disebut Kupatan Pekauman. Setelah puasa Ramadan, warga melanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, barulah tradisi ini digelar,” jelas Ustadz Mokhamad Zaenuri, salah satu tokoh masyarakat setempat, saat ditemui NUGres di kediamannya.
Lebih lanjut, Ustadz Zaenuri menjelaskan bahwa tradisi ini merupakan warisan dari para muassis atau sesepuh terdahulu. Salah satu tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor Tradisi Kupatan Pekauman adalah Kiai Baka.
“Awalnya, tradisi Kupat Kauman dimulai di zaman Kiai Baka, di kampung Bekaka’an, Pekauman. Kemudian dilestarikan oleh para leluhur kami, dan alhamdulillah sampai sekarang semakin berkembang,” imbuh Ustadz Zaenuri, yang juga menjabat sebagai Ketua MWCNU Gresik.
Ia menambahkan, berbeda dengan perayaan Lebaran pada umumnya yang meriah sejak malam takbiran hingga salat Id, warga Pekauman justru memilih untuk memperdalam ibadah dengan melanjutkan puasa Syawal.
“Setelah salat Id, warga tetap bermaaf-maafan di Masjid Jamik. Namun, mereka tidak langsung mengadakan perayaan. Yang dilakukan adalah mempersiapkan diri untuk puasa Syawal selama enam hari,” ungkapnya.
Ustadz Zaenuri berharap, semaraknya Tradisi Kupatan Pekauman tidak menggeser makna utamanya sebagai sarana mempererat ukhuwah Islamiyah dan memperkokoh silaturahmi.
“Semoga tradisi luhur ini terus dilestarikan, dengan tetap menjaga nilai-nilai utama yang terkandung di dalamnya, yaitu untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan dan memperoleh ridho Allah Swt, utamanya setelah menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan,” harapnya.
Sementara itu, Lala (25), salah satu pengunjung yang baru pertama kali menyaksikan tradisi Kupatan Pekauman secara langsung, mengaku terkesan dengan suasana yang hangat dan penuh kebersamaan.
“Semarak banget, begitu meriah!. Semua lorong jalan padat, setiap rumah ramai oleh pengunjung. Meriah sekali. Semoga tradisi ini terus lestari hingga ke depannya” katanya.
Tradisi Kupat Kauman juga menarik perhatian berbagai elemen masyarakat. Tak terkecuali Bupati Gresik, H. Fandi Akhmad Yani (Gus Yani), yang dikabarkan turut hadir dan berbaur bersama warga masyarakat dalam perayaan tersebut.
Editor: Chidir Amirullah