BUNGAH | NUGresik – Serangkaian Haul KH. Zainal Abidin ke-81 dan Kiai As’ad ke-41 selaku muassis dan masyayikh Pondok Pesantren (Ponpes) Zainal Abidin Desa Bungah, Kecamatan Bungah, Gresik berlangsung khidmat. Acara dihadiri Pimpinan Cabang Majelis Dzikir dan Sholawat (PC MDS) Rijalul Ansor (RA) Agus H. Muhammad Ata Syifa Nugraha.
Tak seperti tahun-tahun sebelumnnya, situasi pandemi Covid-19 membuat tradisi rutin tahunan santri pesantren tersebut kali ini digelar sederhana dengan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat. Hanya keluarga ndalem dan santri-santri, tidak mengundang masyarakat sekitar pesantren.
Pada kesempatan itu, Ketua PC MDS Rijalul Ansor Gresik Agus H. Muhammad Ata Syifa Nugraha diundang secara khusus sebagai pembicara dalam sarasehan bertema “Sejarah Ulama di Wilayah Pantura”.
Di depan para santri, pria yang akrab disapa Gus Atta memaparkan bahwa ulama dahulu khususnya di pulau Jawa memiliki ciri khas syiar dakwah yang cenderung mengedepankan ‘Lakon Kemenungsan’ atau perilaku kemanusiaan.
“Dulu ulama-ulama khususnya di jawa yang ditunjukkan pertama kali adalah lakon kemenungsan (perilaku kemanusiaan), karena kita lebih dulu terlahir sebagai manusia, baru beragama Islam,” ujarnya..
Perilaku kemanusiaan, kata Gus Atta, ditunjukkan oleh para ulama dengan bersikap baik kepada masyarakat sekitar, tidak peduli siapapun dan tidak memandang derajat. Sehingga masyarakat memandang para ulama adalah orang baik yang peduli terhadap kondisi sekitarnya.
“Ulama-ulama atau brahmana yang diperlihatkan didunia adalah kebaikan manusia (sikap perilaku), ada orang sakit dijenguk, ada orang kelaparan dibantu. Sehingga dikenal sebagai orang yang baik, karena telah menanam budi kepada masyarakat. Akhirnya dikenal dengan orang yang tanam kebaikan, orang baik kepada sesama manusia,” urainya.
Kemudian, lanjut Gus Atta, cara syiar dakwah cenderung menyederhanakan istilah-istilah maupun bahasa yang lebih mudah difahami masyarakat secara keseluruhan. Tidak hanya syiar dakwah, para ulama dahulu pun biasa berinteraksi dengan aktivitas masyarakat sehari-hari, seperti bercocok tanam atau bertani, berdagang dan seterusnya.
“Ulama dulu lebih cenderung menyederhanakan bahasa yang bisa dipahami masyarakat Jawa, seperti sholat disebut Sembahyang, puasa disebut Poso. Kemudian para ulama dahulu juga menguasai ilmu seputar aktivitas mata pencaharian masyarakat sekitar, seperti maulana malik ibrahim yang ahli di bidang pertanian khususnya irigasi, jadi bisa bantu para petani saat itu,” tukasnya.
Oleh karena itu, Gus Atta mengajak para santri-santri untuk senantiasa berperilaku baik kepada siapapun, terlebih terhadap sesama.
“Karena yang dilihat adalah kebaikan kita, bukan yang lain, untuk itu mari kita semua berperilaku baik kepada manusia tidak peduli siapapun orangnya,” ajaknya.
Di sisi lain, Pengurus Ponpes Zainal Abidin Bungah Gresik, Abdul Malik mengaku senang atas kehadiran Gus Atta pada peringatan Haul Muassis ini. Menurutnya, apa yang disampaikan Gus Atta dapat memberikan pemahaman serta pencerahan terhadap para santri.
“Senang sekali Gus Atta bisa memberikan pemahaman sejarah Ulama wilayah pantura kepada para santri-santri, jadi mereka bisa tau perjuangan Ulama dahulu,” ucapnya.
Gus Malik, begitu sapaan Abdul Malik, berharap tradisi Haul ini bisa terus dijalankan rutin tiap tahun oleh para santri. Agar mereka selalu bisa meneladani perjuangan para ulama khususnya muassis Ponpes Zainal Abidin. (Rifq)