GRESIK | NUGres – Penulis buku “In Bed With Data: Peradaban Data, Riset dan Masa Depan Manusia”, Hasanuddin Ali yang juga salah seorang Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dan juga CEO Alvara Research hadir dalam Diskusi Buku dan Sarasehan NUDigdaya yang mengusung tema “Nahdlatul Ulama, Transformasi Digital dan Peradaban Data”.
Dalam kegiatan yang juga disiarkan secara live Streaming YouTube TV9 itu, diketahui digelar oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur (PWNU) Jatim, di Aula KH Bisri Syansuri Gedung PWNU Jatim, Jumat (8/11/2024).
Hasanuddin Ali yang asli wong Gresik itu mengisahkan buku berjudul “In Bed With Data: Peradaban Data, Riset dan Masa Depan Manusia”, besutannya lahir dari sebuah rekam jejak yang panjang. Yakni dari pengalamannya selama 25 tahun dirinya berkarir di bidang riset.
Hasan demikian sapaan akrabnya menyampaikan, bahwa pemilihan judul itu dilatarbelakangi oleh kehidupannya yang diliputi dari mulai tidur hingga bermimpi berkalang data dan riset. Ia membahasakannya dengan kalimat “sleep and dream with data and research”.
Lebih lanjut, pada prinsipnya, kata Hasan, hari ini kehidupan manusia suka tidak suka, semua persoalan kehidupan dipengaruhi dan mempengaruhi data.
“Secara tidak sadar, kita ini sebetulnya sedang memproduksi data. Teman-teman ketika menuliskan status di Facebook, Twitter, di TikTok atau di IG, itu juga sedang memproduksi data,” ungkapnya.
Data itu kemudian, sambung Hasan, digunakan oleh penyedia platform media sosial tersebut, lalu diolah dan dianalisis hingga hasilnya disajikan kembali berupa algoritma. Dengan demikian, perilaku pengguna media sosial akan dapat terlihat kecenderungannya dari apa yang ia bagikan, apa yang disukai dan lainnya.
Buku ini, juga dikisahkan memotret perjalanan dirinya yang mengalir pada tahun 2012 sampai sekarang (2024). Sedangkan pada bab pertama dalam buku tersebut, diungkapkannya terdapat pembahasan tentang anak muda. Bab ini terinspirasi dengan fenomena hasil laporan sensus Badan Pusat Statistik tahun 2010, yang mengestimasikan anak muda Indonesia akan sangat besar jumlahnya pada tahun 2020. Sebagai bentuk respons, kajian serius pun ia lakukan bersama timnya di Alvara hingga tercetus diksi “Generasi Milenial”.
“Ketika belum banyak orang yang membicarakan diksi milenial, kita termasuk yang banyak membahas generasi milenial. Yang kemudian muncul sembilan karakteristik milenal. Ada yang kecanduan internet, ada yang mudah berpaling ke lain hati, ada yang cuek dengan politik, nanti bisa dibaca di sini (buku In Bed with Data),” sambungnya.
Selanjutnya, Hasan berkisah pada tahun 2017 menulis buku “Generasi Millenial Nusantara”. Buku itu, kata Hasan, menyampaikan tiga ciri anak-anak milenial dengan istilah 3C yaitu Connected, Creative dan Confidence. Namun tak lama kemudan pembicaraan tentang anak muda telah beralih atau berevolusi dari Milenial kemudian menjadi Generasi Z (Gen Z).
“Di sini ada satu judul namanya Gen Z adalah anak kandung internet. Karena berdasarkan beberapa hasil survei, anak-anak Gen Z itu mengonsumsi internet sejak dini. Bahkan anak belum masuk sekolah itu sudah mengonsumsi internet. Ketika makan sama keluarga, biar anaknya nggak rewel dikasih YouTube aja di depannya,” terangnya.
Tak hanya itu, penetrasi penggunaan internet di Indonesia, kata Hasan, pada kalangan Gen Z kini telah sampai pada angka 98%. Sedangkan semakin tua, semakin rendah penetrasi internet. Ia juga mengatakan bahwa kalangan orang tua adalah digital imigran, dari dunia analog yang bermigrasi ke dunia digital.
Lebih jauh, Hasan Ali memaparkan secara garis besar yang banyak diulas dalam bukunya juga menyajikan tentang sosial keagamaan, yang memotret tentang Nahdlatul Ulama. Seperti jumlah warga NU di Indonesia dengan rentang 55% sampai 58% dari seluruh penduduk Muslim di Indonesia.
“Cuma saya sering mengatakan bahwa ini ati-ati loh, jumlah yang besar itu ngrumat-nya juga berat. Bukan kemudian jumlah yang besar itu NU harus gagah-gagahan harus sombong gitu enggak. Karena jumlah warga kita yang besar maka effort atau usaha dari pengurus NU dari semua level PBNU, PW, PC sampai ke ranting itu juga tanggung jawabnya berat, karena melayani orang yang jumlahnya mencapai ratusan juta itu,” tandasnya.
Selain hal itu, tantangan Nahdlatul Ulama juga terdapat pada segmen anak muda. Menurutnya, besarnya jumlah jamaah NU tidak terlalu besar di kalangan anak muda.
“Jadi boleh dibilang begini, NU itu potretnya dari tua ke muda itu turun. Jadi besar (jumlahnya) di tua terus kemudian di Gen Z turun,” jelasnya.
Selain memaparkan bukunya, dalam forum tersebut Hasan juga menyajikan realitas terkini tentang beragam kajian yang telah ia lakukan belakangan ini. Sedangkan saat menutup pemaparannya, ia menegaskan bahwa kunci peradaban adalah science dan teknologi.
“Saya meyakini, bahwa semua peradaban yang ada, dari jaman dulu sampai sekarang, itu drivernya adalah science dan technology. Dan data sebagai bagian dari science.. maka kemudian teman-teman sekalian penguasaan terhadap data itu hukumnya tidak lagi fardu kifayah. Sudah fardu ‘ain dalam konteks penggunaannya masing-masing. Penguasaan narasi tentang apapun yang kita omongkan yang kita bicarakan memang harus berbasis data,” tukasnya di penghujung pemaparannya.
Forum ini juga mendapat apresiasi dari Sekretaris PWNU Jatim, Ir H. Muhammad Faqih, MSA., Ph.D. pihaknya menyambut baik dan menyampaikan acara ini begitu penting, terlebih saat ini bagi Nahdlatul Ulama (NU) kesadaran data sedianya mulai muncul.
Selain paparan dari Penulis Buku “In Bed With Data” Hasanuddin Ali selaku Ketua PBNU sekaligus CEO Alvara Research, turut hadir narasumber lainnya yakni Dodik Arianto selaku General Manager Indonesian East XL Axiata. Hadir pula Wakil Ketua PWNU Jatim sekaligus Direktur TV9 Hakim Jayli dan Wakil Bendahara PWNU Jatim sekaligus Direktur NU Online Jatim Gus Yusuf Adnan.
Editor: Chidir Amirullah