Oleh: Nailatur Rizqiyyah*
KAJIAN | NUGres – Dalam budaya Jawa, perhitungan weton atau neptu merupakan salah satu tradisi yang erat kaitannya dengan upacara pernikahan.
Weton adalah perhitungan hari kelahiran seseorang berdasarkan pedoman yang telah ditetapkan oleh budaya Jawa.
Hasil dari perhitungan weton ini kemudian digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan hari dan waktu yang baik untuk melangsungkan pernikahan.
Dalam artikel ini akan membahas tradisi perhitungan weton menurut pandangan islam, tradisi weton menurut pandangan orang jawa, pandangan ulama’ tentang perhitungan weton, dan manfaat dari perhitungan weton.
Tradisi Perhitungan Weton dalam Pernikahan Menurut Pandangan Hukum Islam
Dari sudut pandang hukum Islam, tradisi perhitungan weton dalam pernikahan ini memiliki beberapa pandangan yang perlu dikaji lebih lanjut.
Pertama, Islam memandang bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah atas kehendak dan izin Allah SWT. Firman Allah dalam QS. Al-An’am ayat 59 menyebutkan:
۞ وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَۗ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59).
Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini berada dalam pengetahuan dan kuasa Allah Swt.
Oleh karena itu, memercayai bahwa perhitungan weton dapat menentukan hari dan waktu yang baik untuk pernikahan dapat dianggap sebagai bentuk penyekutuan terhadap kekuasaan Allah Swt.
Namun, di sisi lain, Islam juga mengajarkan untuk memperhatikan waktu-waktu yang baik dalam melakukan suatu kegiatan, termasuk dalam urusan pernikahan. Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya hari Rabu adalah hari yang paling dicintai oleh Rasulullah saw untuk melakukan suatu pekerjaan, baik pekerjaan dunia maupun pekerjaan akhirat.” (HR. Ibnu Hibban).
Dari hadits ini, dapat dipahami bahwa Islam tidak melarang untuk memperhatikan waktu-waktu yang baik dalam melakukan suatu kegiatan, termasuk dalam urusan pernikahan.
Akan tetapi, keyakinan bahwa perhitungan weton merupakan satu-satunya penentu hari dan waktu yang baik untuk pernikahan dapat dianggap sebagai bentuk penyimpangan dari ajaran Islam.
Tradisi Perhitungan Weton dalam Pernikahan menurut Pandangan Masyarakat Jawa
Perhitungan weton pernikahan merupakan salah satu tradisi budaya Jawa yang masih dilestarikan hingga saat ini. Berikut adalah penjelasan mengenai perhitungan weton pernikahan menurut masyarakat Jawa:
- Weton adalah kombinasi hari kelahiran dan pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) seseorang. Setiap orang Jawa memiliki weton yang unik berdasarkan tanggal lahir mereka.
- Dalam konsep budaya Jawa, setiap weton memiliki karakter, sifat, dan kekuatan yang berbeda-beda. Hal ini diyakini dapat mempengaruhi kehidupan, termasuk dalam memilih pasangan hidup.
- Perhitungan weton pernikahan dilakukan dengan menjumlahkan weton calon mempelai pria dan weton calon mempelai wanita. Hasil penjumlahannya kemudian dicocokkan dengan pedoman yang ada.
- Tujuan utama perhitungan weton pernikahan adalah untuk mengetahui kesesuaian atau kecocokan antara kedua calon mempelai. Hal ini diyakini dapat memberikan gambaran mengenai keharmonisan, keberuntungan, dan kelancaran dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
- Masyarakat Jawa percaya bahwa jika weton kedua calon mempelai tidak cocok, maka pernikahan tersebut dapat membawa dampak negatif, seperti ketidakharmonisan, kesulitan memiliki keturunan, atau bahkan perceraian.
- Perhitungan weton pernikahan sering kali menjadi salah satu pertimbangan penting bagi masyarakat Jawa dalam memilih pasangan hidup. Namun, faktor lain seperti cinta, kecocokan kepribadian, dan kesiapan juga tetap menjadi pertimbangan utama.
Secara garis besar, perhitungan weton pernikahan merupakan tradisi Jawa yang meyakini bahwa keselarasan weton calon mempelai dapat membawa dampak pada keharmonisan dan keberuntungan dalam kehidupan berumah tangga.
Pandangan Ulama’ Terhadap Perhitungan Weton Pernikahan
Berikut adalah pandangan beberapa ulama terkait perhitungan weton dalam pernikahan beserta referensinya:
- Imam Syafi’i, pandangan Imam Syafi’i tidak menyinggung masalah perhitungan weton dalam kitabnya. Beliau lebih menekankan pada kecocokan agama, akhlak, dan nasab sebagai pertimbangan dalam memilih pasangan.
- Imam Malik, seperti Imam Syafi’i, Imam Malik tidak membahas secara khusus tentang perhitungan weton dalam pernikahan. Beliau lebih menekankan pada aspek-aspek keagamaan dan sosial dalam memilih pasangan.
- Ibnu Taimiyah, pandangan Ibnu Taimiyah secara tegas menyatakan bahwa perhitungan weton tidak memiliki landasan yang kuat dalam syariat Islam. Beliau menegaskan bahwa yang terpenting dalam pernikahan adalah kecocokan agama dan akhlak.
- Yusuf Al-Qaradhawi, pandangan Yusuf Al-Qaradhawi berpendapat bahwa perhitungan weton dalam pernikahan tidak memiliki dasar yang kuat dalam Islam. Beliau menekankan pentingnya memperhatikan aspek-aspek agama, akhlak, dan kesesuaian antara calon suami dan istri.
Secara umum, para ulama Islam tidak menganggap perhitungan weton sebagai hal yang wajib diperhatikan dalam pernikahan.
Mereka lebih menekankan pada kecocokan dalam aspek agama, akhlak, dan nasab sebagai pertimbangan utama dalam memilih pasangan hidup.
Manfaat Perhitungan Weton Pernikahan
Perhitungan weton dalam Islam dikenal sebagai ilmu falak atau ilmu hisab. Berdasarkan referensi dari berbagai sumber Islam, berikut beberapa manfaat dari perhitungan weton menurut Islam:
- Menentukan hari-hari baik atau terhindar dari hari naas. Melalui perhitungan weton, seseorang dapat mengetahui hari-hari yang dianggap baik atau tidak baik untuk melakukan suatu kegiatan tertentu, seperti pernikahan, pindah rumah, memulai bisnis, dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk menghindari hari-hari yang dianggap kurang baik atau naas.
- Mengetahui sifat dan karakter seseorang. Dengan mengetahui weton atau perhitungan tanggal kelahiran seseorang, dapat diketahui sifat dan karakternya. Hal ini dapat membantu dalam menjalin hubungan dan komunikasi yang lebih baik.
- Membantu dalam penentuan arah kiblat. Perhitungan weton dapat digunakan untuk membantu menentukan arah kiblat yang akurat, yang penting dalam praktik ibadah umat Islam.
- Sebagai panduan untuk memilih tanggal penting. Misalnya dalam menentukan tanggal pernikahan, memulai suatu usaha, atau kegiatan penting lainnya.
Kesimpulan
Weton merupakan sistem perhitungan pernikahan yang mengacu pada hari, tanggal, bulan dan tahun kelahiran pasangan. Ini adalah tradisi yang berakar dari budaya Jawa, bukan ajaran Islam.
Dalam Islam, tidak ada kewajiban untuk melakukan perhitungan weton sebelum menikah. Pernikahan sah secara hukum Islam selama memenuhi rukun dan syarat pernikahan yang ditentukan, yaitu adanya calon suami dan istri, wali, saksi, dan ijab qabul.
Meskipun demikian, sebagian masyarakat muslim di Indonesia masih mempercayai dan mempraktikkan perhitungan weton sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih pasangan atau menentukan tanggal pernikahan yang baik. Namun ini bukan kewajiban dalam ajaran Islam.
Para ulama umumnya berpendapat bahwa mempercayai perhitungan weton untuk menentukan kelayakan pasangan atau tanggal pernikahan termasuk dalam kategori bid’ah (perkara baru) yang tidak ada dasarnya dalam Islam. Mereka menganjurkan untuk fokus pada pemenuhan rukun dan syarat pernikahan saja.
Secara keseluruhan, perhitungan weton pernikahan bukanlah bagian dari ajaran Islam. Umat muslim dianjurkan untuk berpedoman pada petunjuk Al-Quran dan Sunnah Nabi dalam melaksanakan pernikahan.
*Nailatur Rizqiyyah, Mahasiswa Universitas Qomaruddin
Sumber:
– Al-Quran Terjemahan. Departemen Agama RI.
– Hadits Riwayat Ibnu Hibban.
– Amin, Ahmad. (1995). Fiqh Islam. Kairo: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah.
– Qardhawi, Yusuf. (2003). Fatwa-fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.
-Buku “Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik” karya Muhyiddin Khazin
– Buku “Ensiklopedi Hukum Islam” karya Abdul Aziz Dahlan
– Jurnal “Jurnal Ilmiah Syari’ah” Vol. 16, No. 2, Juli-Desember 2017