AIR MATA Gus Baha’ pecah saat berpamitan dengan KH. Masbuhin Faqih, pengasuk Pondok Pesantren Mambaus Sholihin usai memberi kuliah Umum dihadapan mahasiswa INKAFA (Institut Keislaman Abdullah Faqih), Suci 19/01/2020.
Suasana haru tiba-tiba hadir di ruangan ndalem Kyai Masbuhin, saat Gus Baha’ pamitan pada sosok kyai yang pernah menjadi mukholit (teman akrab) ayahandanya. Tentu bukan hanya itu, keharuan itu juga disebabkan sikap tawadlu’ Kyai Masbuhin yang tiba-tiba membungkukkan badan beliau untuk bisa mencium tangan Gus Baha’, hingga terabadikan oleh kamera fotografer tampak keduanya saling berebut cium tangan.
Inilah teladan bagi kita semua, bahwa al adab fauwqo al ilm, akhlaq diatas ilmu. Inilah prinsip yang selalu dipegang para ulama NU sehingga hubungan antar ulama dan para santri terus terjalin meski kecanggihan teknologi dan modernisasi kian maju.
Saling menghormati dalam tradisi warga NU bukan hanya karena sesepuh atau lebih tua, tapi karena kedalaman ilmu dan ketaqwaan juga jadi faktor orang saling hormat dan bahkan saling berebut untuk mencium tangan berharap saling mendapat keberkahan, bahkan yang sepuh (baca; tua) pada yang lebih muda.
Dalam kesempatan kuliah umum itu, Gus Baha` kembali menegaskan bahwa kehadiranya bukan semata-mata karena undangan, namun lebih dari itu adalah karena Kyai Masbuhin adalah teman dari ayahanda beliau.
“Jadi saya ini di rumah punya kewajiban yang tidak sembarangan ditinggalkan, yakni punya ibu yang sudah sepuh dan ada pesantren di rumah, keduanya butuh perhatian. Hanya kewajiban yang lebih besar yang bisa menggantikanya,” tegas Gus Baha`
“Saya berpegangan pada riwayat hadits, min abarri albirri shillata arrajuli ahla wuddi abihi.., bahwa kebaikan yang lebih baik dari seseorang adalah menyambung silaturrahim bapaknya pada orang-orang yang dulu pernah jadi temannya”, lanjut Gus Baha.
Penulis : Ahmad Zain
Subhanallah…