Bangsa Indonesia berkabung atas wafatnya salah satu putra idamannya. Beberapa menit dari kabar duka, ucapan takziyah berseliweran di berbagai kanal maya. Perkumpulan ataupun organisasi hiruk-pikuk memasang namanya.
Ini menunjukkan betapa banyak orang yang ikut berduka dan sekaligus menunjukkan bahwa yang wafat adalah sosok yang namanya terselip indah dalam hati takziyyin. Hingga penting bagi mereka mengucap takziyah. Beliau adalah Gus Sholah (Sebutan KH Salahuddin Wahid, Pengasuh PP. Tebu Ireng, Jombang). Adik kandung Gus Dur yang sekaligus cucu Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari, salah satu founding fathers bangsa ini.
Penulis beberapa kali bertemu dengan Gus Sholah dalam berbagai forum. Namun, hanya sekali bertemu dalam forum khusus. Itupun sudah agak lama lebih dari 10 tahun yang lalu. Pertemuan itu berada di ndalem kasepuhan (ndalem Hadratus Syaikh). Dalam ruangan itu kami bertiga. Beliau, penulis dan satu kolega.
Pertemuan itu semacam obrolan santai. Penulis masih ingat beliau menemui dengan baju berlengan pendek membawa secangkir minuman. Dari dalam beliau menyapa dengan suara yang khas, besar, serak dan penuh wibawa. Catatan obrolan yang masih penulis kenang antara lain:
Urgensi Literasi Pesantren
Dalam obrolan itu, beliau menyampaikan keprihatinanya melihat perkembangan literasi pesantren. Jika dibandingkan dengan ulama-ulama dahulu, tentu generasi sekarang mengalami penurunan mutu secara makro dalam literasi.
Sempat beliau mengutarakan bagaimana pesantren yang sangat banyak ini memiliki jejaring literasi yang saling menguatkan. Satu jejaring dengan jejaring saling menguatkan agar tercipta keharmonisan dan kekuatan. Saling tukar potensi dan informasi.
Membangun Menejemen Pesantren
Dengan sadar beliau mengakui penguasaan teks pesantren tidak sehebat kiai-kiai lain. Karena kebetulan rekam jejak pendidikan beliu lebih banyak di luar pesantren. Tapi beliau melihat satu celah penting yang bisa beliau lakukan saat diminta sebagai pengasuh pesantren Tebuireng, yakni menata manajerial pesantren dengan baik.
Sebagaimana diketahui bahwa Tebuireng adalah pesantren besar yang memiliki jejaring bukan hanya nasional namun hingga internasional. Sehingga jika tidak ditata dengan baik akan menjadi lembaga yang silang sengkarut. Sekarang terbukti di bawah asuhan beliau, Tebuireng menjadi institusi yang terus berkembang dengan dinamis. Tanpa terlepas dari akar-akar sejarah para pendahulu.
“Pesantren di nusantara sudah banyak, tinggal bagaimana membenahi rumah tangganya sehingga bisa menjadi mercusuar dunia” jelasnya.
Kiai yang Arsitek
Selain menonjol pada menejerial, Kiai lulusan ITB itu mahir dalam desain arsitek. Saat itu dengan semangat yang power full beliau menunjukkan beberapa desain bangunan pesantren dan tata kelola kompleks makam Tebuireng hingga monumen Asmaul Husna, semua itu adalah buah tangan pria berkacamata itu.
Sebenarnya di setiap model bangunan ada nilai filosofinya, cuma karena kedangkalan dan lemahnya memory penulis sehingga tidak dapat kami sampaikan secara detail. Namun secara umum, lokal wisdom dan nilai-nilai keislaman menjadi konsep dasar.
Egaliter dan Terbuka
Dalam obrolan itu, sempat menguap pertikaian pemikiran beliau dengan kakanda, Gus Dur terkait konsep posisi Ayah mereka berdua, KH Wahid Hasyim mengenai konsep negara. Beliau dengan ringan berkomentar, “Bagi saya, perbedaan itu indah jika kita memaknai sebagai bunga rampai. Saya terbiasa berbeda pendapat meski dengan keluarga. Asal, yang penting masing-masing punya dasar yang dapat dipertanggungjawabkan dan saling menghormati”.
Di sini lah menurut penulis bahwa Gus Sholah dan Gus Dur laksana dua mata uang yang memiliki karakter kuat.
Terakhir, tulisan ringkas ini tidak mungkin menghadirkan sosok Gus Sholah secara utuh. Apalagi menambah kebesaran Gus Sholah -yang asalnya sudah besar- atau mengurangi marwah beliau. Cuma penulis ingin berbagi bagaimana ide dan pemikiran beliau yang masih relevan hingga kini atau bahkan masa yang akan datang.
Saat menulis ini, masih segar di memori penulis bagaimana beliau sering menyelipkan senyum hangat di sela-sela obrolan kala itu. Sungguh detik ini kehangatan itu meradang saat sadar berita-berita pemakaman mulai berseliweran. Jutaan pasang mata meleleh mengenang putra idaman bangsa.
Selamat jalan Gus…
Muhammad Hasyim
Ketua LTN NU Gresik | Pimred NUGres