GRESIK | NUGres – Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdallah (Gus Ulil) mengungkapkan bila belakangan ini terjadi sentimen negatif di media sosial yang menyasar PBNU dan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).
“Saya merasa akhir-akhir ini ada keresahan di sebagian teman-teman nahdliyyin yang bermain media sosial. Sebabnya adalah serangan dan “negatif sentiment” terhadap PBNU dan Gus Yahya,” ungkap Gus Ulil di akun X miliknya dilihat NUGres pada Selasa (23/7/2024) malam.
Serangan virtual yang menyasar PBNU dan Gus Yahya akhir-akhir ini, menurut Gus Ulil karena terdapat perkembangan krusial menyangkut NU yang menjadi bahan untuk melancarkan serangan di antaranya yakni konsesi tambang, keberangkatan lima anak NU ke Israel, bahkan Gus Yahya sendiri juga pernah pergi ke sana, dan lain lain.
Yang lebih krusial lagi, jelas Gus Ulil melihat situasi PBNU saat ini yang dalam “posisi politik” memiliki kedekatan dengan Presiden Joko Widodo.
“Setiap kubu yang berpihak pada Jokowi saat ini sudah pasti rentan menjadi obyek kritik dan serangan. Ini hal yg biasa dalam setiap pertarungan politik,” sambungnya.
Gus Ulil menjelaskan, NU adalah ormas besar setiap dinamika apapun yang terjadi di dalam dan pada organisasi ini, pasti akan memantik reaksi dan komentar dari publik.
“Kita harus memaklumi hal ini. Komentar-komentar itu, baik positif atau negatif, harus dimaknai sebagai pertanda bahwa “NU matters”; NU penting, karena itu menjadi pusat perhatian,” imbuh Gus Ulil.
Dalam percakapan personal, Gus Ulil mendengar bila Gus Yahya juga kadang membicarakan soal sentimen negatif terhadap NU hari-hari ini.
“Salah satu komentar dia (Gus Yahya) yang saya suka kira-kira begini: “Saya ini bukan politisi yang peduli elektabilitas. Jadi, saya kurang begitu peduli pada reaksi publik. Saya hanya melakukan sesuatu yang saya anggap benar dan tepat. Reaksi publik seperti apa, monggo saja,” ucap Gus Ulil.
“Jadi, teman-teman NU tidak usah resah dengan sentimen negatif terhadap NU di medsos hari-hari ini. Reaksi seperti ini kita maklumi saja. Jika ada sesuatu yang bisa dijelaskan, ya kita jelaskan, seperti soal kunjungan lima teman NU ke Israel itu. Kalau sudah dijelaskan kok masih dicerca terus, ya dibiarkan saja. Namanya juga netizen. Kalau tidak ada cercaan memang tidak seru,” kata Gus Ulil.
Gus Ulil juga berpesan kepada warga NU tidak usah terlalu risau dengan sentimen di medsos. Memang percakapan di medsos tidak bisa diabaikan. Tetapi menurutnya, tak perlu “terfiksasi” atau terpaku oleh isu di medsos. Gus Ulil bilang kalau isu di medsos cepat datang dan pergi. Dan apa yang terjadi di medsos tidaklah mencerminkan realitas sehari-hari.
“Teman-teman NU tetaplah aktif seperti biasa. Memperkuat organisasi di segala tingkatan. Kritik-kritik dari luar harus kita anggap sebagai “pupuk” penyubur semangat. Terakhir, belum pernah NU sebagai jam’iyyah solid dan kokoh dari pusat sampai ke bawah seperti di zaman Gus Yahya saat ini. Kaderisasi berjalan begitu intensif saat ini di seluruh Indonesia. Pembenahan lembaga dan banom sedang berlangsung dg serius saat ini,” tukas Gus Ulil.
Dengan segala kekurangannya, Gus Ulil menyebut bahwa PBNU di bawah Gus Yahya berjalan kompak dan solid saat ini. Serangan-serangan kepada PBNU saat ini justru mengingatkannya pada era Gus Dur dulu. Di zaman Gus Dur dulu, kata Gus Ulil, NU mengalami situasi serupa menjadi sasaran kritik dari begitu banyak pihak, karena Gus Dur berani mengambil keputusan yang kadang kontroversial dan berani berpikir “non-linier”.
“Alhamdulillah, “bakat” berani bertindak non-linier ini diwarisi anak-anak NU sejak dulu hingga sekarang. Ini positif karena bisa menghidupkan diskusi, perdebatan, polemik, kontroversi. Suasana jadi hidup. Islam pun jadi dinamis. Kalau ingin tidur nyaman dan tidak kontroversial, ya diam saja dan jadilah sosok yang menyenangkan semua pihak. Tetapi dengan begitu, anda tidak menjadi apa-apa” pungkas Gus Ulil.
Saat cuitan Gus Ulil yang begitu jelas dan sangat gamblang untuk dipahami ini ditulis NUGres, diketahui bila cuitannya telah dilihat sebanyak 189 ribu, disukai 1,2 ribu, diposting ulang 436 kali, dan mendapatkan komentar yang beragam sebanyak 502.
Editor: Chidir Amirullah