GRESIK | NUGres – Siapa yang tidak tahu kalau Gresik berjuluk Kota Santri, Kota Wali. Gresik kerap dipotret sebagai daerah yang dipenuhi kegiatan religi. Terbukti, hilir mudik orang mendatangi Kabupaten Gresik untuk bertabarrukan di makbarah para Waliyyullah.
Nah, jelang pendaftaran santri baru yang bakal dibuka sebentar lagi, ternyata tidak hanya calon buah hati penyandang statusu santri baru yang dikuatkan. Baik secara pikiran dan mental walisantri.
Ada tamsilan atau perumpamaan yang sederhana. Mudah dicerna. Dan segera dapat dipahami maksudnya. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA., kaitannya dengan proses pendidikan seorang anak.
Pesan Pak Nuh demikian disapa, sangat menginspirasi. Ia menyampaikan kalau pendidikan itu tidak bisa disamakan dengan dua belah pihak misalnya; antara pemilik kain, dan seorang penjahit atau bahasa istilahya tailor.
“Pendidikan itu tidak sama dengan tailor (penjahit). Penjahit itu, kita punya bahan jahitan terus kita serahkan pada tailor, engkok dadine pirang dino? Biayane piro?. Tak bayar–selesai. Itu penjahit. Pendidikan bukan seperti itu,” kata Pak Nuh pada reel instgram @Progresiftv di akses NUGres, Senin (5/6/2023) pagi.
“Jadi Panjenengan (orang tua) tidak bisa hanya menyerahkan, pinten mbayare? spp-ne? Sakjuta. Engken luluse pinten dinten? Pinten tahun? Telung tahun. Yawis tak bayar kabeh lunas, selesai. Ndak bisa..” sambungnya.
“Sekolah/pondok, bukan tukang jahit. Tapi beliau-beliau poro kiai, poro guru dan seterusnya membantu. Karena hakikatnya membantu maka tanggungjawabnya tetaplah di orang tua,” imbuhnya.
“Tidak bisa melepas seperti tukang jahit. Mentang-mentang wis mbayar, elek diseneni tukang jahite, ndak bisa,” tutup mantan Menteri Pendidikan RI tersebut.