Nderes al-Qur’an di Bumi Surganya ahli Kholwat
Dengan mengenakan jaket kulit hitam, tubuhnya yang tinggi besar tampak semakin gagah saat menunggang kuda besinya; Norton 350 CC. Suara mesin moge ini terdengar menggelegar pertanda sang pemilik siap-siap touring ruhani ke Madura.
‘’Itulah Pak De-mu. Setiap Ramadlan sebulan penuh berkholwat di Batu Ampar,’’ kata abah H Cholid. ‘’Semua urusan dunianya ditinggal. Kebutuhan anak istrinya sudah disiapkan, sehingga tidak ada yang menyibukkannya kecuali berdzikir dan membaca al-Qur’an,’’ tambahnya.
Batu Ampar, nama desa di kecamatan Proppo, Pamekasan. Hutan dan perbukitan membuat udara kawasan ini segar dan asri. Bangunan ‘buju’ tua (makam tua) dapat disaksikan di pelbagai sudut desa. Itu menjadi penegas bahwa Batu Ampar adalah bagian dari sejarah tumbuh kembangnya Islam.
Para waliyullah Batu Ampar dikenal sebagai ahlul kholwat, suka menjauhkan diri dari urusan dunia agar lebih dekat dengan Allah swt. Syeikh Abdul Manan adalah yang mengawalinya. Setelah ayahnya yang bernama Syeikh Sayyid Husen dibunuh pasukan raja Bangkalan pada abad 15, Syeikh Abdul Manan melarikan diri berkholwat di di tengah hutan Batu Ampar.
Kegemaran berkholwat itu diteruskan anak cucunya, termasuk Syeikh Syamsudin yang berjuluk ‘Buju Latthong.’ Dalam perkembangannya, Batu Ampar akhirnya tersiar sebagai surganya orang-orang ahli kholwat. Mbah Kholil Bangkalan, Mbah Hasyim Asya’ari, dan ulama tersohor lainnya disebut-sebut sering duduk tafakur di sana untuk tabarukan sekaligus taalluman.
Ghirah menapaki jejak suci para waliyullah sekaligus mengenang masa-masa Pak De beriktikaf di Batu Ampar menyeruak di malam likuran. Di tengah-tengah keinginan yang terus memuncak itu, tiba-tiba tiga pasukan tirakat PCNU Gresik mengajak maleman di tempat yang saya impikan; Batu Ampar.
Melewati jalur-jalur berliuk-liuk, perjalanan malam itu memutar film kenangan 25 tahun lalu, saat saya bertugas di pulau Garam ini. Burneh, Tanah Merah, Galis, Blegah, Torjun, Omben, Nipah beserta orang-orangnya adalah deretan sesuatu yang sulit hilang dari ingatan.
Sayang setibanya di loaksi, tidak bisa salat tarawih berjamaah bersama masyayih. Salat dengan jamaah terbatas di musalla kecil samping ‘Buju Lathong’ ada rasa yang beda. Usai salat Isyak dan tarawih diteruskan dengan nderes al-Qur’an.
‘’Orang-orang yang datang ke sini, dianjurkan baca al-Qur’an minimal tiga kali khatam,’’ kata Gus Zain, Wakil Ketua PCNU Gresik.
‘’Tetapi kalau tidak cukup waktu, bisa dicarikan badal atau pengganti untuk mengkhatamkannya,’’ tambah Gus Rodli, santri Mambaul Maarif, Jombang. ‘
’Ya kalau saya sudah tiga kali khatam di rumah sehingga di sini tinggal melanjutkan ayat-ayat terakhir saja,’’ jelas Gus Asyhadi tokoh penting PCNU Gresik.
Semalam khatam al-Qur’an sampai tiga kali bagi saya hal yang sangat mustahal. Memang, bisa saja diganti dengan baca qulhu 9 kali, tetapi sebagai pembelajar tafsir dan hadits, saya ingin sekali malam itu, membaca kitab suci ini tanpa dituntut cepat khatam.
Ajaran waliyullah Batu Ampar agar banyak-banyak mengkhatamkan al-Qur’an mengandung makna yang sangat filosofis. Kitab suci ini tidak cukup dibaca sekali agar samudra makna yang terkandung di dalamnya bisa dipahami. Tetapi jika berhenti sebatas pemahaman yang dirumuskan dalam kerangka teoritik tanpa diaplikasikan dalam kehidupan nyata, maka efeknya hanya melahirkan pahala yang bersifat ukhrowi.
Di sinilah mengapa Islam selalu terhalang membentuk peradaban manusia bertaqwa? Kita belum dengan sesungguhnya mentransformasikan nilai-nilai al-Qur’an dalam menjalankan fungsi sebagai khalifatullah.
Cukup saya saja yang khawatir; jangan-jangan memang demikian skenario musuh-musuh Islam yang menginginkan agar umat Islam cukup bangga dengan simbol-simbol kebesaran al-Qur’an saja tanpa mengamalkannya secara total. *
Penulis : Nur Fakih