DUKUN | NUGres – Kawruh Sedulur Sejati sebuah perkumpulan yang mewadahi dan melestarikan keluhuran tradisi Jawa, memperingati tanggal 1 Suro 1958 Tahun Jawa berdasarkan kalender Sultan Agung yang bertepatan dengan 2 Muharrom 1446 Hijirah dengan menggelar Grebeg Suro, pada Senin (8/7/2024) malam.
Grebeg Suro diikuti oleh ratusan warga desa setempat hingga dihadiri oleh warga dari luar desa. Kegiatan ini berlangsung di selasar Langgar Kahuripan, Desa Wonokerto Kecamatan Dukun, Gresik.
“Grebeg suro yang kami selenggarakan ini sebenarnya sudah dimulai sejak 2002, namun masih kecil-kecilan. Mulai dari hanya mengundang teman dekat, lalu tempatnya pun berpindah-pindah, kemudian tahun berikutnya ngundang tetangga,” terang Ki Imron selaku pemangku Kawruh Sedulur Sejati.
Dikatakan Ki Imron, sejak tahun 2021 seorang teman mengusulkan agar penyelenggaraan Grebeg Suro dilaksanakan di halaman luar rumah serta mengundang lebih banyak warga.
“Dari usul seorang teman ini, kemudian muncul ide mengundang warga agak banyak, sebab dirinya siap menyumbang kambing untuk acara. Nah, janji teman ini alhamdulillah istiqomah hingga tahun ke-4 acara Grebeg Suro,” sambungnya.
Walau hanya dengan getok tular, ngajak dari mulut ke mulut, menyebarkan poster digital melalui grup WhatsApp ke sesama pelestari budaya di Gresik dan Lamongan, acara Grebeg Suro 2024 berlangsung sangat meriah.
Tak hanya itu, Kawruh Sedulur Sejati juga menyediakan nasi kebuli sebagai kekhasan acara Grebeg Suro. Selain itu, terdapat pula gunungan hasil bumi warga masyarakat Desa Wonokerto Dukun Gresik.
“Alhamdulillah warga sudah sudah terbiasa tanpa undangan jika mendengar kabar grebeg suro pasti ingat nasi kebulinya dan juga sudi hadir. Acara kami dan teman-teman yang tergabung dalam Kawruh Sedulur Sejati ini untuk merawat budaya,” sambungnya lagi.
Napak Tilas Islamisasi Sunan Bonang
Disamping merawat budaya, Ki Imron menjelaskan bahwa Grebeg Suro ini juga mengingatkan peristiwa penting tentang pengislaman di tanah jawa oleh Kanjeng Sunan Bonang di alun-alun Masjid Agung Demak pada sekitar abad 15.
“Sejak beliau (Sunan Bonang) diangkat menjadi imam besar di Masjid tersebut menggantikan mertuanya yaitu Ki Gede Karang Kemuning, saat itu beliau membuat tumpeng raksasa yang diletakkan di halaman masjid sebelum tumpeng tersebut dibagikan,” ungkapnya.
Kemudian, sambung Ki Imron, saat itu warga yang berharap berkahnya terlebih dulu warga mengucapkan dua kalimat syahadat atau syahadatain yang kemudian berubah menjadi sekaten.
“Namun istilah sekaten saat ini mungkin tidak relevan lagi karena warga di Desa Wonokerto ini sudah islam semua, jadi yang kami ambil dari peristiwa tersebut tinggal Grebeg Suro saja yang masih relevan. Karena rutin kami adakan tiap tahun,” jelasnya.
Ia berharap, pelaksanaan Grebeg Suro ini semua yang hadir dapat ‘tafaulan’ dengan para sunan dan auliya terkait keistiqomahan, kesabaran, dan kegigihan, dalam menjaga keyakinan keimanan kepada Allah Swt.
Harapan lainnya, sambung Ki Imron, dari warga yang berebut gunungan berisi hasil panen desa sebagai tanda syukur. Bersemangat dalam bertani. Dan proses berebut gunungan tersebut warga tetap diajak membaca syahadat terlebih dahulu.
Di penghujung penjelasannya, Ki Imron menyampaikan bila Kawruh Sedulur Sejati bukan gerakan syiar. “Akan tetapi lebih kepada penekanan laku, ketenangan dan kesabaran,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Lesbumi NU Gresik Lukmanul Hakim yang hadir di tengah-tengah acara Grebeg Suro Kawruh Sedulur Sejati mengapresiasi gelaran tersebut.
Dalam pandangannya, Grebeg Suro dapat dijadikan sebagai wahana untuk mukhasabah terhadap waktu berjamaah menjadi ritual budaya, merefleksikan masa lalu.
“Dan menapak masa depan menjadi lebih bermakna serta bermartabat, sekaligus wujud rasa syukur kepada karunia Allah Swt,” kata Lukman.
Hal ini, kata Rakai Lukman nama panggungnya, terwujud dalam bentuk gunungan yang bisa dinikmati beramai-ramai oleh masyarakat desa Wonokerto.
“Maka dari itu, acara Grebeg Suro seperti di Wonokerto harus dilestarikan dan semoga di desa lain menyelenggarakan acara yang sama,” harapnya, memungkasi.
Selain diikuti ratusan warga, kegiatan ini juga dihadiri dan didukung oleh Lesbumi NU Gresik, Lembaga Kajian Seni Budaya dan Keislaman (Legian) Lamongan, Ikatan dukun Nusantara (IDN Korwil Jatim), Yayasan diaz Nawaksara dan Grup Seduluran Selawase.
Penulis: Syafik Hoo
Editor: Chidir Amirullah