BUNGAH | NUGres – Rangkaian Haul 124 KH Sholih Tsani, Pondok Pesantren Qomaruddin Bungah menggelar Halaqoh Fiqih Peradaban; Fiqih Siyasah dan Negara Bangsa. Kegiatan yang menghadirkan sejumlah pakar fikih kaliber nasional berlangsung di Aula SMA Assa’adah Sampurnan Bungah, Gresik, salah satu unit lembaga pendidikan Pondok Pesantren Qomaruddin Bungah, pada Rabu (14/12/2022).
Halaqoh dibuka dengan beberapa sambutan diantaranya Ketua Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin (YPPQ), KH Nawawi Soleh, dilanjutkan Wakil Bupati Gresik Hj Aminatun Habibah (Bu Min), dan kemudian Katib Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Gresik KH Abdul Malik.
“Karena Pak Bupati dan saya lahir dari keluarga Nahdlatul Ulama, tentu kami siap men-support kegiatan-kegiatan NU. Mohon do’a mudah-mudahan kami berdua selalu bisa men-support kegiatan NU di Kabupaten Gresik ini,” tutur Wakil Bupati Gresik, Bu Min. Sementara itu sambutan singkat Katib Syuriah NU Cabang Gresik, KH Abdul Malik menyampaikan apresiasi kegiatan Halaqoh Fiqih Peradaban yang digelar oleh Pondok Pesantren Qomaruddin Bungah.
Selanjutnya, sebelum Narasumber menyajikan materi, didapuk sebagai pemantik halaqoh, Alimin SH., MH., menyampaikan narasi mengenai latar belakang kegiatan fiqih peradaban yang telah menjadi diskusi para akademisi Pondok Pesantren Qomaruddin.
“Tema halaqoh peradaban fiqih siyasah dan negara bangsa ini dipilih Qomaruddin sengaja diberi ruang sebebas-bebasnya, ini perlu urai dengan sebebas-bebasnya, karena sebenarnya wacana nation state diikuti oleh berbagai macam wacana konstitusionalisme, wacana HAM (Hak Asasi Manusia), pluralisme, gender, multikulturalisme dan lain sebagainya,” ungkap Alimin, Mudir Ma’had al-Jami’ah Universitas Qomaruddin (UQ) Gresik ini.
Tak hanya itu Alimin berharap, pergulatan pemikiran para akademisi dan intelektual yang belakangan bergeliat di kedai kampus UQ berjuluk “Fakultas Kopi”, telah menjadi oase bagi realitas yang luput terpotret baik dalam konteks nasional dan lokal. Bahkan, ia tanpa canggung mengapresiasi lahirnya Halaqoh Fiqih Peradaban yang salah satunya menjadi perbincangan di kedai tersebut.
“Padahal kalau kita bicara republik ini, demokrasi itu tidak terlepas dari kesejahteraan. Teman-teman yang sudah melakukan perbincangan ini, sebenarnya sudah nulis refleksi tentang fiqih peradaban, yang nanti akan dijadikan buku. Sekarang lagi dipersiapkan. Ada semacam perkembangan pemikiran bahwa mengamati kajian fiqih siyasah ini kering persoalan kesejahteraan yang berkeadilan,” cetus Alimin yang juga merupakan A’wan Syuriah PCNU Gresik ini. Sejurus kemudian, ia mempersilakan narasumber secara bergiliran membagikan pandangannya.
Sementara Narasumber Halaqoh Nasional ini antara lain Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yakni Dr. (HC) KH Afifuddin Muhadjir, Rais Syuriah PBNU yang sangat populer sebagai Penulis produktif seputar Fiqih dan hukum yakni KH Masdar Farid Ma’sudi. Serta KH Ma’ruf Chozin Ketua Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur.
Pada gilirannya, Rais Syuriah PBNU KH Masdar Farid Mas’udi menjelaskan bahwa Fiqih Peradaban dalam bahasa jawa memiliki makna ‘Tepo Sliro’, yakni fiqih yang bisa memberikan rasa adil, aman, berkemajuan, dan berkembang untuk maslahat umat muslim terutama di negara Indonesia.
“Sebab kekuasaan di dunia setelah Tuhan adalah negara. Oleh karena itu, negara wajib dikawal oleh rakyatnya melalui Syuro (atau yang biasa di Indonesia disebut dengan Musyawarah). Nah uniknya, di Indonesia meskipun dengan jumlah penduduk terbanyak umat muslim namun tidak menyebut dirinya negara islam, akan tetapi negara berkeadilan atau Pancasila,” ujarnya.
Negara Indonesia, lanjut dia, menjadikan asas keadilan sebagai yang paling akhir atau pamungkas dalam Pancasila, yakni Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Namun jika dilihat dari seluruh asas yang termuat dalam Pancasila, Indonesia sudah sangatlah islami, sekalipun tidak menyebut negara islam.
“Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa sesungguhnya bermakna tauhid, kemudian Kemanusiaan yang Adil dan Beradab itu kita menjaga betul insaniyah, lalu Persatuan Indonesia adalah Ukhuwah wathaniyah, dan keempat Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan itu Syuro Bainahum dalam bahasa Al Qur’an, baru kemudian pamungkas nya adalah Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Jadi jika dilihat dari Pancasila, Indonesia adalah yang sangat islami,” beber dia.
Sementara itu, Wakil Rais Aam PBNU KH Afifuddin Muhadjir menerangkan, ada beberapa perbedaan pendapat ulama terkait siyasah atau politik. Seperti pendapat Syekh Muhammad Abduh, yakni Naudzubillahi Minas Siyasah, artinya ‘Saya memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari persoalan politik’.
Akan tetapi, sambung dia, dipihak lain menyebutkan hal yang berbeda atau justru bertolak belakang, seperti Syekh Najmuddin Al Bihan yang menyebutkan ‘Almuslimuna Alladzina La Yahtammuna bi Siyasah, Yahkumuhum Siyasiyuna La Yahtammuna bil Muslimin’, maknanya ‘Orang-orang Islam yang tak peduli dengan persoalan politik, akan dipimpin oleh kaum politisi yang tak peduli dengan kaum muslimin’. Ini artinya politik itu penting.
“Sesungguhnya perbedaan cara pandang tentang politik antara Syekh Muhammad Abduh dan Syekh Najmuddin Al Bihan karena politik yang dilihat keduanya berbeda, politik yang dilihat oleh Syekh Muhammad Abduh adalah siyasah takfiri yah atau menghalalkan segala cara, tetapi yang dilihat Syekh Najmuddin Al Bihan adalah siyasah syar’iyah atau politik kemaslahatan,” katanya.
Siyasah syar’iyah, bisa mengarah kepada Mu’tabaroh ataupun Mursalah. Hal itu tertuang dalam tiga qonun asasi Qowaidul Fiqhiyah. Dimana, sesuatu yang menurut akal sehat itu baik maka dinamakan maslahat, selanjutnya sesuatu yang menurut akal sehat itu baik dan mendapat apresiasi dari Al Qur’an dan Hadits itu dinamakan maslahat mu’tabaroh. Sebaliknya, yang tidak mendapat apresiasi dari Al Qur’an dan Hadits itu dinamakan maslahat mulghot.
“Kalau ada maslahat atau menurut akal sehat itu baik akan tetapi tidak memiliki acuan langsung baik yang mengapresiasi maupun menafikan di dalam Al Qur’an maupun Assunnah itu dinamakan maslahat mursalah,” sambung dia.
Sedangkan Ketua Aswaja NU Center Jatim KH Ma’ruf Khozin lebih lebih menjelaskan terkait asal-usul nasionalisme atau mencintai tanah air dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dari berbagai pendapat ulama terdahulu.
Untuk informasi, selain dihadiri oleh tokoh PBNU, Wakil Bupati Gresik, Ketua Yayasan YPPQ, Rektor Universitas Qomaruddin, jajaran PCNU Gresik, Pimpinan Banom dan Pengurus Lembaga PCNU Gresik, Pengurus MWC NU serta Alumni santri Qomaruddin, juga nampak kegiatan ini sederet Tokoh Publik Gresik. Kegiatan ini juga disiarkan secara langsung melalui Youtube Pondok Pesantren Qomaruddin dan telah ditonton sebanyak 1,6 ribu kali. (Rifq/Chidir)