BUNGAH | NUGres – Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Bungah melangsungkan Lailatul Kopdar 1446 H perdana di Aula KH Hasyim Asy’ari Gedung MWCNU Bungah, Ahad (2/3/2025) malam.
Lailatul Kopdar merupakan program kolaborasi antar beberapa lembaga dan badan otonom (Banom) MWCNU Bungah, diantaranya Aswaja Center, Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN), PAC Muslimat NU, PAC Fatayat NU, PAC IPNU, PAC IPPNU, PAC GP Ansor, serta Pengurus Ranting-Ranting se-Kecamatan Bungah.
Selain sebagai upaya menghidupkan malam-malam mulia bulan suci Ramadan, program yang terinspirasi dari “ngopi, ngaji dan darusan” itu juga menjadi ajang silaturrahmi, ngaji kitab kuning, hingga ngaji bareng atau darusan.
Berjalan semarak, acara Lailatul Kopdar dibuka dengan sedikit pengantar dari moderator. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan kitab Al-Misku Al-Faih, kitab yang berisi kumpulan dawuh-dawuh KH Hasyim Asy’ari, yang ditulis oleh Gus Nanal Ainal Fauz.
Qori’ perdana Lailatul Kopdar 1446 H adalah Ketua Tanfidziyah MWCNU Bungah KH M. Ala’uddin. Sekitar 70-an nahdliyin hadir khidmat menyimak dan memaknai kitab yang sudah disiapkan panitia. Disiarkan secara live streaming di kanal YouTube MWCNU Bungah, Lailatul Kopdar juga menjadi ruang bagi para kader untuk belajar dan menambah wawasan tentang keislaman, khususnya Ahlussunnah wal Jamaah.
Di dalam mukaddimah kitab, KH. M. Ala’uddin menjelaskan bahwa kitab Al-Misku Al-Faih berarti minyak misik yang semerbak wangi, yang berisi 51 nasihat dan hikmah dari KH. Hasyim Asy’ari.
KH. M. Ala’uddin kemudian menjelaskan 4 ‘maqolah’ dari sang Pendiri NU. Pertama, tentang pentingnya nahdliyin agar selalu bertakwa dan mendasarkan pada Al Qur’an, hadits, dan ulama.
“Berpikir, bertindak dan berorganisasi juga harus berdasarkan pada ketiga itu. Kita tidak boleh meninggalkan Al Qur’an,” jelas sosok yang juga merupakan Pemangku Pondok Pesantren Qomaruddin, sambil menceritakan bagaimana kaum Nasrani yang meninggalkan kitab Injil.
Kedua, larangan agar tidak mengikuti pendapat ateis (ingkar/mulhiidin) dan ahli bid’ah. Pada maqolah itu, KH. Hasyim Asy’ari mengajak umat Islam agar menjahui segala perilaku dan pemikiran para ateis. Karena itu akan sangat menyesatkan, mengingat para ateis itu tidak punya iman.
Ketiga, anjuran mengandalkan kitab ulama yang masyhur atau terkenal. Selain itu KH. Hasyim Asy’ari juga mengajak agar kita memerangi para ahli bid’ah, baik dengan tangannya (kekuatannya), dengan lisannya, atau minimal dengan hatinya. “Makanya, kita harus belajar. Memperdalam ilmu kita, supaya bisa melawan dan membantah, para ahli bid’ah,” tuturnya.
Keempat, perjanjian antara KH. Hasyim Asy’ari dengan kita. Bahwa kita harus terus mengikuti dan mengamalkan Al Qur’an, Sunnah, dan ulama salaf yang sholeh (salafus sholihin). Kenapa harus melalui ulama dan tidak langsung ke Al Qur’an? Karena para salafus sholihin itu menjelaskan hal-hal yang ada di dalam hadits.
“Kalau kita langsung membuka hadits, kadang kita tidak bisa langsung dipahami. Butuh penjelasan-penjelasan dari ulama. Sama seperti hadits yang menjelaskan Alquran. Sahabat sendiri kadang masih butuh penjelasan tambahan dari kanjeng Nabi, kadang juga salah tangkap, meskipun mereka orang Arab, dan hidup sezaman dengan kanjeng Nabi,” jelasnya sambil mencontohkan ayat Alquran Surat Al-An’am ayat 82, tentang kata ‘dhulmin’.
Setelah selesai ngaji, Lailatul Kopdar dilanjutkan dengan tadarus, yang langsung dibuka juga oleh KH. M. Ala’uddin. Kemudian secara bergantian para kader NU membaca dan menyimak Al Qur’an. Untuk Lailatul Kopdar pertemuan kedua, pembaca maqolah selanjutnya adalah Gus Ihsanul Kirom dari Rijalul Ansor PAC GP Ansor Bungah.
Penulis: Maghfur Munif
Editor: Chidir Amirullah