Oleh: Dr. Mahmudah, S.Ag., M.Pd.*
KOLOM KALEM | NUGres – Era society 5.0 merupakan resolusi industri 4.0. Di masa ini kegiatan manusia lebih fokus pada pemanfaatan teknologi Artificial Intelligence (AI) di mana manusia menjadi komponen utamanya. Pada era ini penguasaan ilmu pengetahuan sebagai modal bagi manusia untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan sejahtera menjadi sangat penting meskipun dalam menuntut ilmu, setiap anak memiliki cara pandang yang berbeda berdasarkan karakteristik, bakat, dan minat masing-masing individu. Namun, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu menjadi orang pintar, alim, dan ahli dalam bidang tertentu.
Sebagai seorang muslim, tujuan utama dan pertama dalam menuntut ilmu adalah mendapatkan keridloan Allah SWT sehingga ilmu yang diperoleh dapat membawa keberkahan dan kebermanfaatan, baik bagi diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umat. Untuk itu, dalam dunia pesantren adab mencari ilmu menjadi bagian pertama yang diajarkan sebelum mempelajari disiplin ilmu lainnya. Sikap ta’dzim kepada guru sangat tampak di dunia pesantren karena hal ini menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan seseorang, Di pesantren kitab ta’lim mutaallim menjadi rujukan untuk belajar adab menuntut ilmu.
Mengapa demikian? Karena adab menuntut ilmu merupakan implementasi dari akhlak mulia. Orang yang berilmu, tetapi tidak beradab menjadi sangat rugi karena kepandaian seseorang belum dapat menjamin keberkahan hidupnya, jika hati, perkataan, dan perilaku belum menunjukkan sikap ta’dzim kepada guru. Oleh karena itu adab menuntut ilmu sangat penting untuk diketahui semua pelajar di negeri ini, tidak hanya yang menempuh pendidikan di pesantren, tetapi juga di luar pesantren. Implementasi sikap ta’dzim adalah berkhlakul karimah, memuliakan guru dan keluarganya serta tidak membantahnya selama sesuai syariat.
Guru memiliki rasa empati, simpati, kasih sayang, dan tidak hanya sekadar transfer knowladge, guru juga membimbing, mengarahkan, memotivasi, dan mengevaluasi proses belajar. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa peran guru tidak akan tergantikan oleh sebuah perangkat teknologi artificial intelligence meskipun teknologi mampu menjadikan seorang anak pandai dan memiliki pengetahuan serta keahlian di bidang tertentu. Oleh karena itu, seorang guru harus terus mengikuti perkembangan teknologi dan selalu update agar tidak tertinggal dan menjadikan dirinya sebagai pembelajar sepanjang hayat sehingga mampu menjadi teladan bagi anak didiknya. Dengan demikian, kehadiran guru sebagai fasilitator, inspirator, motivator, imajinatif, kreatif, membentuk tim kerja, dan mengembangkan nilai-nilai karakter tidak bisa digantikan oleh teknologi artificial intelligence.
Demikian pentingnya keberadaan seorang guru sehingga anak didik tidak boleh meremehkan dan merendahkannya, bahkan orang tua pun harus mengajarkan anaknya untuk selalu menghormati guru. Anak didik dan orang tua tidak boleh menganggap bahwa mereka sudah membayar sekolah sehingga menuntut agar mereka harus mendapatkan layanan yang sesuai dengan keinginannya. Orang tua harus bersedia untuk duduk bersama mencari solusi jika ada hal yang tidak sesuai dengan harapan. Hal ini sangat penting karena masih banyak orang tua yang belum menyadari bahwa keberkahan ilmu yang diperoleh anaknya karena adanya kerelaan dan ketulusan seorang guru. Oleh karena itu, sebagai orang tua harus bijak dalam bertindak dan berkata agar tidak membuat hati seorang guru terluka.
Selain itu, sejatinya menuntut ilmu itu, adanya keterikatan antara guru dan anak didik. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin bahwa adab yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu sebagai berikut:
1. Menyucikan jiwa dari akhlak yang tercela. Sebelum menuntut ilmu, anak didik harus membersihkan dirinya dari akhak tercela dan meniatkan diri mendapatkan ridlo dari Allah SWT, tidak sekadar memeroleh ilmu untuk tujuan dunia saja, tetapi juga agar tidak menyimpang dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Bersungguh-sungguh dalam belajar. Seseorang yang menuntut ilmu harus bersungguh-sungguh dan rela berkorban agar ilmu yang dipelajarinya bisa dicapai, rela mengorbankan waktu bersama keluarga, bermain dengan teman, dan aktivitas lain yang tidak mendukung pencapaian tujuannya.
3. Tidak sombong karena ilmu. Seseorang tidak boleh bersikap sombong dan menentang guru, ia harus taat dan menerima apa yang disampaikan oleh guru agar ilmunya benar-benar dipahami. Semakin pandai seseorang, maka ia semakin arif dan bijaksana. Seorang yang menuntut ilmu hendaknya menghargai para ulama dan berlapang dada ketika berbeda pendapat. Dengan menghormati guru, maka ia tidak meremehkan ilmu yang diajarkan.
4. Menghindari perselisihan. Setiap manusia memiliki perbedaan satu sama lain, baik dalam ide maupun pendapat. Untuk menghindari perselisihan, maka seseorang dibiasakan berpendapat berdasarkan sumber-sumber atau referensi yang valid. Hindari topik-topik yang menimbulkan perdebatan satu sama lain karena masing-masing orang memiliki sumber dan rujukan sendiri.
5. Tuntas dalam menuntut ilmu. Mempelajari suatu disiplin ilmu harus dilakukan secara sistematis sesuai dengan hierarki keilmuan agar memudahkan pemahaman. Oleh karena itu sebagai seorang yang menuntut ilmu harus rajin mengikuti pembelajaran sehingga tidak tertinggal bagian dari komponen ilmu yang dipelajari.
Faktor keberhasilan seseorang yang menuntut ilmu tidak hanya bersumber dari dirinya, melainkan guru juga memiliki fakor penting. Oleh karena itu, Imam Ghazali memiliki beberapa kriteria khusus. Guru yang diberikan tugas mendidik adalah guru yang cerdas dan sempurna akalnya, baik akhlaknya, dan kuat fisiknya. Selain sifat umum tersebut, guru yang baik menurut Imam Ghazali adalah sebagai berikut.
1. Memiliki belas kasihan. Guru memiliki belas kasihan kepada murid seperti kepada anak sendiri, hal ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan perasaan tenteram pada diri anak didik terhadap gurunya. Jika kondisi psikologi anak didik merasa nyaman, maka akan berdampak pada penguasaan ilmu yan diajarkan. Seorang guru hendaknya memberi motivasi dan semangat yang tinggi untuk belajar dan mengamalkan ilmunya.
2. Berpegang teguh kepada Al-qur`an dan Sunnah. Mengajarkan ilmu adalah kewajiban orang beragama bagi setiap orang yang berilmu, maka seorang guru harus mencontoh dan meneladani Rasulullah dan menjadikan aktivitas pembelajaran itu untuk ber-taqorrub kepada Allah karena pahala yang didapat seorang guru adalah keberadaan anak didik yang belajar.
3. Mencegah anak didik dari akhlak yang buruk. Seorang guru hendaknya dapat mencegah anak didik dari akhlak yang buruk dengan cara yang halus dan penuh kasih sayang.
4. Mengajarkan ilmu sesuai dengan kemampuan anak didik. Seorang guru harus memahami karakteristik dan kemampuan anak didiknya. Hal ini bertujuan agar ilmu yang diajarkan bisa dapat diterima. Guru tidak bisa memaksakan mengajar sesuatu di luar kemampuan anak didiknya.
5. Mengamalkan ilmu yang diajarkan. Seorang guru hendaknya berupaya untuk melaksanakan apa yang telah diajarkan kepada anak didiknya untuk memberikan keteladanan dan tidak mendustakan ilmunya.
Jadi, sangat jelas bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi seorang muslim, baik laki-laki maupun perempuan karena dengan ilmu, Allah akan mengangkat beberapa derajat manusia yang menuntut ilmu dibandingkan dengan yang tidak menuntut ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa dengan ilmu, orang akan mendapatkan kemuliaan, bukan karena harta atau nasabnya. Ilmu sangat penting karena untuk menggapai dunia dan akhirat memerlukan ilmu. Ibadah tanpa ilmu, maka ibadahnya menjadi sia-sia. Rasulullah telah menjelaskan bahwa orang yang menempuh jalan dalam menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga, Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu lebih tinggi dari yang lain.
Dengan demikian, seseorang akan memiliki semangat yang tinggi dalam belajar dan berusaha melapangkan waktu untuk belajar. Mencari ilmu menjadi kebutuhan dan kesenangan karena derajatnya akan ditinggikan Allah sebagaimana Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-lapanglah dalam majelis,” Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu, dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Mahamengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S.Al-Mujadalah:11).
Betapa pentingnya ilmu bagi kehidupan manusia, maka untuk mendapatkan kebahagiaan seseorang harus menuntut ilmu, baik ilmu yang dapat mengantarkan kebahagiaan di dunia maupun ilmu yang dapat dijadikan bekal untuk kehidupan akhirat. Hal yang harus diketahui bagi semua orang yang menuntut ilmu adalah bagaimana ilmu-ilmu yang sudah diraih itu benar-benar bermanfaat sehingga dapat menggapai derajat kemuliaan.
Selain beberapa faktor keberhasilan menuntut ilmu di atas, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang menuntut ilmu. Para santri atau anak didik pasti sangat familier tentang 6 syarat menuntut ilmu dalam kitab ta’lim muta’alim yang mengutip dari Ali bin Abi Thalib, yaitu: (1) mempunyai kecerdasan dan penalaran sehingga dapat menyerap pengetahuan yang didapat, (2) mempunyai hasrat atau keinginan dalam belajar. Anak didik harus memiliki motivasi yang tinggi dalam menuntut ilmu dan merasa paling bodoh sehingga akan terus menuntut ilmu, kemauan ini diharapkan dapat memeroleh kebahagiaan dunia dan akhirat, (3) memiliki kesabaran dan tabah terhadap segala ujian selama mengikuti proses belajar dan tidak mudah putus asa meskipun banyak rintangan, (4) mempunyai materi dan sarana serta prasarana yang memadai untuk belajar karena hal ini sangat menunjang segala kebutuhan dalam proses menuntut ilmu, (5) petunjuk dan bimbingan guru, hal ini agar semua ilmu yang dipelajari tidak menyimpang serta mengakibatkan kesesatan, dan (6) waktu yang lama, yaitu waktu yang dihabiskan dalam menuntut ilmu tidaklah sebentar, tidak ada batas waktu dalam menuntut ilmu, jika semua anak didik memiliki cara pandang seperti ini, maka mereka akan selalu senang sepanjang hayatnya untuk selalu belajar.
Adab menuntut ilmu di era digital ini sangat penting untuk diterapkan. Namun, kecanggihan teknologi dan derasnya arus informasi serta kemudahan memeroleh ilmu pengetahuan dari berbagai sumber tidak membuat seorang anak didik melupakan jasa guru, tetapi tetap bersikap ta’dzim kepada guru karena tanpa adab atau etika, kehidupan menjadi tidak teratur. Dengan demikian, sangat jelas bahwa peran guru tidak akan pernah tergantikan oleh teknologi Artificial Intelligence (AI) karena keberkahan ilmu adalah keridloan guru.
*Dr. Mahmudah, S.Ag., M.Pd., Anggota Lembaga Kajian Strategis Keislaman dan Kebangsaan PC IKAPETE Kabupaten Gresik, asal Kemudi Duduksampeyan.