GRESIK | NUGres – Bila masih terjebak dalam pandangan sepihak jika Perempuan di lingkungan pondok pesantren terkungkung dan dibatasi perannya, seyogyanya perlu menelusuri dan menelisik bagaimana kesetaraan terjadi di salah satu Pondok Pesantren di Gresik.
Melalui sosok Almarhumah Nyai Hj Wafiroh Ma’sum, maka dapat diketahui bila peran perempuan yang terlahir dari lingkungan pesantren dapat mewarnai dan turut andil menentukan arah kebijakan Pemerintah Daerah.
Nyai Wafiroh tercatat sebagai Anggota DPRD Gresik dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB), mewakili suara para perempuan sejak tahun 2009 hingga berjalan tiga periode ini. Beliau merupakan anak bungsu dari 13 orang putra-putri Pendiri Pondok Pesantren Ihyaul Ulum, KH Ma’sum Shufyan.
• Fakta Nama Lahir Nyai Wafiroh & Sederet Tokoh yang Menginspirasinya
Salah seorang keluarga ndalem Pondok Pesantren Ihyaul Ulum, Gus Ata Syifa Nugraha sekaligus keponakan dari Nyai Wafiroh Ma’sum, mengenang sosok Buleknya itu sebagai pribadi yang hangat dan sangat sayang dengan keluarga besarnya.
Ketika sudah sampai di rumah dan berjumpa dengan keluarga, maka jauh berbeda dengan karakter Nyai Wafiroh yang dipotret dan banyak ditampilkan sebagai sosok perempuan yang tegas dan selalu memiliki keberanian mengemukakan pendapat kritisnya (vokal). Khususnya bila sebuah produk kebijakan mulai bersinggungan dan menyangkut ranah perempuan, pendidikan, dan pesantren.
“Panggilan sayang kami kepada beliau itu Buk Ndoh, para cucu beliau kalau menyebut Mak Ndoh. Nama panggilan sayang ini dulunya mungkin tercetus dari kerabat kami yang ndak bisa melafalkan dengan cetho nama akhiran Ibu Wafiroh, hingga kemudian berlangsung hingga saat ini,” kata Gus Ata, saat ditemui di kediamannya, Sabtu (17/9/2022).
Gus Ata juga mengungkap jika nama asli atau nama lahir yang diberikan oleh KH Ma’sum Shufyan kepada Nyai Wafiroh adalah Wardatul Wafiroh.
“Seiring berjalannya waktu, nama Buk Ndoh di KTP berganti menjadi Wafiroh Ma’sum. Mungkin mengikuti nama ayahanda dari Buk Ndoh itu sendiri,” imbuhnya.
Karir politik Nyai Wafiroh pada dasarnya terinspirasi dan mewarisi apa yang sudah dilakukan oleh saudara-saudarinya. KH Mahfudz Ma’sum, KH Robbach Ma’sum, serta Nyai Sakinah Ma’sum memang terlebih dahulu bergulat dalam jalan riuh politik di Kabupaten Gresik.
Namun, proses paling memengaruhi pemikiran dan karakter Nyai Wafiroh ialah sosok sang Kakak perempuannya, yakni Nyai Sakinah Ma’sum.
“Saat Ibu saya menjadi anggota parlemen, Buk Ndoh ini yang kerap kali diajak menyertainya. Mungkin karena sama-sama perempuan ya, selain memang Ibu tahu, potensi dan kecapakan yang dimiliki adiknya ini luar biasa. Beliau pun berharap adiknya dapat menjadi tokoh publik, dan akhirnya memang hal itu terbukti” kata Gus Ata.
Lain itu, ada juga sosok Almarhum KH Najib Mahfudz. Kiai Najib merupakan keponakan dari Nyai Wafiroh Ma’sum. Meski keponakan, namun satu usia. Kiai Najib adalah teman kecil dari Nyai Wafiroh yang merupakan Buleknya. Kiai Najib wafat terlebih dahulu pada 30 Juni 2021 silam.
“Saat wafatnya Kiai Najib ini, yang merasa sangat kehilangan yakni Bu Nyai Wafiroh, sebab keponakannya ini sekaligus teman saat bermain. Banyak waktu yang bersama. Bahkan hingga keduanya menjadi tokoh masih begitu dekat” ungkap Gus Ata.
• Latar Pendidikan Nyai Wafiroh & Kiprah Semasa Menjadi Aktivis
Nyai Wafiroh Maksum diketahui lahir pada 30 Mei 1964. Sejak kecil dibesarkan dan mengenyam pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Madrasah Aliyah (MA) di lingkungan Pondok Pesantren Ihya’ul Ulum, langsung dalam pantauan sang ayahanda yakni KH Ma’sum Shufyan.
“Lalu kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Ushuluddin. Semasa kuliah beliau juga bercerita aktif di organisasi PMII. Salah satu teman seangkatannya yakni Ibu Khofifah Indar Parawansa,” tutur Ketua Majelis Dzikir dan Sholawat Rijalul Ansor (MDS Rijalul Ansor) GP Ansor Cabang Gresik ini.
Gus Ata juga menyampaikan bila dirinya pernah mendengar pengalaman kala Nyai Wafiroh bergelut di dunia organisasi kampus. “Kisah yang paling melekat itu pernah suatu ketika, rantai sepeda motor yang ditumpangi itu loss, pas berboncengan dengan Bu Khofifah. Keduanya ini hendak ke menghadiri suatu kegiatan di kampus, lalu ya dibetulkan berdua,” kisahnya.
• Perlambang; Sorban Pendek Itu Hilang
Istri tercinta dari KH Hasan Mahmud ini wafat pada Jumat 16 September 2022. Nyai Wafiroh wafat setelah berikhtiar cukup lama menyembuhkan sakit yang dideritanya. Beliau meninggalkan tiga orang anak yakni Ning Riris, Ning Imas, dan Gus Adam. Serta empat cucu kesayangannya dari Ning Riris.
Mengenai pra-lambang perginya Bu Nyai Wafiroh kepangkuan Ilahi disampaikan salah seorang Alumni senior Pondok Pesantren Ihyaul Ulum bernama Cak Bisri. Ia akhirnya menceritakan pralambang itu. Namun sang Alumni enggan menceritakan, secara langsung kepada Gus Ata.
Tidak lama pasca kabar meninggalnya Nyai Wafiroh, barulah Cak Bisri yang notabene Ustadz Pengampu Tahfidzul Qur’an di Pondok Ihya’ul Ulum ini memberanikan diri untuk berbagi cerita.
“Gus, aku mari di impeni Abah Ma’sum. Jarene Abah Yai nang mimpiku; “Surbanku sing paling endek ilang Bis”. Maringino tak angen-angen iki lambange opo yo. Sedane Bu Nyai Wafiroh ini aku lagi sadar maksute,” kata Gus Ata menirukan kisah alumni yang menceritakan perlambang itu kepadanya.
Ditanya mengenai, apakah ada anak-anak dari Nyai Wafiroh yang akan melanjutkan kiprah Ibundanya, Gus Ata menyampaikan hingga hari ini potensi itu mulai terlihat diwarisi anaknya. Namun, menurutnya, semua akan lebih proses alami akan berlangsung.
“Yang potensial saya pastikan ada. Tapi memang masih belum tahu minatnya mau meneruskan kiprah di Pemerintahan seperti Ibundanya apa ndak. Jadi biar itu nanti, biarkan semua anak itu berproses dulu,” pungkas Gus Ata. (Chidir)