Oleh: Agil Muhammad*
KOLOM KALEM | NUGres – Bagi kami, alumni Sampurnan, Maulid Syaraf al-Anam tidaklah asing di telinga, begitu pula Maulid al-Diba‘i, Simt al-Durar, dan Burdah-yang biasanya dibaca sebelum sholat jenazah-. Malah, Maulid al-Barzanji yang biasanya akrab di masyarakat luar, bagi kami masih terasa asing penggunaannya. Dan, pengalaman saya nggembel selama tujuh tahun di Jogja, banyak santri Krapyak Jogja yang tidak tahu bahwa ada Maulid Syaraf al-Anam. Memang, Maulid Syaraf al-Anam termasuk jarang digunakan di Indonesia, dan setahu saya, Maulid Syaraf al-Anam ini hanya dibacakan di beberapa daerah di Banyumas, Jawa Tengah.
Berbeda dengan di Sampurnan, Maulid Syaraf al-Anam senantiasa digunakan, dan -bahkan- ditunggu-tunggu kehadirannya di bulan Maulid. Di Sampurnan, Maulid Syaraf al-Anam hanya dipakai ketika bulan Maulid, inilah yang menjadikan tradisi sholawat di bulan Maulid terasa berbeda dari bulan-bulan lainnya. Sementara, di daerah-daerah lain, bacaan maulid yang dibaca sama saja, baik di bulan Maulid, atau di bulan-bulan yang lain. Seperti ketika suatu masyarakat biasanya menggunakan Maulid al-Diba’i, pada bulan Maulid pun mereka tetap membaca Maulid al-Diba’i, hanya berbeda dalam teknis pelaksanaannya saja yang lebih meriah dari biasanya.
Berdasarkan penuturan kisah yang saya dapatkan -khususnya dari Abah saya-, sebenarnya tradisi pembacaan Maulid Syaraf al-Anam di Sampurnan belum terlalu lama, pada masa Mbah Qomaruddin dan Mbah Sholeh Tsani pun masih belum ada. Baru pada masa setelahnya, K. Ya‘qub, menantu Mbah Sholeh Tsani, mulai memperkenalkan Maulid Syaraf al-Anam setelah nyantri di Mekkah, sekaligus menciptakan nada dan irama lagunya, yang hingga saat ini masih digunakan. Pengenalan Maulid Syaraf al-Anam oleh K. Ya‘qub diduga kuat bahwa beliau telah mempunyai ijazah yang muttasil atas maulid ini dari guru-gurunya di Mekkah.
Bermula dari K. Ya‘qub, beliau mengajarkan Maulid Syaraf al-Anam beserta lagunya pada santri-santrinya di Sampurnan, termasuk di antaranya adalah K. Sholih Tsalis, K. Aqib Leran, dan H. Amin Sampurnan (buyut saya). Pada masa itu, pembelajaran Maulid Syaraf al-Anam berupa sorogan dan menghadap langsung gurunya, karena masih belum ada rekaman seperti sekarang. Jadi pembelajaran lagu-lagu tersebut langsung di-tashih ke K. Ya‘qub, sebagai pengarang lagu, sebelum dipraktikkan di masyarakat sekitar.
Mengingat lagu Maulid Syaraf al-Anam diciptakan oleh kiai lokal Sampurnan, maka penyebarannya pun hanya terbatas pada daerah-daerah yang dihuni oleh santri jaringan Sampurnan, seperti Bungah, Glagah, dan Manyar. Di Sampurnan sendiri, sebagai sumber tradisi maulid ini, Maulid Syaraf al-Anam senantiasa dibaca bergilir di masjid dan langgar-langgar sekitar Sampurnan. Para pembawak (pembaca) lagu-lagu di Sampurnan biasanya sudah ditetapkan perorangannya, jadi semua perayaan maulid senantisa dibaca oleh petugasnya masing-masing meski diadakan di berbagai tempat. Termasuk di antara pembaca maulid di Sampurnan adalah (alm) K. Ya’qub, cucu dari K. Ya‘qub pengarang lagu ini.
Maulid Syaraf al-Anam di daerah-daerah lain juga disebarkan oleh para santri langsung K. Ya‘qub, seperti K. Nawawi yang menyebarkannya di Ngaren, K. Ali di Mengare, dan K. Usman (kakek saya) di Manyar. Mereka merupakan tiga bersaudara putra H. Amin yang juga merupakan santri langsung K. Ya‘qub Sampurnan.
Di Manyar (tempat kelahiran saya), Maulid Syaraf al-Anam dibawa oleh K. Usman atas permintaan dari K. Sahlan Manyar yang menginginkan agar Maulid Syaraf al-Anam juga dibacakan di Manyar, sebagaimana yang telah dibaca di Leran yang telah lebih dahulu dibawa oleh K. Aqib Leran.
Perbedaan tempat juga menyebabkan perbedaan pembacaan Maulid Syaraf al-Anam. Di Manyar, lagu Shalatullah ‘ala al-Hadi dibaca setelah Mahall al-Qiyam yang tidak dibaca ketika di Bungah. Begitu pula lagu Al-Hamdu dan Bi Syahri yang tidak dibaca di Manyar, namun dibaca di Bungah. Perbedaan juga terdapat pada iringan rebana, di Manyar -khususnya di Langgar Al-Hidayah dan Langgar Al-Hasyimi- pembacaan Mahall al-Qiyam diiringi oleh rebana yang pukulannya dikarang oleh Jam‘iyah Nibrosul Muhibbin Manyar yang berinduk pada pukulan rebana Al-Muhibbin Tulungagung. Begitu pula teknis pelaksanaan maulid di Manyar yang menggunakan undangan, sementara di Bungah, acara diadakan secara umum.
Lokalitas tradisi Maulid Syaraf al-Anam bisa dibuktikan ketika kita menuju ke Gresik Kota atau ke Gresik bagian utara, kita tidak bisa menemukannya di tempat-tempat tersebut, meskipun jarak daerah tersebut dari Bungah sebenarnya tidak terlalu jauh. Di tempat-tempat tersebut, pada bulan Maulid, masyarakat setempat membaca sesuai kebiasannya pada malam Jumat, tanpa membedakan dan mengistimewakan bulan Maulid dengan bacaan khusus seperti Bungah dan daerah jaringan santrinya.
Kekhasan peringatan maulid di Bungah dan sekitarnya menjadikan suasana bulan Maulid ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya, sebab adanya pembacaan Maulid Syaraf al-Anam ini, yang juga merupakan salah satu khazanah tradisi Islam Nusantara. Hal ini juga membuktikan adanya mahabbah masyarakat ini pada Nabi Muhammad yang asyraf al-anam (manusia paling mulia) yang dengan modal ini insyaallah kita kelak bisa berkumpul dengan beliau, amin.
Bagi kami ketika masih nyantri di Sampurnan, momen bulan Maulid merupakan momen yang sangat ditunggu-tunggu. Kami bisa keluar malam dengan bebas serta dapat berkat satu ember penuh. Kalau bukan momen bulan Maulid, kapan lagi stok jajan kami melimpah, ya kan?
*Agil Muhammad, Santri Sampurnan kini tengah nyantri di Krapyak Yogyakarta.
Jamaah ISHARI biasanya juga pakai bacaan kitab maulid syaraf al anam yg bacaan tersebut tertulis 1 buku dengan kitab maulid ad diba & barzanji