Oleh: H. Achmad Qomaruz Zaman S.H., M.M
KOLOM KALEM | NUGres – Zakat merupakan kewajiban yang kita tunaikan sebagai umat Islam sejak kita dilahirkan di dunia ini. Zakat adalah salah satu dari Rukun Islam itu sendiri. Zakat bukan lagi hal asing yang ada dalam lingkungan masyarakat.
Kehadiran Zakat memberikan banyak manfaat terutama dalam perkembangan perekonomian masyarakat dalam berbagai bidang. Namun, selain kewajiban untuk membayar zakat, masyarakat yang hidup di negara ini mempunyai kewajiban lain yang harus dibayar, yaitu pajak.
Seperti diketahui, dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah memerlukan dana untuk pemenuhan hal-hal yang dibutuhkan. Dana tersebut diantaranya diperoleh pemerintah dari pajak yang diambil dari masyarakat sehingga pajak menjadi salah satu kewajiban masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), untuk pendapatan Rp 60 juta dikenakan biaya pajak 5 persen.
Sementara itu, bagi yang memiliki gaji maupun penghasilan Rp 60 juta per tahun sampai Rp 250 juta per tahun dikenakan tarif PPh final 15 persen. Sedangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ditetapkan Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun.
Undang-undang tentang pajak, sebenarnya sudah mengatur tentang zakat yang dibebankan kepada para wajib pajak. Dalam ketentuan itu, zakat yang dibayarkan wajib pajak dikelompokkan sebagai suatu komponen pengurangan penghasilan bruto sebelum dikenai beban pajak.
Sedangkan tentang Pengelolaan Zakat berdasarkan UU No 23 Tahun 2011 dan PP No 14 Tahun 2014 pasal 1 dan diperkuat juga dengan Fatwa (MUI) Majelis Ulama Indonesia No. 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat, terdapat 3 pengelola zakat di indonesia, yakni pertama, (BAZNAS) Badan Amil Zakat Nasional, yang hadir baik di tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten.
Kedua, (LAZ) Lembaga Amil Zakat yang mendapatkan izin dari BAZNAS, dan ketiga Pengelola Zakat Perseorangan atau Kumpulan Perseorangan dalam masyarakat di komunitas atau wilayah yang telah mendapatkan izin dari BAZNAS atau LAZ.
Terkait panitia zakat, biasanya adalah kelompok masyarakat di desa-desa ataupun di kantor-kantor yang dibentuk atas inisiatif masyarakat itu sendiri yang belum mendapatkan izin dari BAZNAZ.
Panitia zakat tidak memiliki status syar’i dan dasar hukum formil seperti amil zakat resmi yang diatur oleh Undang-undang. Mereka tidak dapat menerima bagian dari zakat yang dikelolanya tersebut.
Dalam hal pembayaran, zakat dapat dibayarkan dalam bentuk makanan pokok, hasil pertanian, hewan ternak, maupun uang tunai. Untuk zakat, bila sudah mencapai nisab, sebesar apa pun nilai uang tunai yang dimiliki, tetap dikenakan 2,5 persen. Nilainya jauh lebih kecil daripada pajak.
Agar zakat yang kita salurkan bisa menjadi pengurang pajak dalam laporan tahunan NPWP pribadi, cara yang tepat adalah menggunakan prinsip restitusi disertai bukti yang cukup tentang zakat yang didonasikan, yang hanya bukti tersebut dapat diperoleh dari lembaga zakat resmi yang mendapatkan izin dari BAZNAZ, contohnya seperti Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Nahdlatul Ulama (Laziznu).
Pajak harus dihitung terlebih dahulu sebagai tagihan untuk dibayarkan dari kewajiban wajib pajak, berdasarkan penghasilan yang didapat selama setahun. Bukti pembayaran zakat dapat dimasukkan ke dalam tagihan pajak tahunan tersebut sebagai ganti pembayaran zakat.
Contoh kasus, kewajiban pajak tahunan sebut saja namanya seorang Pras, tahun ini setelah dihitung sebesar 20 juta rupiah. Pras memiliki bukti donasi baik itu berupa infaq, zakat, atau sedekah ditotal 10 juta rupiah dari Laziznu Gresik. Maka, Pras cukup menyetorkan ke negara sebesar 10 juta rupiah beserta bukti zakat tersebut.
Zakat dan pajak merupakan instrumen keuangan yang memiliki beberapa perbedaan. Meskipun zakat dapat menjadi pengurang pajak, bukan tidak serta merta bebas dari kewajiban seorang muslim terhadap agama dan negara untuk menjadi masyarakat taat bayar pajak. Menjadi keliru apabila kita sudah merasa membayar zakat dan tidak mau membayar pajak, begitu pun sebaliknya.
Zakat dan pajak, keduanya memiliki fungsi dan peranannya masing-masing. Sebagai hamba yang taat kepada Allah SWT, tentu kita harus menunaikan zakat apabila sudah memenuhi syarat.
Dan jika penghasilan bulanan yang kita miliki telah mencapai standar minimal wajib pajak, maka kita juga perlu membayar pajak sesuai yang telah ditentukan oleh undang-undang. Melalui dana pajak, kita berkontribusi bersama-sama untuk meningkatkan kualitas bangsa Indonesia.
H. Achmad Qomaruz Zaman S.H.,M.M., adalah Pengurus Cabang LBHNU Gresik