GRESIK | NUGres – Menurut wiktionary, laman kamus bahasa indonesia di internet, kata virtual berarti maya atau tidak nyata. Kata virtual sering digunakan untuk menunjuk aktivitas komunikasi dan informasi di dunia digitial, seperti media sosial, dan fasilitas lain di internet.
Bagaimana jika kata virtual disematkan pada status atau profesi seseorang. Tentu yang dimaksud adalah aktivitas orang tersebut banyak memanfaatkan alat teknologi digital. Seperti halnya yang disandang lelaki asal Gresik ini, Ahmad Rofiq atau kini terkenal dengan sang Kyai Virtual.
Sehari-hari Ahmad Rofiq menjadi Guru di sekolah. Pria berusia 42 tahun ini dikenal oleh teman-temanya sebagai sosok yang produktif. Ayah tiga putra ini juga tercatat sebagai pengurus Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Gresik di Komisi Dakwah. Selain itu juga punya kegiatan rutin sebagai pembimbing ruhani bagai para penghuni Rumah Tahanan (Rutan) Gresik yang dikelola dalam pesantren At-Taubah.
Salah satu produktifitasnya adalah tulis menulis. Karya-karya tulisnya banyak bergenre sastra, dan telah dimuat media nasional serta dicetak jadi buku. Seperti cerpen berjudul Lidah (Kompas), Gadis Berkerudung Biru (Sindo), Potongan Kepala (Batam Pos), buku yang fenomenal bagi Rofiq adalah Haji Tidak Ke Makkah, dan Jagad Kyai Gresik.
Sebutan Kyai Virtual pada lulusan pesantren Denanyar Jombang ini karena aktivitas dakwahnya melalui kegiatan ngaji kitab-kitab karya Ulama’ seperti Al-Hikam dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital, seperti youtube channel dan whatsapp.
Rofiq menyebutnya dengan Pesantren Virtual Al-Hidayah. Orang lain tentu terbayang sebuah lokasi dengan papan nama dan bangunan saat menyebut Pesantren. Karena Virtual, maka pesantren yang dikelola Rofiq tidak seperti itu.
Pesantren virtual Al-Hidayah ini unik, karena virtual maka santrinya terkelompokkan dalam spesifikasi kajian kitab tertentu, dan aktivitas ngajinya dilakukan secara online melalui whatsaap.
Tidak kurang dari enam (6) asrama online yang telah berjalan. Sembilan asrama online itu dikelompokkan sesuai nama kitab-kitab, seperti Safinatunnajah, Fathul Qorib, Arbain-Nawawi, Al-Hikam, Aqidatul Awam dan Barzanji.
Menurut sang Kyai Virtual, gagasan awal “Pesantren virtual” ini muncul saat ia mengikuti materi dakwah yang disampaikan Prof. Ali Aziz di kegiatan Musyawarah Daerah (Musda) Ke-IV MUI Kabupaten Gresik di Pesantren Mambaus Sholihin, Suci.
“Tak bisa dipungkiri era digital dan revolusi industri 4.0 sudah terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Jika para da’i tidak mengikuti era ini, maka tentunya pesan dakwah yang disampaikan akan diterima oleh kalangan tertentu saja”, kenang Rofiq menirukan kalimat dari Prof. Ali Aziz.
Lebih lanjut, Rofiq menjelaskan, bahwa membangun pesantren membutuhkan dana yang tak sedikit. Pun dengan membangun madrasah ataupun mushalla sebagai basis perjuangan penyebaran agama. Hal ini telah dilakukan oleh para pendahulu. Saat ini, yang perlu dibangun oleh nahdliyin adalah pesantren online atau istilah lainnya pesantren virtual.
“Tidak semua santri bisa bangun pesantren, mushalla, ataupun madrasah. Tapi kita bisa bangun pesantren virtual,” terang beliau.
Hingga kini, jelas Rofiq, santri virtualnya tidak hanya teman-temanya saja, yang mengikuti sudah banyak dari luar kita Gresik bahkan luar pulau jawa. Mulai yang jama’ah NU sampai yang jama’ah Tabligh.
Kontributor : Syafiinu
Editor : Ahmad Zain