PAGI itu, seingatku aku telah menunaikan tugas suciku, yakni memberi ketiga anakku uang saku. Sebagai orang yang setia mengamalkan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke-dua yang membahas tentang keadilan, maka aku pun memberi uang saku ketiga anakku secara adil dan beradab. Adil bukan berarti sama, tapi sesuai dengan tempat dan konteksnya.
Baru beberapa menit aku menghela nafas lega karena telah menunaikan tugas mulia, mendadak anak keduaku yang duduk di kelas dua MI kembali pulang. Mulanya aku mengira ia sedang kebelet pipis atau menahan cita-cita untuk berak, tapi perkiraanku keliru. Ia pulang tergopoh-gopoh seperti seorang menantu yang dipanggil mertua, sambil membawa amplop kosong
“Isi yah…isi dengan uang!” ucap anakku
“Berapa? Untuk apa?” tanyaku. “Terserah yah.. Koin Muktamar.. Koin Muktamar” celoteh anakku. Dengan agak jengkel, istriku menjelaskan padaku tentang apa maksud Koin Muktamar NU. Setelah aku paham, aku pun mengisi amplop kosong yang dibawa anakku. Setelah amplop terisi, anakku lalu meng-genjot sepeda onthelnya melaju menuju sekolahnya. Demi mengantarkan Koin Muktamar untuk memenuhi takdirnya.
Koin Muktamar dan Rasa Bermakna
Jika sesuatu kau cari-cari kekurangan dan kelemahannya, kau pasti akan menemukannya. Sebaliknya, jika yang kau cari-cari adalah kelebihan yang dicantolkan Tuhan padanya, kau juga pasti akan menemukannya. Begitu juga halnya tentang gerakan Koin Muktamar. Singkatnya, apakah Koin Muktamar ini bagus, penuh kelebihan atau sebaliknya, semua tergantung sudut pandang yang kau gunakan.
Bukan rahasia umum, jika ada dua tipe mental manusia saat memandang suatu realitas. Tipe ini berhasil saya simpulkan setelah cukup lama melakukan penelitian serta perenungan yang menghabiskan banyak energi dan ribuan cangkir kopi. Ada orang yang cara pandangnya tipe Lalat, ada pula yang tipe Lebah.
Meski berada di taman yang indah, seekor Lalat tetap akan browsing tempat-tempat yang kotor. Berbeda dengan lebah yang akan selalu mencari yang indah-indah. Seperti sekuntum bunga, atau hal-hal lain yang sedap dalam pandangan.
Koin Muktamar bagi orang yang optimis dan positif thinking adalah sebuah program yang luar biasa. Sebuah upaya riil untuk menciptakan kemandirian dalam ber-organisasi. Khususnya dalam ranah finansial. Memang ada orang yang berceloteh, tidakkah Koin muktamar NU ini malah akan membebani warga NU. Kekhawatiran ini sah-sah saja, tapi coba kita teropong Koin Muktamar ini dari perspektif kumbang atau Tawon saja.
Ada yang lepas dari pengamatan para pengkritik dan peng-gerundel gerakan Koin Muktamar ini, yaitu: pertama, Koin Muktamar akan menumbuhkan mental patriotisme di medan finansial dalam diri setiap warga NU. Sedangkan kedua, Koin Muktamar akan memberikan “rasa bermakna” di hati setiap warga NU. Setidaknya untuk organisasi yang mereka cintai. Hidup dengan rasa bermakna ini penting, sebab seseorang yang tidak punya rasa bermakna pasti mereka hidupnya akan terasa hampa.
Suatu hil yang mustahal jika semua warga NU menjadi pengurus NU. Padahal saya husnudzon, bahwa setiap warga NU ingin berkontribusi dan memberikan sesuatu pada Jam’iyyah NU. Nah, lalu apa dan bagaimana caranya agar setiap warga NU bisa berbuat sesuatu yang bermakna untuk Jam’iyyah NU? Koin Muktamar jawabannya. Yang utama bukan terletak pada nominal, tapi “rasa bermakna” untuk Jam’iyyah itulah sesuatu yang sungguh-sungguh krusial.
Penulis : Ahmad Rofiqe/Penulis buku Jagad Kiai Gresik/Founder pesantren Virtual Pertama di 5 Benua