BAWEAN | NUGres – Pulau Bawean yang berstatus zona hijau tak menjadikan momen ritual keagamaan sepi. Seperti di Desa Diponggo, Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Masyarakat gelar kirab pusaka yang menjadi budaya leluhur dari salah satu wali penyebar Islam di Bawean, Waliyah Zaenab.
Tradisi yang berlangsung setiap bulam suro (Muharam) ini diawali dengan sholat berjamaah, membaca Istighosah, kemudian puncaknya adalah kirab mengelilingi kampung dengan membawa pusaka atau tongkat peninggalan sang waliyah.
Tongkat yang bercangka unik dihiasi dengan berbagai oleh variasi itu dibawah oleh warga yang dipimpin para tetua desa. Turut hadir menyaksikan dalam tradisi tersebut para pejabat Desa dan Kecamatan.
“Sebenarnya secara tertulis, sejarah kirab ini tidak ada yang tau kapan dimulainya, belum ada yang serius menelitu. Namun, secara turun temurun dilaksakan oleh masyarakat Diponggo, sejak zaman si mbah waliyah Zainab,” ungkap Kepala Desa Diponggo Muhammad Salim. Jumat (4/9/2020).
Menurut Salim, selain tradisi suroan kirab pusaka ini oleh masyarakat juga diyakini sebagai ikhtiar untuk tolak balak, atau pagar desa dengan disertai baca-bacaan disertai dzikir oleh warga.
“Dalam prakteknya, upacara kirab serta pembacaan dizkir-dzikir ini hanya diikuti oleh kaum laki-laki saja, mulai anak-anak sampai yang tua. Sedangkan kaum perempuan bertugas mempersiapkan alat dan prasarana kirab, seperti membakar kemenyan dan menyiapkan makanan,” tuturnya.
Lebih lanjut Salim mengutarakan, bahka pihaknya berharap tradisi ini terus dilestarikan, selain sebagai pembelajaran sejarah juga mempererat solidaritas masyarakat.
Sementara itu, Camat Kecamatan Tambak Agung Endro Dwi Setyo Utomo menjelaskan, kekhasan pada masyarakat Diponggo adalah penggunaan bahasa Jawa sehari-hari seperti umumnya orang Jawa, meski dengan sedikit berbeda, khas penduduk Bawean.
“Dulu itu sebelum salah satu penyebar Islam Syekh Maulana Mas’ud ke Bawean, sebelum mataram Islam , dulu Bawean dikuasai majapahit dan dibawah kuasa kerajaan Tuban. Jadi penguasa yang ada di Bawean kepanjangan dari Tuban,” katanya.
Ketika waliyah Zinab datang, lanjut Agung. Warga Diponggo mulai mengenal dan membiasakan diri dengan bahasa Jawa, hingga sekarang menjadi populer. Sementara di tempat lain menggunakan bahasa daerah Bawean yang banyak padananya dengan bahada Madura. (Faiz)