Oleh: Maslamatin Miladiyah*
KOLOMKALEM | NUGres – Sembari merayakan Kemerdekaan Republik Indonesia ke 78, bulan Agustus juga merupakan hari kelahiran seorang ulama besar sekaligus guru bangsa diperingati. Meskipun secara fisik sudah tiada, namun banyak orang yang masih mengilhami dan mengenang hidupnya juga meneladani kepribadiannya.
Ia adalah KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Dalam Rangkah harlah Gus Dur menurut pencatatan sipil atau KTP (Kartu Tanda Penduduk), GUSDURian Gresik berkunjung ke salah satu yang menjadi bagian dari pengagum sosok Gus Dur. Kali ini koordinator GUSDURian Gresik bersama penggerak GUSDURian Gresik berkunjung ke Kiai Basori Tajib, Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Hikmah Wringinanom Gresik.
Kiai Basori Tajib pernah bertemu dan bersinggungan dengan sosok Gus Dur, apalagi buyut dari Kiai Basori juga temen belajarnya KH Hayim Asyari, pendiri NU yang juga kakek dari Gus Dur. Kami pun mengulik hal-hal yang bisa diteladani dari sosok Gus Dur semasa hidupnya. Kami juga diterima dengan hangat dan tangan terbuka oleh Kiai Basori.
Kiai Basori Tajib mengenang Gus Dur semasa hidup dan sempat merasa sangat kehilangan saat mantan presiden ke empat tersebut meninggal dunia.
Ia juga menceritakan hal unik pada Gus Dur. “Gus Dur iku nek gawe acara isok ae, gawe kyai kampung, ngonten niku kyai kampung jenenge sak Indonesia,” ungkapnya.
Ia juga mengenang saat mendengar kabar Gus Dur meninggal dan sangat merasa kehilangan. “Kehilangan Gus Dur waktu itu, saya itu seperti kehilangan orang tua,” tuturnya. Ia menceritakan tidak ada ghirah perjuangan selama tiga bulan semenjak berita duka Gus Dur wafat. Menganggap tokoh yang diidolakan tidak ada dan merasa orang yang menyelesaikan masalah tidak ada.
“Sempat berfikir berjuang rasanya untuk apa, jadi merasa hampa saat kehilangan sosok Gus Dur,” sambungnya.
Kemudian, ia melanjutkan lagi cerita. Bagi Gus Dur, menemui pejabat dan rakyat itu sama saja. Istana Gus Dur itu istananya orang melarat. Semua orang bisa bertemu Gus Dur.
Ia juga mengatakan suatu ketika pernah tidak kuat melihat Gus Dur. Dalam kondisi rentan, bangsa masih membutuhkan sosok ini, orang rentan tapi tamu bergilir begitu banyak. Gus Dur adalah sosok yang merangkul, mulai pejabat, kiai, hingga orang gila juga juga menjadi tamunya. Pulang-pulang diberi sangu oleh ajudannya.
“Gus Dur itu bukan istana negara, tapi istana rakyat,” kenangnya.
Ia juga yakin orang yang bukan Islam juga banyak yang kehilangan sosok Gus Dur. Banyak orang membanggakan Gus Dur karena baginya Gus Dur itu guru besar bangsa, bahkan guru spiritual, juga guru tasawuf.
Kami berenam mendengarkan petuahnya yang menjadi saksi hidup Gus Dur dan sesekali bertanya. Salah satu dari kami pun bertanya tentang sosok Gus Dur yang paling berkesan dan yang paling bisa diteladani dari kepribadiannya.
Lantas Kiai Basori mengungkapkan tentang hatinya Gus Dur yang tiada tara mulianya. Meskipun Gus Dur dihujat, dihina, dikhianati atau bahkan dijahati ia tidak pernah sekalipun sakit hati maupun dendam. Kiai Basori mengungkapkan hatinya Gus Dur ibarat lautan yang tidak bisa terpengaruh apapun saking lapangnya.
“Hatinya gusdur itu hati yang nyegoro, hati yang lapang,” ungkapnya.
“Bagaimanapun orang melawan, ngeritik tidak mempengaruhi air lautan. Tidak ada sakit hati, sentimen, apalagi beban,” tambahnya.
Kami pun mendengarkan dengan seksama dan juga terkesan dengan sosok Gus Dur. Sesekali tamu datang bersilaturahmi ke kediaman Kiai Basori, namun ceritanya tentang Gus Dur tetap berlanjut hingga kami pamit pulang.
Terlihat di ruang tamunya terpajang foto miniatur Gus Dur. Kami pun meminta untuk foto bersama-sama dengan Kiai Basori di bawah foto Gus Dur sebagai pengingat dan penanda bahwa Gus Dur masih tetap hidup di hati para pecintanya.
Kemuliaan Gus Dur masih membekas pada kiai yang juga sudah mendidik ribuan santri ini. Mengulang pernyataan Kiai Basori bahwa Gus Dur tidak perlu terdokumentasi seperti lainnya, karena rakyat dan bangsa sudah mendokumentasikan dengan sendirinya.
Karena kami rindu sosok Gus Dur, tulisan ini terbit untuk memperingati kelahirannya, mengenang hidupnya dan meneladani keluasan hatinya.
*) Maslamatin Miladiyah, Penggerak GUSDURian Gresik