GRESIK | NUGres – Memori baik yang sedianya dapat diteladani dari almarhum KH Sholeh Hayat diantaranya yakni dapat secara terus-menerus tanpa putus berkhidmat di kepungurusan Nahdlatul Ulama di Jawa Timur.
Kenangan penuh hikmah, disampaikan dua orang kader KH Sholeh Hayat, yaitu; H Edy M. Ya’qub (Surabaya) dan H. Achmad Makhrus (Gresik). Kedua bersahabat ini memang turut melayat hingga mengantar sang senior ke makbarah, bada salat Jumat (20/12/2024), di Makam Islam Bangil, Pasuruan.
“Saya dulu kader IPNU Mojokerto, lalu aktif di IPNU Jatim saat kuliah di Surabaya, ingin meniru beliau, Kiai Sholeh Hayat,” terang H Edy Ya’qub, kala awak NUGres menghubunginya, Jumat (20/12/2024), seusai mengikuti pemakaman KH Sholeh Hayat.
H. Edy sendiri, kini menjabat sebagai salah satu Wakil Sekretaris PWNU Jatim masa khidmat 2024 – 2029 di masa kepemimpinan KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin. Ia mengatakan bila KH Sholeh Hayat lah yang telah menggandengmya untuk sama-sama berkhidmat di kepengurusan PWNU Jatim.
Dikatakan, almarhum KH Sholeh Hayat dikenangnya sebagai aktivis dan kader NU tulen. Kiprah itu dimulai dari pengurus IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) di tingkat Ranting, terus berproses secara berjenjang hingga terlibat dalam struktur kepengurusan PWNU Jatim, dan secara terus menerus melekat dalam kepemimpinan PWNU Jawa Timur dari periode ke periode.
Informasi yang dihimpun NUGres, KH Sholeh Hayat terlibat di PWNU Jawa Timur mulai dari era Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim KH Hasyim Latief (1982-1986), KH Syafi’i Sulaiman (1986-1992), KH Hasyim Muzadi (1992-1999), KH Ali Machsan Moesa (1999-2008), KH Mutawakil Alallah (2008-2018), KH Marzuki Mustamar (2018-2023), dan KH. Abdul Hakim Mahfudz (2024 – 2029).
Lebih lanjut, H. Edy Ya’qub mengungkapkan bahwa bukti nyata bahwa Kiai Sholeh Hayat merupakan kader NU sejati terlihat dari kemampuan serta kedewasaannya dalam menghormati masing-masing gaya kepemimpinan pada setiap periodesasi Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur.
“Kiai Sholeh Hayat itu nggak pernah mikir apa-apa. Orangnya sangat fleksibel. Kita tahu kan dalam dinamika berorganisasi, terkadang kalau ganti ketua dan misalnya nggak cocok biasanya lalu nggak aktif. Kalau beliau itu tidak begitu. Beliau sangat fleksibel. Menghormati setiap gaya kepemimpinan Ketua PWNU Jatim dengan berbagai latar belakangnya masing-masing,” sambungnya.
Kendati demikian, tambah dia, bukan berarti Kiai Sholeh Hayat tidak kritis. Terlebih, Kiai Sholeh Hayat adalah seorang wartawan yang tentunya kerap berpikiran sangat objektif dalam menganalisa sesuatu.
“Beliau pernah bekerja sebagai wartawan Harian Pelita, lalu mendirikan media Aula bersama KH Anas Thohir, almarhum Cak Khoirul Anam, Murtajialmarhum H Choirul Anam, H Wahid Asa, H Murtaji Djunaidi. Jadinya, Kiai Sholeh Hayat bila saatnya melontarkan kritik maka tetap disampaikan. Dan kalau kritik itu tidak diakomodir misalnya, ia tetap biasa. Ia fleksibel saja, terus berkhidmat. Menurutnya perbedaan itu biasa,” imbuhnya.
Ia juga mengingat kata-kata KH Sholeh Hayat yakni; “orang itu nggak mungkin sama. Cara yang terbaik adalah dihormati. Karena manusia nggak mungkin sama. Kalau sama semua jadi sepi”, kenangnya.
Menurut H Edy, karakter Kiai Sholeh Hayat sangat luar biasa di mata para kadernya. Hal ini, ungkap dia, meski menjadi senior dan disepuhkan, namun KH Sholeh Hayat selalu bersahaja. “Beliau sangat egaliter” pungkasnya.
Kader KH Sholeh Hayat, H. Achmad Makhrus dari Gresik turut mengamini apa yang disampaikan sahabat sezamannya ini. Ia hanya menyampaikan bahwa KH Sholeh Hayat adalah sosok yang luar biasa. Ia juga membagikan kepada NUGres foto arsip KH Sholeh Hayat semasa dilantik sebagai Ketua PW IPNU Jawa Timur tahun 1972.
Editor: Chidir Amirullah
RALAT: tulisan pada alenia ketiga, ini diralat pada (21/12/2024) pukul 13.54 WIB. Dari semula tertulis; “Saya dulu kader IPNU Surabaya.., disempurnakan menjadi “Saya dulu kader IPNU Mojokerto, lalu aktif di IPNU Jatim saat kuliah di Surabaya..