GRESIK | NUGres – Lantunan Sholawat Nabi diiringi tetabuhan rebana menyambut kedatangan para Mustami yang hendak mengikuti Haul ke 417 Kanjeng Sunan Prapen.
Kegiatan ini digelar secara terbuka di tanah lapang kompleks parkir Pemakaman Sunan Prapen, Desa Klangonan Kecamatan Kebomas Gresik, Minggu (15/5/2022) malam.
Menuju ke lokasi, sejumlah panitia nampak bersiap menyambut dan menyerahkan bingkisan ‘berkat’ kepada setiap orang yang datang.
Pengajian Umum sedianya menjadi puncak dari rangkaian acara Haul ke 417 Kanjeng Putra Kanjeng Sunan Giri ini dimulakan dengan pembacaan Yasin dan Tahlil oleh tokoh desa setempat.
Secara bergantian sambutan diberikan oleh Kepala Desa Klangonan H. Ajir Suyuti, Camat Kebomas Yusuf Ansori, serta Bupati Gresik Fandi Ahmad Yani yang diwakili oleh Kabag Kesra Pemkab Gresik Farida Ariyani.
Dalam sambutannya, Kades Klangonan mengucapkan rasa syukur dan apresiasi terhadap perhatian semua pihak.
“Diawali pada Jumat 13 Mei, warga desa melakukan gugur-gunung atau kerja bakti, lalu kirab budaya oleh anak-anak TPQ dan MI Al Hasani, hingga puncaknya malam ini, yakni berkirim doa dan pengajian umum,” paparnya.
Camat Kebomas Yusuf Ansori mengatakan, bila perjuangan Kanjeng Sunan Prapen telah memberikan banyak teladan. Hal ini tentu perlu diperkenalkan secara terus menerus kepada generasi muda.
“Kami yakin dengan acara haul ini akan semakin meningkatkan keimanan kita melalui sejarah dakwah beliau,” katanya. Tidak hanya Camat Kebomas, nampak pula Camat Gresik, serta jajaran Muspika Kebomas menghadiri acara tersebut.
Sementara itu, mewakili Bupati Gresik, Kabag Kesra Yusuf Ansori mengapresiasi pengurus situs makam Sunan Prapen. Ia menyatakan wisata religi di Kabupaten Gresik. Menurutnya Pengurus Makam Sunan Prapen juga telah berpartisipasi mendukung Pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 hingga tidak menggelar kegiatan selama dua tahun.
“Selain itu dalam kesempatan yang sangat baik ini, Bapak Bupati Gresik Fandi Ahmad Yani juga menitipkan pesan kepada kami, yakni mohon dukungan doa ‘Panjenengan’ semua agar supaya pelaksanaan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur’an) ke – 30, yang bakal dilaksanakan di Bawean nantinya dapat berjalan lancar dan sukses,” tandasnya.
Menjelang acara pemungkas, KH Aunur Rohim Masyhud selaku tokoh masyarakat desa setempat dan Pengurus Makam Sunan Prapen menguraikan dengan gamblang disertai penurturan cerita yang menarik tentang bagaimana kisah hidup Sunan Prapen.
Di hadapan para Mustami yang setia menunggu sejarah Sunan Prapen itu, Pak Rohim–sapaan akrab KH Aunur Rohim mulai merunut pohon silsilah Kanjeng Sunan Prapen yang merupakan sosok yang Alim, seorang Negarawan, dan juga Politisi handal.
“Pada zaman Sunan Prapen inilah Giri Kedaton mengalami perkembangan yang sangat pesat bahkan menjadi pusat perdagangan,” tuturnya.
Dikatakannya, Sunan Prapen juga berhasil membawa masa keemasan Giri. Namun demikian, Sejarah Sunan Prapen ini memang tidak dapat dilepaskan dari asal muasalnya, yakni Kanjeng Sunan Giri.
“Giri Kedaton niku didiriaken Kanjeng Sunan Giri pada tahun 1487 masehi. Hampir bersamaan dengan berdirinya Kesultanan Demak kerajaan Islam pertama di Demak yakni pada tahun 1475,” katanya mengawali kisah.
Pak Rohim pun melanjutkan, ia menyebut setelah wafatnya Sunan Giri, Pemangku Giri Kedaton mengalami pergantian secara berurutan.
“Pada 24 Robiul Awal, malam Jum’at tahun 1506 masehi berusia 63 tahun Kanjeng Sunan Giri sedo. Diterusaken oleh putrone Sunan Dalem Zainal Abidin. Sunan dalem sezaman dengan Pati Unus yang merupakan Putra Raden Fatah,” imbuhnya.
Sunan Dalem, kata Pak Rohim, juga pernah diserang ribuan Pasukan Adipati Sengguruh dibantu Adipati Pasuruan hingga diceritakan pula sempat mengungsi dan membangun sebuah Masjid di Gumeno.
Dilanjutkannya, Sunan Dalem juga sakit saat di Gumeno hingga suatu saat bermimpi dengan Kanjeng Sunan Giri dan diberikan obat yang kini menjadi Tradisi Sanggring Kolak Ayam di Gumeno yang biasa digelar 23 Ramadan.
Pak Rohim kemudian mewedar karya Sunan Prapen. “Piyambake bukan hanya seorang ulama, bukan saja seorang negarawan dan Politisi melainkan juga seorang Mpu atau pembuat pusoko. Salah satu peninggalane inggih meniko Keris Suro Angon-angon. Nopo maleh? Cungkepe Sunan Giri, Damel Padusan wonten Giri Kedaton, ingkang damel Ulo Nogo Loro Lawang Agung. Dados kuatah sanget. Masjid wedok, niku nggih sing ndamel Kanjeng Sunan Prapen,” urainya.
Lebih lanjut, Pak Rohim menyebut Sunan Prapen wafat pada usia 115 tahun dengan umurnya penuh untuk dakwah menyebarkan islam. Di era Sunan Kawis Guwo inilah yang akhirnya para Pemangku Giri Kedaton sudah tidak lagi menggunakan gelar Sunan, melainkan Panembahan.
Makanya namanya yakni Panembahan Kawis Guwo. Panembahan Kawis Guwo meninggal dilanjutkan Panembahan Agung Ing Giri. Kisah Giri Kedaton lintas generasi berlanjut, hingga Pak Rohim pun menceritakan zaman Giri Keenam yang dipimpin Panembahan Mas Witono.
“Pendahulu-pendahulu kulo panjenengan sedoyo sampun melaksanakan kewajibane. Soal menang kalah urusane Allah. Yang penting beliau-beliau sudah berbuat menegakkan kebenaran-mempertahankan ‘La Ilaha Illa Allah Muhammadur Rasulullah’,” lanjutnya.
Memungkasi ceritanya yang runut hampir 60 menit, KH Aunur Rohim Masyhud menutup kisah, “Sing paling akhir, kalau mulai dari kerajaan Demak, Pajang, Jipang, Mataram dan seterusnya saling berperang untuk royokan dadi Rojo, namun di Giri mulai Kanjeng Sunan Giri hingga Penambahan Mas Witono tidak pernah perang untuk berebut kekuasaan, gak royoan dadi pejabat. Mugo-mugo negoro tercinta kita Indonesia aman, damai, gemah ripah loh jinawi, baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur,” tutupnya. (Tim Lesbuminugres)