BUNGAH | NUGres – Ketua PBNU KH Ahmad Fahrurrozi menyampaikan pengajian agama pada peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-101 NU, yang diselenggarakan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Bungah.
Gelaran yang dimulakan dengan pembacaan fatihah kepada ahli kubur dan tahlil akbar ini berlangsung di Ranting NU Abar Abir, Kecamatan Bungah Gresik, Kamis (29/2/2024). Ribuan Nahdliyin dari wilayah Bungah dan sekitarnya nampak khidmat mengikuti acara tersebut.
Sementara, dalam ceramahnya, hal pertama yang disampaikan Kiai Fahrur yakni merespons permintaan Ketua MWCNU Bungah KH Muhammad Alauddin mewedar tema Harlah 101 NU yang diusung PBNU “Memacu Kinerja Mengawal Kemenangan Indonesia”.
Kiai Fahrur menjelaskan kalau tema ini mengajak warga NU terlibat bekerja lebih baik lagi. Sebab, kata Kiai Fahrur, banyak hal yang harus dilakukan seiring memasukinya NU di Abad Kedua. Kiai Fahrur berharap warga NU tidak lengah dengan capaian dan keberhasilan yang sudah diraih.
Kiai Fahrur yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Lirboyo ini membagikan kisahnya kala mengunjungi banyak negara. Ia telah menyimak dan memelajari geliat jamiyyah NU serta perkembangan Islam secara umum di negara-negara tersebut.
“Alhamdulillah, saya sudah pergi ke berbagai tempat. Saya kemarin meresmikan MWCINU (Majelis Wakil Cabang Internasional NU) kota Kyoto Jepang. Ada 13 MWC (di sana). Jadi ada PCINU Jepang, ada (juga) MWCINU. Dan, kita tengah membuka pesantren di kota Ibaraki Jepang,” tuturnya.
Selain mengunjungi negeri samurai tersebut, Kiai Fahrur telah mengunjungi negara antara lain; Austria, Denmark, Swedia, Jerman, Hongaria, Slovakia. Ia bilang bila ada cukup banyak warga NU di negara-negara tersebut.
“Warga NU alhamdulillah, sekarang bangga jadi warga NU, walaupun jauh di luar negeri,” imbuhnya, seperti dalam siaran live YouTube MWC NU Bungah.
Namun, keprihatin pengasuh Pondok Pesantren An Nur Bululawang Malang ini terasa saat mengunjungi suatu daerah di Xinjiang, Cina Utara. Dalam kunjungannya beberapa tahun silam, dilihatnya masjid yang sepi dan muslim tidak tahu waktu salat.
Keprihatinannya juga terasa saat mengunjungi suatu daerah di Uzbekistan. Sebuah negara yang bersemayam makam ulama besar, Imam Bukhari. Di sana, ia malah melihat sepinya masjid dan jarangnya orang yang menunaikan salat berjamaah di masjid.
Tak berhenti, hal serupa juga dirasakan kala mengunjungi Samarkand, ia merasa sedih ada masjid besar jadi gudang, madrasah besar sudah jadi restoran.
“Kemana anak-anak umat Islam ini? Itulah bahayanya kalau pendidikan tidak jalan,” tukas kiai Fahrur, menarik benang merah dari perjalanannya tersebut.
“(Maka) Untuk tetap menjamin NU di Bungah ini 50 tahun lagi apakah masih rame seperti ini, tergantung ibu-ibu—anaknya mondok nopo mboten. Kalau anak-anak kita masih pergi ke madrasah, kalau masih pergi ke pesantren, insya allah desa ini (akan selalu) mayoritas Nahdlatul Ulama,” lanjutnya.
Kiai Fahrur mengajak agar warga NU jangan menjauhi madrasah. Sebab, madrasah harus menjadi pusat pengetahuan generasi masa mendatang.
“Pondok pesantren, jangan takut mondok. Ada isu-isu di luaran begini begitu, itu oknum. Insya allah masih banyak pondok yang baik. Insya Allah masih banyak pondok yang hebat,”
Saking tidak ingin putra-putrinya jauh dari peradaban Islam dan akidah NU, Kiai Fahrur menyampaikan bahwa telah mengirimkan seluruh anaknya di Pondok Pesantren dan mengahafal Al Quran.
Salah seorang sahabat dekatnya pun berkelakar; “Gus kenapa tidak disekolahkan ke fakultas kedokteran?”, cepat saja Kiai Fahrur menyahut, “Sudah banyak anak kiai yang jadi dokter, tapi tidak banyak anak dokter yang jadi kiai,” timpal Kiai Fahrur kepada atas kelakar sahabatnya itu.
Adapun tema “Memacu Kinerja”, Kiai Fahrur melihat NU tengah melakukan di berbagai bidang. Salah satu hal pentingnya, kata Kiai Fahrur adalah pendidikan. Karena melaui pendidikan akidah ditanamkan.
Di penghujung pengajiannya, Kiai Fahrur mengingatkan warga NU memperbanyak amaliyahnya pada bulan suci Ramadhan. Kiai Fahrur juga mengajak Nahdliyin istiqomah menjalan salat sunnah, kemudian melantunkan shalawat mengiringi aktifitas sehari-hari.
KH Fahrurrozi juga membagikan ijazah dari gurunya KH Anwar Mansur Lirboyo. Ijazah itu yakni shalawat Nariyah 4.444 kali, bila berat 444 kali, bila masih berat 44 kali, jika masih belum sempat 44 maka dibagi 4 berarti hanya tinggal 11 kali, dibaca setiap sehabis salat.
Editor: Chidir Amirullah