*Oleh : Wadiatul Khauro’ Sawwal
KOLOM KALEM | NUGres – Kata orang, tak akan ada habisnya jika membahas masalah remaja, apalagi masalah etikanya. Memang tak bisa dipungkiri bahwa sampai kapan pun etika akan tetap menjadi acuan dalam segala hal. Tak peduli bagaimanapun perubahan zaman saat ini. Mengingat, kita akan tetap bermasyarakat sebagai hakikat makhluk sosial.
Seiring dengan perkembangan zaman, aspek-aspek kehidupan pasti mengalami perubahan. Khususnya pada remaja yang notebene sedang mencari jati diri, seperti aku. Tetapi seperti yang kita ketahui, stigma masyarakat tentang perubahan sikap (etika) remaja pada zaman ini lebih condong ke arah negatif.
Ini terlihat, sebagaimana ketidak-bijakan remaja dalam menggunakan medsos, attitude yang sangat rendah, dan juga maraknya pergaulan bebas yang sepertinya menjadi penyebab utama terjadinya beberapa kasus memprihatinkan. Dan mungkin itulah yang dijadikan dasar masyarakat dalam memandang remaja saat ini.
Aku juga seorang remaja, dan menurutku remaja adalah masa-masa paling penting. Sebab sebagai landasan menuju ke fase berikutnya.
Di masa ini, kita mengalami perubahan pola pikir yang lebih dewasa atau yang biasa disebut dengan fase pendewasaan. Dan pada masa inilah kita perlu menanam norma-norma kehidupan yang berlaku. Agar ketika menjalani fase kedewasaan, kita tak sampai terjerumus pada jurang kesalahan dan kesesatan. Bukankah tidak ada masa yang bisa terulang kembali?
Dan, di sini kesadaran seorang remaja adalah poin paling penting untuk mencegah setiap kasus yang akan terjadi. Selain dari kasih sayang dan perhatian keluarga, tuntunan dan motivasi dari seorang guru juga berperan penting dalam proses perkembangan remaja saat ini. Tapi kembali lagi, bahwa dukungan tersebut tak akan berpengaruh jika tidak ada keinginan menjadi lebih baik dari diri remaja itu sendiri.
Kita tak mempunyai hak untuk menyalahkan siapa pun dalam hal ini, termasuk guru dan juga orang tua. Terkadang remaja sendiri yang bersalah. Dia tak bisa mencari teman dan pergaulan yang baik sehingga tersesat dan parahnya juga menyesatkan. Tapi tidak menutup kemungkinan penyebabnya adalah masalah dalam keluarga, lingkungan masyarakat, atau juga kurangnya wawasan tentang bagaimana bersikap dan bergaul. Di sini juga memberi makna, bahwa belajar ilmu itu sangat penting, baik dalam ilmu agama, akhlak, sikap (beretika) atau yang lainnya.
Mungkin bisa dikatakan kesalahan, jika kita hanya bersandar pada motivasi-motivasi yang ujung-ujungnya hanya menjadi wacana. Tidak dilaksanakan atau berusaha dicoba semaksimal mungkin dalam ladang amal. Lain itu, sebagaimana aku mendengar dawuh dari guruku, bahwa: “Sampean iki jadi dua potensi, menjayakan Islam atau menghancurkan Islam.”
Nah, dari dawuh guruku ini, maka kita mesti mengarah sebagai generasi yang menjadi bagian dari penjayaan Islam, bukan penghancur Islam.
*Wadiatul Khauro’ Sawwal, Siswa Kelas Xl Mak-R, MA Ma’arif NU Assa’adah Sampurnan Bungah Gresik. Menggeluti teater di sekolah. Motto : Berproseslah agar hasilmu mengenang perjalanan juangmu.