BUNGAH|NUGres – Lembaga Bahsul Masail Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (LBM NU) kabupaten Gresik, Sabtu (3/4/2021) kemarin menggelar kajian kitab. Dalam forum ini, berbagai macam persoalan keagamaan yang belum ada hukumnya, belum dibahas ulama terdahul, dibahas secara mendalam.
Hadir dalam forum tersebut Wakil Bupati Gresik Hj Aminautun Habibah, membuka gelaran acara. Cucu pendiri Ponpes Qomaruddin itu bersukur, forum kajian kitab kuning masih berjalan dan membahas permasalahan umat.
“Alhamdulillah LBM ini masih eksis dalam membahas masalah umat,” katanya di hadapan forum peserta kajian kitab kuning.
Wakil bupati perempuan yang kerap disapa Bu Min itu mengharapkan, hasil kajian kitab kuning atau bahstul masail itu disosialisaikan kepada masyarakat. Baik melalui media sosial maupun dituliskan dalam buku dan disebarkan.
“Pemerintah akan selalu mendukung, apapun yang menjadi keputusan forum diskusi kajian kitab kuning,” jelas Bu Min.
Sementara itu Ketua LBM NU PC Gresik KH Zainuri Ma’ruf mengatakan, lembaganya punya tugas untuk membahas masalah tematik/kontemporer (Maudluiyah), aktual (Waqi’iyyah) dan Kauniyyah (pemerintah). Selain itu kegiatan yang dipusatkan di Ponpes Qomaruddin Bungah Gresik itu, menurut Zainuri, diikuti oleh utusan MWC NU sekabupaten Gresik.
Dalam membahas persoalan aktual (waqi’iyyah) peserta Bahsul Masail akan menyiapkan literatur dan reverensi guna memberikan penguatan dalam berdebat membahas persoalan Hukum.
“Pada akhir kajian persoalan hukum maka ada rilis kesimpulan dari persoalan yang dibahas. Hasil keputusan akan diterbitkan LBM NU PC Gresik dan akan dikirimkan ke seluruh Pengurus MWC, Ranting banom dan lembaga,” jelasnya.
Sementara itu, dikutip dari NUOnline, bahtsul masail memiliki lima keunikan atau kekhasan. Pertama, konsep bersama-sama (jama’i). Forum bahtsul masail yang diselenggarakan di lingkungan NU pasti melibatkan banyak orang dari berbagai macam disiplin ilmu seperti fiqih, ushul fiqih, hadist, dan lainnya. Di sini, sebuah persoalan dilihat dan ditinjau secara komprehensif.
Kedua, tidak mengutip langsung Al-Qur’an dan hadist. Pasalnya merujuk langsung kepada Al-Qur’anakan berbahaya. Mengapa? Al-Qur’an itu memiliki makna dan tafsiran yang banyak sekali. Kalau langsung mengutip Al-Qur’an, maka dikhawatirkan akan merujuk arti yang satu yaitu arti terjemahan.
Ketiga, mengutip pendapat ulama secara qouliyah. Di forum-forum bahtsul masail, para peserta seringkali merujuk kepada pendapat ulama terdahulu dalam menyikapi sebuah masalah. Biasanya mereka ‘menarik pendapat terdahulu dengan persoalan yang sedang terjadi saat ini.
Keempat, selalu mengutip teks-teks berbahasa Arab. Ini adalah sesuatu yang problematis karena yang dikutip dalam bahtsul masail hanya kitab-kitab yang berbahasa Arab. Sedangkan, banyak kiai dan ulama NU yang menulis dalam bahasa Indonesia dan pegon. Namun karena karya tersebut ditulis di luar bahasa Arab, maka tidak dikutip. Padahal isinya tidak kalah dengan yang berbahasa Arab. Bahkan bisa saja lebih berisi.
Kelima, anggotanya tidak tetap. Para anggota yang bersidang di sebuah forum bahtsul masail tidak lah tetap. Biasanya mereka berganti-ganti. Namun yang pasti, anggota yang ikut bersidang dalam bahtsul masail memiliki kecakapan dalam bidang keilmuan Islam.
Pewarta : Syafik Ho
Editor : Alam