Dinamika Dakwa Mulai Nabi Isa, Gus Miek hingga Gus Miftah
ADA salah seorang wali yang cara dakwahnya tergolong unik. Selain unik, dakwah yang ditempuh orang ini juga butuh nyali tegangan tinggi serta kadar kenekatan yang ekstra. Orang ini pada mulanya adalah orang yang tergolong kaya dan banyak harta. Namun pada akhirnya, harta bendanya menyusut dan terus berkurang, habis. Sebab hampir setiap hari dia gunakan uang dan hartanya untuk membeli banyak sekali minuman keras. Apakah orang ini peminum kelas berat? Tunggu dulu. Bukan begitu ceritanya.
Orang ini hidup di sebuah kampung yang banyak sekali dihuni para peminum dan orang-orang yang suka mabuk. Sedangkan minuman kerasnya disuplai oleh seorang pedagang dari luar kampung.
Orang kaya yang soleh itu ingin menghentikan kebiasaan mabuk orang-orang di kampungnya. Namun ia sadar, jika dirinya mendatangi para pemabuk itu lalu membacakan dalil tentang haramnya minuman keras, bisa jadi dirinya malah akan dicincang oleh mereka. Malah bisa-bisa tubuhnya dijadikan “tambul” untuk melengkapi aktivitas mabuk yang mereka lakukan.
Orang ini akhirnya menunggu penjual minuman keras sebelum masuk ke kampungnya. Semua minuman keras yang dibawa dia “tebas” semua. Berapa literpun yang dibawa selalu dia beli semuanya. Kemudian semua minuman yang dia beli itu dia buang semua hingga tak tersisa. Begitu selama bertahun-tahun, sehingga barang haram tersebut tidak sempat masuk ke kampung dan orang-orang yang biasa mabuk tidak kebagian dan pada akhirnya berhenti dari aktivitas mabuk yang biasa mereka lakukan.
***
Dakwah memang salah satu kewajiban bagi setiap orang Islam. Bukan satu hal yang hanya dimonopoli oleh para ustadz, Kiai ataupun para da’i. Dakwah atau amar makruf nahi mungkar tidak melulu harus melalui ceramah, hardikan ataupun pelarangan dengan ucapan verbal. Namun cakupan dakwah jauh lebih luas dari semua itu.
Dakwah seharusnya bersifat merangkul, bukannya memukul. Dakwah seyogyanya memiliki karakteristik mengasihi dan bukannya menilai, menghakimi apa lagi sampai mencaci maki. Sebab penerapan dakwah yang tidak benar justru bisa berakibat sebaliknya, yaitu semakin menjauhnya orang dari apa yang kita serukan.
Melakukan dakwah juga tidak seharusnya mengharapkan hasil dalam waktu sekejap. Seperti seorang pesulap yang mampu mewujudkan sesuatu dengan teknik “Abakadabra”. Sebab melakukan dakwah terkadang mirip dengan orang yang sedang menanam pohon berusia panjang, yang mana pohon tersebut akan tumbuh dan berbuah saat si penanam telah berpulang kepada Yang maha Esa.
Dakwah dengan pola merangkul dan membaur dengan “obyek” atau sasaran dakwah itulah yang ditempuh sebagian para pendakwah sejak era purba. Sejak era Nabi Isa as hingga masa sekarang ini. Dari kalangan para wali, kiai dan ulama juga kita jumpai tokoh-tokoh yang dengan sabar menjalankan dakwah di jalan ini.
Kita mengenal KH Abdurrahman Khudori Tegalrejo Gus Mik, KH Nursalim (Abahnya Gus Baha’), Kiai Khoiron Syuaib, Gus Miftah dan banyak dai lainnya. Mereka dalam menyerukan kebaikan dan kebenaran bisa dikatakan menempuh jalan yang berbeda dari jalan yang ditempuh para pendakwah kebanyakan.
Namun semua hal selalu ada kesesuaian dan relevansinya. Jika Anda tipe orang yang “lemah”, dalam arti saat menghadapi orang-orang fasik yang sedang terperosok dan berada di zona kegelapan, maka Anda tidak usah memaksakan diri dan menempuh jalan dakwah yang penuh tantangan itu. Cukup berdakwah di medan-medan yang memang sesuai dengan kapasitas Anda.
Jangan lupa bahwa tidak ada ruang dan pilihan yang sempurna dan terbebas 100% dari makhluk bernama “resiko”. Termasuk dalam soal pilihan dan keputusan kita dalam berdakwah. Saat kita mampu memilih diantara pilihan-pilihan beresiko itulah kita akan dewasa. Sebab dewasa adalah saat kita mampu memilih dan memutuskan di antara beberapa pilihan yang tak satupun sempurna.
Penulis : Ahmad Rofiq.
Penulis adalah cerpenis dan novelis yang tinggal di Gresik | Penulis buku Jagad Kiai Gresik | Faunder PP. Al Hidayah, Pesantren Virtual Pertama di 5 Benua