KEBOMAS | NUGres – Budayawan Gresik serta Tokoh Nasional hadir dalam Cangkrukan Budaya, salah satu segmen gelaran Kenduri Kedaton dalam rangka memperingati Hari Lahir (Harlah) ke 61 Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahldatul Ulama (Lesbumi NU).
Kegiatan kolaborasi dengan tema “Kebudayaan Santri-Kiai Giri-Gisik sebagai Spirit Kemajuan Peradaban Islam Nusantara”, berlangsung pada Selasa (28/3/2023) sore, melibatkan warga sekolah MTs Maarif NU Sidomukti selaku tuan rumah, MWCNU Kebomas, PC Fatayat NU Gresik, LAZISNU Gresik, PK IPNU IPPNU MTs Maarif NU Sidomukti, Pondok Kreatif Kita, serta Musik Piknik.
Kenduri Kedaton dimulakan dengan segmen Pembacaan Wirid Saptawikrama oleh Ketua Lesbumi NU Gresik Lukmanul Hakim. Berlanjut dengan Cangkrukan Budaya menghadirkan sejumlah tokoh antara lain PB Lesbumi NU Zulfikar Muhammad, Pemerhati Budaya Syaikhu Busyiri, Budayawan Gresik Kris AW, serta Ahli Hukum Tatanegara Penulis Buku Produktif Prof Soetanto Soepiadhy.
Penuturan Gus Zulfikar menjadi pembuka Cangkrukan Budaya yang digelar di halaman Gedung II MTs Maarif NU Sidomukti. Gus Zul, menuturkan kesaksiannya terhadap proses penelitian buku berjudul Atlas Walisongo, karya masyhur bahkan sumber primer bagi warga NU yang disusun oleh Ketua Lesbumi PBNU Almaghfurlah KH Ngabehi Agus Sunyoto, yang tak lain merupakan ayahanda Gus Zulfikar.
“Tahun 2014 – 2021, bapak menjadi Ketua LESBUMI PBNU dan masuk Syuriah NU di Federasi Indonesia Uni Eropa, Swedia, Denmark dan Finlandia. Tapi yang paling disukai bapak kalau diundang di sebuah desa. Beliau sangat senang sekali bisa nguri-uri budaya secara nyata itu di desa yang mengundang dirinya,” terang Gus Zul dari sekian kisah panjangnya.
Sementara itu, Budayawan Gresik sekaligus Pendiri Yayasan Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mataseger), Kris AW, mengajak forum kenduri untuk menemu kenali khazanah kebudayaan di Kabupaten Gresik. Khususnya, peninggalan Kanjeng Sunan Giri.
“Perlu dihidupkan lagi semua warisan Sunan Giri yang kini perlahan hilang. Misalnya Dolanan anak, Tembang atau Syiir yang banyak sekali merupakan karya dari Sunan Giri, hingga luar biasanya pemikiran Giri saat itu yakni Teknologi Tlogo atau telaga,” terangnya.
Dari Bukit Giri hingga menjelang ke Laut Pesisir Bandar Gresik, Pak Kris menguraikan bila Kanjeng Sunan Giri telah membangun sejumlah telaga. Termasuk telaga dalam ukuran kecil yang disebut juglang. Semua telaga itu berfungsi untuk mencegah Gresik dari ancaman banjir.
“Sekarang telaga itu sudah tidak ada, berganti dengan perumahan, maka ini patut kita renungkan,” kata Pak Kris sebelum memungkasi ulasannya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Pemerhati Kesenian dan Kebudayan Gresik, yang kini sebagai salah seorang Anggota DPRD, Syaikhu Busyiri, menampilkan potret masyarakat Giri yang eksklusif. Menurut pandanganya, identitas warga Giri itu melekat baik secara dialek yang dipakainya hingga secara ciri fisik.
“Giri punya dialek yang khas. Wedlek (saya), kindo (kamu), sangpek (punyaku), dan lainnya sudah nyaris tidak terdengar lagi. Saya juga merasakan kehilangan kekhasan dialek Giri. Dan hilangnya kekhasan yang spesifik ini, berarti kita sudah terjerumus ke dalam globalisasi,” kata Gus Chu, demikian ia biasa disapa.
Menurut sepengetahuannya, Gus Chu menyebut dahulu bahasa Gresik memiliki empat ragam. Pertama Bahasa Gresik Lawas yang berkembang dalam pergulatan masyarakat Kemuteran, Bedilan dan sekitarnya. Kedua Bahasa Gresik Meduran yakni yang sudah tercampur dengan bahasa madura. Ketiga Bahasa Gresik Lumpur yang berkembang di antara masyarakat Nelayan dengan intonasinya yang khas. Dan yang terakhir adalah dialek Giri.
Lebih lanjut Gus Chu, juga menjelaskan bila selain teknologi tlogo di zaman Giri Kedaton yang disampaikan pak kris, ada pula teknik hingga kini menjadi mata pencaharian warga Giri yang secara turun temurun namun cukup terbatas.
“Orang Giri dikenal memiliki teknologi metalurgi, yakni dalam pengolahan logam. Ini sejurus dengan apa yang pernah dikatakan oleh Sunan Giri; Orang giri itu makan dari tanah. Maka orang giri memiliki kemampuan untuk mengolah logam seperti emas dan perak. Bahkan, suatu saat seorang pengrajin bilang ke saya, “Chu, wong giri kalau kemantenan terus cuma ngilirik perhiasan seseorang, pulang ia bisa menciptakan yang mirip”, ini luar biasanya pengrajin logam di Giri,” tandas Gus Chu.
Smart Society 5.0 Mengolah Kreatifitas
Pada gilirannya Ahli Hukum Tatanegara yang memiliki perhatian terhadap pergulatan kebudayaan, yakni Profesor Soetanto Soepiadhy, memberikan motivasi kepada anak-anak muda yang hadir dalam kenduri itu untuk mencerdasi globalisasi.
Dengan bernas, Profesor Soetanto, mengajak anak muda untuk menjadi generasi yang kreatif. Ia memulakan dengan mengutip sajak milik Chairil Anwar dalam bahasa inggris dan keinginan Chairil ingin hidup seribu tahun, dengan dedikasin dan karya.
“Berapa usia anda saat ini? Berapa harga diri anda ketika anda mau melakukan konteks kebudayaan,” cecar Prof Tanto, yang cukup membuat gusar.
Seolah memahami terbatasnya waktu, pria yang kini berusia 71 tahun dan akan menerbitkan buku yang ke 103 kalinya, juga dengan sangat gamblang menyajikan era Society 5.0 yang diinisiasi Jepang.
Ia juga mengajak untuk menilik Peradaban Islam di Mesir, menurutnya, Mesir segera beradaptasi atas berbagai tahapan revolusi industri hingga 5.0.
Menurutnya Society 5.0 adalah Smart People yang memiliki spirit dan optimisme untuk mengintegrasikan apa yang disebut Creative, Critical Thinking, Communication, dan Colaboration.
“Kreatif sudah, berpikir kritis sudah, komunikasi sudah, maka kerja sama harus dilakukan. Kalau tidak usesless (tidak berguna, red) ini semua,”
Menjelang arahan pamungkasnya, Prof Soetanto mengajak khususnya kalangan muda untuk segera ambil kesempatan untuk mulai meninggalkan tulisan sebanyak-banyak.
“Tulis apa saja, mau cerpen, novel, mungkin anda bukan apa-apa saat ini, tapi dua puluh tahun yang akan datang anda akan jadi orang hebat, percayalah ini,” pungkasnya.
Menjelang berbuka tiba, acara Cangkrukan Budaya yang inspiratif dan reflektif ini ditutup dengan gelaran doa yang dipimpin oleh Ketua MWCNU Kebomas, KH Khumaidi Wahid.