SURABAYA| NUGres – Suara pekikan “Allahu Akbar!”, berkumandang kala KH Kikin Abdul Hakim Mahfudz selaku Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur membacakan “Catatan Historis Resolusi Jihad Peperangan 10 Nopember 1945 di Surabaya”.
Sebelum membacakan Catatan Historis dan Fatwa Djihad fi Sabilillah, Gus Kikin demikian nama Ketua PWNU Jawa Timur dikenal luas, mengungkapkan rasa syukurnya karena dapat bersama-sama mengikuti acara peringatan Resolusi Jihad Mujahadah Pejuang Nahdlatul Ulama.
“79 tahun yang lalu, Resolusi Jihad di mana banyak melibatkan poro masyayikh poro ulama’, pondok pesantren, dan utamanya umat muslim, Nahdliyin-Nahdliyat, yang berjuang untuk mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutur Gus Kikin mengawali.
Selanjutnya, Gus Kikin membacakan isi lengkap teks Catatan Historis Resolusi Jihad Peperangan 10 November 1945 di Surabaya, sebagai berikut:
CATATAN HISTORIS:
RESOLUSI JIHAD PEPERANGAN 10 NOPEMBER 1945 DI KOTA SURABAYA
HARI SANTRI DAN JEJAK HISTORIS GERAK JALAN MOJOKERTO-SURABAYA
Hari Santri pada setiap tanggal 22 Oktober mulai diperingati seiring dengan terbitnya Keppres Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tanggal 15 Oktober 2015.
Fakta historis itu terkait pihak sekutu yang tak mengakul Proklamasi Kemerdekaan RI yang dibacakan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Sekutu mau menguasai Indonesia setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945 akibat bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945.
Momentum “kedatangan” Sekutu itu didengar Sutan Syahrir hingga akhirnya ia menyampaikan kepada para pemuda Indonesia, yang akhirnya mendesak Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun, Sekutu tetap bermaksud “menduduki” Indonesia kembali dengan siap mendarat (diboncengi NICA) di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Rencana itu pun direspons para ulama, termasuk KHM Hasyim Asy’ari, melalui Fatwa Jihad pada 17 September 1945 (satu bulan setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan RI oleh Soekarno-Hatta).
Fatwa Jihad (17/9) itu akhimya disambung dengan Resolusi Jihad yang merupakan fatwa ulama untuk pemerintah Indonesia agar melawan Sekutu. Resolusi Jihad merupakan hasil pertemuan PBNU/MBNO yang dihadiri ulama NU se-Jawa dan Madura di Kantor HBNO/PBNU di Bubutan, Surabaya pada 22 Oktober 1945. Sesuai tujuannya yang berbeda, maka fatwa jihad disiarkan dari surau ke surau (dari pesantren ke pesantren), sedangkan resolusi jihad disiarkan lewat media yakni Kantor Berita ANTARA (25/10), Surat Kabar Kedaulatan Rakyat Yogyakarta (26/10), dan Berita Indonesia Jakarta (27/10).
Menyikapi ultimatum itu, KHM Hasyim Asy’ari mengeluarkan lagi Fatwa Jihad pada 9 November 1945, yang memantik gerakan ribuan massa santri menuju Surabaya, Perlawanan pun terjadi hingga terbunuhlah Brigadir Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945 dan Sekutu pun marah dengan mengeluarkan ultimatum agar rakyat menyerah tanpa syarat pada 10 November 1945 pukul 06.00 WIB. Namun, rakyat di Surabaya tidak mau menyerah.
Perlawanan rakyat di Surabaya juga disuarakan Bung Tomo dari Radio Pemberontakan Rakyat melalui pekik “Allohu Akbar” berkali-kali. Takbir itu saran dari KHM Hasyim Asy’ari kepada Bung Tomo untuk menyemangati rakyat. Gerakan massa itu disebut PWNU Jatim sebagai “Napak Tilas”, bukan “gerak jalan”, Mojokerto Surabaya, karena bukan sebatas olahraga, tapi historis dan nasionalis.
Hari Santri itu benar-benar berbasis bukti historis bahwa Pertempuran 10 November 1945 itu melibatkan Laskar Santri (Hizbullah-Sabilillah), selain Tentara Pelajar TRIP dan pemuda/Arek Suroboyo. Buktinya, ada Fatwa Jihad, Pesolusi Jihad (di Gedung HBNO), dan Takbir Allahu Akbar yang dipekikkan Bung Tomo.
Resolusi N.U. Tentang Djihad fi Sabilillah
BISMILLAHIRROHMANIR ROCHIM
“RESOLUSI”
Rapat Besar Wakil-Wakil Daerah (Konsul 2) Perhimpunan NAHDLATOEL OELAMA seluruh Djawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di SURABAIA.
Mendengar :
bahwa di tiap-tiap Daerah di Seluruh Djawa-Madura ternjata betapa besarnja hasrat Ummat Islam dan Alim Ulama di tempatnja masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA.
Menimbang:
a. bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai satu kewadjiban bagi tiap 2 orang Islam.
b. di Indonesia ini warga Negaranja adalah sebagian besar terdiri dari Ummat Islam.
c. bahwa pertempuran2 itu sebahagian besar telah dilakukan oleh Ummat Islam jang merasa wadjib menurut Agamanja untuk mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanja.
d. bahwa di dalam menghadapi sekalian kejadian 2 itu perlu mendapat perintah dan tuntunan jang sesuai dengan kedjadian kedjadian tersebut.
Memoetoeskan :
1. Berperang menolak dan melawan pendjajah itoe Fardloe ‘ain (jang harus dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata atau tidak (bagi orang jang berada dalam djarak lingkaran 94 Km. dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh.
2. Bagi orang-orang jadi berada diloear djarak lingkaran tadi kewadjiban itu djadi fardloe kifayah (yang tjoekoep, kalau dikerdjakan sebagian sadja).
3. Apa bila kekoeatan dalam No.1 beloem dapat mengalahkan moesoeh, maka orang-orang jang berada diloear djarak lingkaran 94 Km. berperang djoega membantoe No.1, sehingga moesoeh kalah.
4. Kaki tangan moesoeh adalah pemetjah kegoelatan teqat dan kehendak ra’jat, dan haroes dibinasakan, menurut hoekoem Islam sabda Chadist, riwayat Moeslim.
Resoloesi ini disampaikan kepada :
1. P.J.M. Presiden Repoeblik Indonesia dengan perantaraan Delegasi Moe’tamar.
2. Panglima Tertinggi T.R.I.
3. M.T. Hizboellah.
4. M.T.Sabilillah.
5. Ra’jat Oemoem.
Untuk diketahui, teks yang dibaca oleh Gus Kikin ini juga diperbanyak oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur dan dibagikan kepada puluhan ribu warga Nahdlatul Ulama, yang hadir dalam Mujahadah Pejuang NU, pada Sabtu 9 November 2024 di Gedung Hofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO), Jalan Bubutan VI, Surabaya.
Editor: Chidir Amirullah