GRESIK | NUGres – Ngaji Rutin Kitab Idhatun Nasyi’in karya fenomenal Syekh Musthafa Al ghalayain, Ketua Majelis Dzikir dan Sholawat (MDS) Rijalul Ansor Gus Ata Syifa Nugraha menyampaikan bab ‘Usyaquz za’amah’ atau ambisi memimpin.
Berdasarkan sumber kitab tersebut, Gus Ata menjelaskan, bahwa secara ideal kepemimpinan itu tidak dicari-cari dengan segala cara.
“Intinya kepemimpinan itu tidak kita cari-cari. Tidak kita berusaha untuk meraih itu semua. Tetapi kita berusaha untuk tetap menjadi orang baik di tengah-tengah masyarakat,” tutur Gus Ata, Selasa (03/8/2022) malam, di Kantor PCNU Gresik
Lebih lanjut, manusia sebagai hamba Allah, harus berikhtiar membuktikan kebaikan diri, membuktikan keimanannya, keislamannya serta keihsanannya di hadapan Allah SWT.
Sehingga, kata Gus Syifa, akan tiba masa seseorang mencapai level ihsan. Di mana akan memetik laku lampah kebaikan-kebaikan yang telah dikerjakan secara konsisten.
“Dan di saat manfaat buat masyarakat banyak itu dirasakan. Jangan kaget kalau kemudian kita ditunjuk oleh masyarakat karena kita memiliki tata krama dan kebaikan yang kemudian menjadi sandaran untuk masyarakat,” lanjutnya.
Gus Ata juga menengahkan catatan Syekh Mustafa Al Ghalayain, yang merasa heran terhadap seseorang atau kelompok orang yang tidak berjuang untuk membuktikan kemampuan dirinya, namun malah menyuruh orang lain untuk mengakui bahwa layak menjadi Pemimpin.
“Kenyataan ini banyak di tengah-tengah masyarakat kita. Tidak ada pengorbanannya. Tidak ada usahanya, tapi berusaha semaksimal mungkin, secepat mungkin supaya orang lain mengakui dirinya sebagai pemimpin,” tuturnya
Mengenai tipe atau karakter orang atau kelompok orang semacam ini, Syekh Mustafa Al Ghalayain memberikan predikat “Wahum ahwanu ‘alaiha min kulli hayyinin”, yakni sebagai serendah-rendahnya dari setiap hal yang rendah.
Tidak hanya itu saja, lanjut Gus Ata, maka orang-orang yang berlaku demikian dalam pandangan Syekh Mustafa Al Ghalayain tidak akan pernah mendapat keistimewaan dan meraih maqom/tingkatan sebagai Pemimpin sejati.
Adapun orang yang berambisi menjadi pemimpin namun tidak menempuh proses pengabdian, berjuang dan berkorban, maka bawaan kiprahnya antara lain akan memicu perseteruan.
“Senengane gawe geger, gawe rame. Karena menganggap dirinyalah yang pantas jadi pemimpin,” sambungnya.
Bahkan orang atau sekelompok orang yang berambisi jadi pemimpin ini dalam perseteruan itu tidak ragu untuk meluncurkan fitnah, umpatan-umpatan dan kejahatan manipulatif lainnya.
Dengan perseteruan dan benturan yang dibuat, maka perlahan hilang kepercayaan masyarakat terhadap citra para Pemimpin. Akhirnya, kata Gus Ata, terjadi kekosongan yang menjadi celah bagi orang ambisius ini masuk.
“Mereka juga suka mencemarkan, mengotori kehormatan Afadhilil ummah, yaitu tokoh-tokoh pemimpin yang dipercayai oleh masyarakat. Dan semua (fitnah, umpatan) menjadi jalan untuk menempuh maksud mereka,” tandasnya.
Dari pengajian pada bab ini, Gus Ata berpesan kepada majelis yang hadir secara ofline dan melaui streaming youtube NUGRES CHANNEL bila ambisi dalam kepemimpinan telah banyak ditemukan hingga hari ini.
Orang atau sekelempok orang yang ambisius memimpin itu tidak selalu datang atau dilakukan orang luar (eksternal), bahkan bisa saja muncul dari diri kita sendiri (internal).
Diketahui, Ngaji Kitab Idhotun Nasyi’in rutin di gelar Gus Ata yang juga Ketua Majelis Sholawat dan Dzikir Rijalul Ansor. Pengajian itu biasa dimulai lepas maghrib di Kantor PCNU Gresik setiap satu bulan sekali. Rutinan ini merupakan peninggalan Almaghfurlah Kiai Robbach Ma’shum sebagai salah satu inisiator pengajian kitab tersebut. (Chidlir)