Ziarah ke Makam Waliyullah (Bagian-01)
Oleh: Ahmad Rofiq
Ingin saya buka tulisan ini dengan pujian atau dawuh dari KH Maemoen Zubair untuk guru beliau yang keharuman namanya telah mendunia ini. Pujian Mbah Moen untuk Syaikh Abul Fadhol Senori ini sering disampaikan dalam tausiyah-tausiyah beliau.
“Ojo isin dadi wong jowo, delok toh Mbah Fadhol Senori. Ora tahu ngaji ning arab, tapi geneyo koq iso ‘alim ngalahno sing ning Arab. Alime’ koyok ngono, karangane kitab pirang-pirang.” (Jangan malu menjadi orang Jawa, lihatlah Mbah Fadhol Senori, beliau tidak pernah belajar di Arab, tapi kedalaman ilmunya mengalahkan orang-orang yang belajar di Arab. Betapa alimnya beliau, karangan kitab beliau pun sangat banyak)
Itulah pujian KH Maemoen Zubair untuk Mbah Fadhol Senori, guru beliau yang sangat alim dan karya-karyanya mendunia ini.
Sekali mendayung, dua atau tiga pulau terlampaui. Prinsip inilah yang saya pakai di momen lebaran kali ini. Setelah sowan ke makam ayah saya, tidak ingin buang kesempatan saya pun melanjutkan ziarah ke makam salah satu ulama besar dan waliyullah yang ada di daerah saya, Syaikh Abul Fadhol Senori. Apalagi jarak antara makam ayah saya dan makam Mbah Fadhol Senori hanya sekitar 1 kilometer.
Selain sebagai ulama besar yang karya-karyanya mendunia, Kiai Abul Fadhol juga dikenal sebagai seorang Sufi yang zuhud. Hal itu tampak dalam keseharian hidup beliau yang sangat sederhana dan bersahaja. Jarang orang tahu bahwa beliau adalah ulama besar yang murid-muridnya telah jadi para ulama besar, seperti halnya KH Maemoen Zubair (pengasuh pondok pesantren Al Anwar Sarang), KH Abdullah Fakih (Pesantren Langitan Tuban), KH Hasyim Muzadi (pesantren Al Hikam Malang), KH Dimyati Rois (Pesantren Kaliwungu Kendal Jawa Tengah) serta beberapa ulama besar lainnya yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu.
Salah satu bukti dari kesederhanaan dan ke-zuhudan Syaikh Abul Fadhol Senori adalah peristiwa saat beliau ta’ziyah di saat wafatnya KH. Zubair Dahlan (ayahanda KH.Maimoen Zubair). Waktu itu Mbah Fadhol berbaur dengan kebanyakan orang yang sedang ta’ziyah. Beliau mengenakan baju lusuh, dipadu dengan songkok hitam yang warnanya telah memudar dan berubah menjadi merah. Sehingga orang-orang lain acuh tak acuh saat melihatnya. Mereka tidak tahu, bahwa lelaki berbaju lusuh dan berkopyah agar merah itu adalah Syaikh Abul Fadhol Senori, penulis kitab “Al-kawakibu al-Lama’ah fii tahqiqi al-musamma bi ahli as-sunnati wal jama’ah”. Sebuah kitab yang jadi referensi utama untuk mengetahui siapakah orang-orang yang disebut ahlussunah wal jama’ah.
Orang-orang yang saat itu ta’ziyah baru tahu kalau itu adalah Kiai Abul Fadhol setelah Mbah Maimoen Zubair menyambutnya dengan mencium tangan Kiai Abul Fadhol Senori yang masyhur itu.
BERSAMBUNG
Bagian yg ke dua dimana min🙏🏻