BUNGAH | NUGres – KH. M. Ala’uddin menjelaskan secara gamblang Hikmah Haji dan Umrah pada saat mengisi materi manasik haji ke-4 Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) MWCNU Bungah yang diadakan pada Ahad, 22 Desember 2024, di Aula KH Hasyim Asy’ari, Gedung MWCNU Bungah, Gresik.
Puluhan peserta tampak antusias dan khidmat mengikuti materi. Diawali dengan hakikat pengertian haji, pemangku Pondok Pesantren Qomaruddin itu menjelaskan hikmah haji dengan bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, serta dikombinasikan dengan pengalaman dan konteks sosial saat ini.
“Secara bahasa, haji berarti sengaja. Secara istilah, sengaja menuju Ka’bah dalam rangka menjalankan rangkaian ibadah. Jadi memang haji itu berarti memang sengaja, kita berangkat haji itu memang sengaja untuk beribadah, bukan untuk traveling,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa haji dan umrah merupakan ibadah wajib dilaksanakan sekali seumur hidup. Secara historis, haji diwajibkan bagi umat Islam pada tahun 9 Hijriah. Rasulullah Saw hanya berhaji 1 kali, yaitu pada saat Haji Wada’ pada tahun 10 Hijriah.
Mengutip surat Al-Imran ayat 97 dan Al-Baqarah 196, KH. M. Ala’uddin memaparkan bahwa pada dasarnya ibadah haji dan umrah adalah memang aturan atau perintah dari Allah, bukan dari manusia. Sehingga, terangnya, bahwa tidak perlu dipertanyakan dan dipertentangkan dengan akal atau logika manusia.
“Ibadah haji itu adalah urusannya Allah. Bukan urusan Arab Saudi atau Kemenag. Jika tidak dipanggil Allah tidak bakal bisa berangkat meskipun sudah Istithoah (mampu). Jika sudah dipanggil meski tidak punya apa-apa pasti bisa berangkat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, KH. M. Ala’uddin membagi hikmah haji dalam dua hal, yaitu hikmah secara umum dan khusus. Salah satu hikmah haji yang umum adalah haji dapat memperkuat ukhuwah Islamiyah. Dalam momen haji, umat Islam dari segala penjuru dunia berkumpul mensucikan Allah, bermunajat kepada Allah, berdoa untuk dirinya, keluarganya dan seluruh umat Islam seluruhnya.
“Saling menyapa, saling mengenal, saling berinteraksi. Bertukar kabar, bertukar pikiran. Saling memberikan solusi. Inilah hikmah disyariatkan haji. Menyatukan Umat Islam. Setelah akal dan hati kita satu, perbuatan kita satu, kiblat kita satu, perasaan kita satu. Sekarang kita disatukan dalam satu tempat. Persatuan yang nyata. Dan inilah momen yang tidak didapat di agama lain. Momen musyawarah tahunan umat Islam seluruh dunia. Dan momen ini harus kita manfaatkan sebaik-baiknya,” imbuhnya.
Pada hikmah umum lainnya, KH. Ala’uddin mengutip hadits, yang menjelaskan keistimewaan haji, yaitu mendapat pahala berlipat ganda. Dimana ketika haji itu diterima, maka dia akan otomatis masuk surga.
Sementara itu, hikmah secara khusus, KH. M. Ala’uddin menyebutkan bahwa haji benar-benar mendekatkan diri kepada Allah dengan segenap jiwa dan raga. Meninggalkan kenikmatan duniawi agar mencapai nikmat ukhrawi, semacam jalan “kependetaan” umat Islam.
“Saat melakukan ibadah haji, kita memakai baju yang sederhana, tidak menggunakan wewangian, meninggalkan hubungan suami istri,” ujarnya.
KH. M. Ala’uddin kemudian menjelaskan satu persatu hikmah khusus di setiap bagian atau rukun-rukun haji. Mulai dari niat, ihram, wukuf di Arofah, jumrah, thowaf, sa’i, tahallul dan tertib. Dalam wukuf di Arofah misalnya, terdapat hikmah tempat bertemunya umat Islam dari seluruh penjuru dunia dan pengakuan seorang hamba yang lemah di hadapan Sang Pencipta.
Juga tentang thowaf, yang mempunyai hikmah bahwa hidup harus sesuai dengan aturan dari Allah. Lalu tentang sa’i, mempunyai hikmah untuk perjuangan, bahwa hidup harus berusaha dan berjuang. Kemudian tahallul mempunyai hikmah agar kita menanggalkan kesombongan.
Selain itu, hikmah khusus haji lainnya adalah bahwa haji merupakan miniatur perjalanan akhirat. “Dalam ritual Haji terkandung pesan moral yang sangat luar biasa. Semenjak awal keberangkatan Haji hingga kepulangannya selalu mengingatkan kita terhadap perjalanan hidup manusia sejak lahir hingga mati,” pungkasnya.
Penulis: Maghfur Munif
Editor: Chidir Amirullah