GRESIK | NUGres – Sebuah forum sarasehan yang diinisiasi Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Gubeng Kota, Surabaya, mendorong Pengelola Tugu Pahlawan Surabaya untuk tidak lagi menisbikan peran kaum santri di masa lalu, yang tergabung dalam Laskar Hizbullah dan Sabilillah.
Di sisi lain, pemerintah pusat telah menetapkan momentum lahirnya Resolusi Jihad NU sebagai Hari Santri. Resolusi Jihad NU turut mengibarkan semangat perang 10 November 1945 diperkuat Fatwa Jihad Rais Akbar Nahdlatul Ulama KH M Hasyim Asy’ari, hingga terjadi mobilisasi massa kaum santri dari berbagai daerah di Jawa dan Madura.
Dalam sarasehan kebangsaan bertema “Berdirinya NU dan Resolusi Jihad NU sebagai Salah Satu Pilar Kemerdekaan Indonesia”, di Gedung Soetandyo Wignjosubroto, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Ahad 6 Oktober 2024, juga menyoroti keberadaan Monumen Tugu Pahlawan Surabaya yang dianggap kurang fair dalam mendokumentasikan peran perjuangan para santri dalam Perang 10 November 1945.
Salah satu pemerhati sejarah, Riadi Ngasiran, sebagai narasumber dalam sarasehan tersebut, meminta Pemerintah Kota Surabaya sebagai pengelola Tugu Pahlawan tidak lagi menisbikan para pejuang Laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah dengan membenahi data.
“Eksistensi Laskar Hizbullah telah digembleng sejak Indonesia belum merdeka. Yakni zaman pendudukan Jepang di Cibarusah, Jawa Barat. Sehingga, ketika terjadi pertempuran Surabaya, para santri Laskar Hizbullah telah siap bertempur, terutama adanya Resolusi Jihad NU,” kata Riadi Ngasiran, di Surabaya, Ahad (6/10/2024).
Penulis buku Resolusi Jihad NU dan Perang Sabil di Surabaya tahun 1945 ini juga mengingatkan bila Fatwa Jihad Kiai Hasyim Asy’ari (17 September 1945), yang ditujukan kepada masyarakat luas, terutama kaum santri dan umat Islam. Diperkuat dengan keputusan PBNU yang mengeluarkan ‘peringatan’ untuk pemerintah pada saat itu, yakni Resolusi Jihad NU di Surabaya (22 Oktober 1945).
“Kedua keputusan agama dan politik NU melalui Fatwa Jihad Kiai M Hasyim Asy’ari tanggal 17 September 1945 dan Resolusi Jihad NU tanggal 22 Oktober 1945 kemudian memperoleh dukungan besar dari organisasi keagamaan di Indonesia,” sambungnya.
Masih kata Riadi Ngasiran, rakyat Muslimin Kebumen mengeluarkan mosi agar umat Islam bersungguh-sungguh mempertahankan Republik Indonesia. Pada tanggal 7 – 8 November 1945, umat Islam Indonesia menyelenggarakan Muktamar Umat Islam Indonesia di Yogyakarta. Muktamar Islam Indonesia menyerukan seluruh umat Islam Indonesia untuk memperkuat persiapan untuk berjihad fi Sabilillah.
Penulis Sejarah Pergerakan Kemerdekaan Indonesia Bawah Tanah (2015) itu juga bilang, PBNU pun mengeluarkan sebuah dukungan spiritual kepada para pejuang Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
“Resolusi Jihad NU tersebut mengatakan bahwa berperang melawan penjajah dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah fardlu ’ain, dan mereka yang merusak persatuan rakyat harus dibinasakan,” tandasnya.
Resolusi tersebut disampaikan kepada Presiden RI, Panglima tertinggi TRI, Markas Tinggi Hizbullah, Markas Tinggi Sabilillah, dan seluruh Rakyat Indonesia. Resolusi tersebut dikenal dengan Resolusi Jihad Purwokerto.
Oleh karena itu, kelahiran NU di Surabaya yang merupakan kota metropolitan, terkandung spirit kosmopolitanisme bagi kaum santri. Dari sini lah, NU tak bisa dilepaskan dari Surabaya hingga kini dengan kehadiran lembaga pendidikan dan pelayanan kesehatan, yang merupakan perwujudan konsep Mabadi Khairu Ummah yang digariskan para muasis (pendiri) NU.
Kegiatan dalam rangka menyongsong Hari Santri Nasional tahun 2024 ini menghadirkan narasumber diantara yakni Riadi Ngasiran (Pemerhati Sejarah aktivis NU), Ihsan Rosyid (Dosen Sejarah FIB Unair), dengan moderator Fahrul Muzakki (Fisip Unair).
Sarasehan dan diskusi ini juga dihadiri oleh Wakil Sekretaris PCNU Surabaya Gus Miftah Jauhari al-Ngindeni, KH Sulaiman (Rais), KH Muslimin, dengan peserta lebih dari 100 peserta, terdiri dari pengurus MWC dan Ranting, banom NU, serta PMII, IPNU IPPNU.
Editor: Chidir Amirullah