Oleh: Nur Alfiyah Oktaviyani*
KAJIAN | NUGres – Di era digital yang semakin maju, literasi digital menjadi keterampilan yang sangat penting bagi setiap individu.
Bagi umat Islam, khususnya pengikut Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja), tantangan ini harus dihadapi dengan tetap berpegang pada nilai-nilai ajaran Islam yang moderat dan seimbang.
Literasi digital tidak hanya tentang kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga mencakup pemahaman, analisis kritis, dan penggunaan media digital secara bijak.
Dalam konteks Aswaja, literasi digital harus dilandasi oleh prinsip-prinsip tawassuth (moderasi), tawazun (keseimbangan), tasamuh (toleransi), dan i’tidal (keadilan).
Salah satu tantangan terbesar di media sosial adalah penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.
Aswaja mengajarkan pentingnya tabayyun, yaitu verifikasi informasi sebelum menyebarkannya.
Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Al-Hujurat ayat 6, yang memerintahkan kita untuk memeriksa kebenaran berita yang diterima.
Dalam bermedia sosial, etika Aswaja mengajarkan kita untuk:
- Menjaga adab dalam berkomunikasi, menghindari kata-kata kasar dan menyakitkan.
- Menghormati privasi orang lain dan tidak menyebarkan aib sesama.
- Memprioritaskan konten yang bermanfaat dan mengedukasi.
- Menghindari perdebatan yang tidak produktif dan menjaga ukhuwah.
- Bersikap inklusif dan menghargai perbedaan pendapat.
Implementasi nilai-nilai Aswaja dalam bermedia sosial dapat dilakukan dengan menggunakan filter THINK sebelum memposting atau berkomentar:
- T (True): Apakah informasi ini benar?
- H (Helpful): Apakah postingan ini bermanfaat?
- I (Inspiring): Apakah konten ini menginspirasi?
- N (Necessary): Apakah perlu disampaikan?
- K (Kind): Apakah disampaikan dengan cara yang baik?
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi yang mengusung paham Aswaja, memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi digital umat.
Melalui berbagai program pelatihan dan kampanye anti-hoax, NU berupaya membentuk warganet yang cerdas dan beretika.
Upaya ini tidak hanya bertujuan untuk menciptakan lingkungan digital yang sehat, tetapi juga untuk memperkuat peran Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin di dunia maya.
Pentingnya literasi digital dalam perspektif Aswaja juga tercermin dalam konsep “dakwah digital”. Dalam hal ini, media sosial dapat dijadikan sarana untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang ramah, moderat, dan inklusif.
Dengan pendekatan yang bijak dan konten yang berkualitas, kita dapat menunjukkan wajah Islam yang damai dan toleran kepada dunia.
Sebagai penutup, literasi digital dalam perspektif Aswaja bukan hanya tentang kecakapan teknis, tetapi juga kematangan spiritual dan emosional dalam menghadapi tantangan dunia digital.
Dengan berpegang pada prinsip-prinsip Aswaja, kita dapat menjadi agen perubahan positif di dunia maya, sekaligus menjaga marwah kita sebagai muslim yang berakhlak mulia.
Mari jadikan media sosial sebagai sarana untuk menebarkan kebaikan, mempererat ukhuwah, dan berkontribusi positif bagi masyarakat luas.
Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi konsumen pasif teknologi, tetapi juga partisipan aktif dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat dan bermanfaat bagi semua.
*Nur Alfiyah Oktaviyani, Mahasiswa Universitas Qomaruddin