Warga net akhir-akhir digemparkan dengan munculnya sosok muda sederhana. Gaya bicaranya yang ceplas-ceplos namun kuat dalam pijakan literatur dan lautan referensi otoritatif. Dia tampil seolah seperti santri ndeso yang lugu dan plonga-plongo, namun ketika sudah berbicara hilanglah kesan tersebut. Secepat desahan nafas berubah menjadi pakar mutabakhir yang memunculkan kajian-kajian islam multi-disipliner.
Gaya bicaranya melompat-lompat dari satu terminologi menuju terminologi lain. Sementara pendengar masih menikmati terminologi yang awal dia sudah membuka wacana terminologi kedua dan seterusnya. Keindahan logikanya menarik, seperti kibasan burung cindrawasih yang orang masih menikmati kibasan pertama namun kibasan selanjutnya sudah muncul.
Sesosok Kiai Muda tersebut adalah KH Bahauddin Nur Salim atau akrab disebut Gus Bahak, salah satu santri kinasih KH Maimun Zubair, Sarang. Gus Bahak sekarang menjadi idola baru setelah berhasil meluluh lantahkan dasar-dasar pemikiran purifikasi islam yang menjadi madzhab mayoritas kajian ustadz-ustadz di dunia maya.
Di tangan Gus Bahak, agama tidak serumit dan seberat ustadz-ustadz Salafi yang dikit-dikit bid’ah. Gerakannya meneruskan tradisi leluhur; yaitu Walisanga, ringan, renyah dan mengayomi. Beliau lebih melihat realitas masyarakat –yang kemudian dicarikan dalilnya- daripada ngotot-ngotot memaksakan dalil yang dalam realitasnya berbenturan dengan kondisi masyarakat.
Pengasuh Pesantren Narukan Jawa Tengah tersebut sering mengulas metode Walisanga. Contoh kecil adalah dulu para Walisanga menganggap barangsiapa yang puluhan tahun kafir dengan mengucapkan kalimat tauhid maka menjadi mukmin. Sedangkan akhir-akhir ini muncul gerakan siapa yang tidak mau menampakkan bendera tauhid maka kafir. “Ini apa-apaan? Dengan kalimat yang sama, Walisanga mengislamkan orang, sementara ustadz-ustadz sekarang justru mengkafirkan orang.” ucapnya.
Joke-joke Ambyar Bersanad
Kekuatan lain dari Gus Bahak adalah menyampaikan agama dengan santai. Hampir di seluruh pengajiannya selalu muncul candaan-candaan ala santri yang membuat betah para pendengarnya. Joke-joke tersebut selain sebagai magnet agar kajian lebih menarik. Ternyata beliau juga memiliki banyak sanad lelucon yang terambil dari turats-turats klasik.
Diantaranya, ada seorang raja yang punya kebiasaan poligami. Suatu saat kasemsem sama seorang perempuan. Kemudian raja menanyakan kondisi perempuan tadi pada ajudannya. Betapa terkejutnya sang raja ketika sang ajudan mengatakan, “Saya melihat berkali-kali perempuan itu dicium seorang lelaki. Bagaimana mungkin engkau seorang raja menikahi perempuan demikian?”. Akhirnya sang raja memutuskan untuk tidak menikahinya.
Beberapa waktu kemudian, ternyata perempuan tersebut menikah dengan ajudan tersebut. Sang raja sangat marah sekaligus penasaran, kenapa dia mau menikahi perempuan tersebut?. Setelah menemui dan bertanya, kemudian sang ajudan menjawab, “Iya memang dia berkali-kali dicium lelaki. Tapi kamu tahu tidak? Lelaki itu adalah Ayahnya”. Ambyar seketika hati sang raja. Cerita ini kayaknya fiktif. Tapi ternyata beliau baca di kitab Ithafus Sadatil Muttaqin, syarahnya kitab Ihya Ulumiddin. Sanadnya jelas.
Dalam kitab Hikam -suguhan wajib para sufi- juga dijelaskan bahwa seorang wali punya kebiasaan menjual kayu. Setelah dapat uang. Ia meningalkan pekerjannya dan kembali beribadah. Itu kebiasaan dia. Sampai pada suatu saat ia berdoa, ya Allah kebutuhan saya hanya makan dan ibadah. Maka cukupilah kebutuhan saya tanpa kerja.
Akhirnya beberapa waktu kemudian orang tersebut dituduh suatu kasus dan dipenjara. Di penjara itulah kemudian dia baru sadar bahwa dia keliru atas doanya. Minta kecukupan makan tanpa bekerja, ya dipenjara. Ambyar juga hati sang sufi.
Bahkan dalam kitab Ihya Ulumiddin karya al-Ghazali, seorang ulama besar yang bernama Qadhi Iyad telah menulis tentang bagaimana pentingnya menghormati Rasulullah. Tapi dalam tulisan itu beliau menulis mizahun nabi (guyonan-guyonan nabi). Dalam karya tersebut guyonan nabi itu tidak pernah mengandung unsur kebohongan. Jadi ini citarasanya luar biasa. Guyonan tanpa hoaks. Inilah yang mendorong beliau mengutip joke-joke ambyar penuh makna.
Kiai Muda Anti Mainstream
Sisi lain yang menarik adalah uraian-uraian Gus Bahak, terkadang berbeda sudut pandang secara umum. Beliau lebih bersifat anti mainstream dalam kajiannya. Misalnya ketika orang awam memandang bahwa kehidupan para nabi dan malaikat itu penuh dengan keta’dziman. Namun Gus Bahak menyibak dengan ruang diskusi yang berbeda.
Misalnya dalam proses kewafatan Nabi Ibrahim. Ketika Malaikat Izrail datang, Nabi Ibrahim tidak langsung mengiyakan tetapi mengatakan, “Wahai Malaikat, bagaimana mungkin sang Kekasih akan membunuh kekasih-Nya”. Akhirnya malaikat kembali kepada Allah dan mengutarakan perkataan Nabi Ibrahim.
Kemudian Allahpun mengatakan kepada malaikat, “Bilang. Kalo Ibrahim kekasih-Ku. Bagaimana mungkin seorang kekasih akan menolak bertemu sang Kekasih?”. Ketika kalimat itu disampaikan kepada Nabi Ibrahim baru kemudian siap menjemput ajal.
Begitu juga dalam memahami ibadah. Abu Yazid al-Busthami, sufi besar masa itu. Pernah meminta kepada Allah diperlihatkan temannya kelak di surga. Dengan izin Allah diperlihatkanlah temannya tersebut.
Ternyata kelak temannya adalah seorang sufi yang kebiasannya tidur. Hingga Abu Yazid terkaget-kaget. Bagaimana mungkin ia yang ahli ibadah yang kelak berteman dengan orang yang banyak tidurnya. Rahasianya adalah orang tersebut selalu ridha atas ketetapan Allah dan memperbanyak tidur untuk menghindari maksiat.
Banyak orang yang berekspektasi dzikir yang panjang sampai memaksa-maksa diri yang terkadang dia melawan dari ketetapan Allah. Merasa bahwa dia bisa beribadah dengan kekuatannya. Padahal semua itu adalah fadhal dari Allah Swt.
Kritis atas Kesalahpahaman Umat
Akhir-akhir ini istilah kafir banyak mencuat ke permukaan. Bahkan seorang yang baru baca dari terjemah teks sudah berani mengkafirkan seorang ulama atau kiai yang telah berjibaku dengan kitab kuning selama puluhan tahun. Mereka mengambil simpulan kafir hanya sebatas analisis kata penerjemah.
Padahal jika dipahami lebih dalam, istilah kafir yang banyak disebutkan Rasulullah itu merujuk kepada kufur nikmat, bukan kufur secara iman. Karena hampir semua dosa besar yang dilakukan, Rasulullah menyebut pelakunya sebagai kafir. Tentu ini bukan kafir bermakna murtad tapi adalah kafir dalam artian inkar atas nikmat Allah Swt.
Gus Bahak pernah memberikan tiga argument tentang masalah ini. Pertama:
وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
”Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang kufur (atas nikmat), maka sesungguhnya Allah Mahakaya dan Maha Terpuji.”
Imam Suyuti memaknai kufur di atas adalah dengan inkar atas nikmat. Bukan kufur yang keluar dari islam.
Dasar kedua, aqidah Ahlussunnah meyakini bahwa semua nabi adalah makshum. Maka jika makna kufur itu keluar dari islam tentu ayat di bawah ini tidak sesuai dengan aqidah tersebut:
فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ
Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau men-kufur-inya”.
Sehingga para mufassir memberikan makna kufur disini adalah inkar nikmat bukan kafir bermakna keluar dari islam.
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu sekalian kufur, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Tentu pula kufur di sini adalah inkar nikmat.
Dari sekian keunikan Gus Bahak tentu penulis tidak menampik akan berbagai sisi kekurangan beliau. Meskipun penulis tidak memiliki kapabilitas dalam menilai hal tersebut. Tapi terlepas dari semua itu, paling tidak munculnya beliau menjadi satu alur tersendiri bagi netizen untuk memahami Islam dari sisi yang berbeda –atau anti mainstream- dari pemahaman orang sementara ini. Gus Bahak adalah oase baru bagi netizen. Joke-joke bersanadnya menjadikan hati kita ambyar.
Muhammad Hasyim
Ketua LTN NU Gresik