GRESIK | NUGres_Malam minggu. Sabtu (25/1/2020) kemarin, sisi kanan pintu masuk, salah satu mall di kawasan Perum Gresik Kota Baru, terlihat Fandi Ahmad Yani. Ketua DPRD Gresik.
Berkaos oblong dipadu celana coklat dengan sepatu casual. Dia terlihat serius ngobrol dengan anak muda di sampingnya. Pun lainya, tak kalah asik ngobrolnya.
Tidak berselang lama, dua pemuda dengan baju kotak datang. Saling jabat tangan, saling lempar senyum dan terakhir mengulurkan tangan ke ketua DPRD Gresik.
“Saya Danial,” katanya kepada politisi yang kerap disapa Gus Yani itu. “Oo.. sampeyan (kamu, red) ketuanya,” timpal Gus Yani.
Kedatangan Danial seolah menjadi pembuka dimulainya obrolan kelompok milenial. Ada puluhan mahasiswa dari Paguyuban Mahasiswa Unair Daerah Gresik (Pudak) hadir.
Ya, mereka adalah para mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya adal Gresik. Mereka sangat antusias bisa berdiskusi dengan ketua DPRD Gresik.
“Kalian sebagai generasi milenial, apa harapan kalian untuk Kabupaten Gresik ke depan,” tanya Gus Yani membuka dialog.
Ada banyak ide baru ala anak muda dilontarkan. Rata-rata para anak muda masa depan Gresik itu cukup progresif. Dan, itu untuk kemajuan kota seribu wali, tempat mereka dilahirkan.
“Kenapa ruang-ruang publik di Gresik tidak diarahkan untuk dibangun Co-Working Space?” tanya seorang diantara mereka.
Kesannya pertanyaan itu sederhanan, namun cukup luar biasa. Apalagi, disambung dengan pernyataan, “Merujuk ke Kota Surabaya. Bagaimana keberadaan Co-Working Space tengah bergeliat, baik yang disediakan pemerintah maupun swasta.”
Gus Yani pun tersentak. Dia pun menyedari, bila dalam Co-Working Space itu, ada interaksi, berbagi pengetahuan, dan berkolaborasi. Yang mana, konsep atau rancangan inilah, yang membedakannya dengan kafe atau warung kopi biasa.
“Hasil browsing saya, ternyata perkembangan Co-Working Space di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, cukup luar biasa,” katanya lagi.
Dijelaskan, ternyata, infrastruktur atau prasarana ini turut mempengaruhi pesatnya start up di Surabaya. Karena Co-Working Space memungkinkan pelaku start up maupun freelancer membangun networking.
Apalagi, sampai Mei 2018, jumlah start up di Surabaya mencapai 15 persen dari total 2.274 start up di seluruh Indonesia. Surabaya terbanyak ketiga.
“Bukankah ini relevan untuk diaplikasikan di Gresik yang merupakan kota industri?” gumam Gus Yani.
Bagi politisi PKB itu, pihaknya selalu menunggu ketika bisa berdiskusi dengan anak-anak muda. Banyak ide-ide segar yang bisa diserap. (asik)