Oleh: Nur Fakih*
KOLOM KALEM | NUGres – Beberapa hari ini Santri kelas 6 Pondok Modern (PM) Gontor melakukan rihlah tarbawiyah wal iqtisodiyah di Gresik dan kota lainnya, seperti di Malang, Surabaya dan Solo.
Saat rihlah itu berlangsung di Gresik, para santri mendapat cerita menarik dari Agus Moch Muqsith tentang sejarah panjang Pondok Pesantren (Ponpes) Mambaus Sholihin.
Diceritakan, meski menjadi santri PM Gontor, KH Masbuhin Faqih tidak menjadikan PM Gontor sebagai kiblat utama untuk mengembangkan pondok pesantren yang didirikannya, Mambaus Sholihin, Suci Gresik.
Pondok Modern Gontor adalah ibu yang melahirkan banyak ponpes. Pondok-pondok itu ada yang menjadi anak ideologis juga ada yang menjadi anak biologisnya.
Anak-anak biologisnya bertebaran di nusantara begitu pula anak anak idiologisnya. Anak-anak biologis PM Gontor baik yang putra maupun yang putri berkembang mengikuti jalan yang dibangun oleh induknya, yaitu PM Gontor 1 yang berpusat di desa Gontor, Ponorogo.
Hal ini berbeda dengan pondok-pondok pesantren yang menjadi anak ideologisnya. Ponpes ideologis ini didirikan oleh para alumni yang tidak mengadopsi 100℅ dari ibunya.
Adaptasi, kreasi, inovasi maupun model pengasuhannya lebih merdeka. Disesuaikan dengan tantangan, kebutuhan, peluang dan pertimbangan lainnya. Apa yang menjadi kekurangan PM Gontor dibenahi, apa yg menjadi titik lemahnya diperkuat melalui perencanaan dan kajian-kajian ilmiah.
Dengan pola pengembangan kekinian itu, maka pondok-pondok alumni yang menjadi anak ideologis PM Gontor tumbuh pesat. Lihat saja Ponpes Al Amin di Sumenep, Al Islah di Paciran Lamongan, Pondok Teknologi Mojopahit di Mojokerto, dua Ponpes di Sumbawa yang diasuh KH Zulkifli Muhadi dan Prof. Dr. Din Syamsudin. Ponpes Al Hikam di Malang dan di Depok, dan lainnya.
Di Gresik ada Ponpes Mambaus Sholihin yang diasuh KH Masbuhin Faqih. Pondok ini mengawinkan sarung lama yang diperoleh Kiai Buhin selama nyantri di Ponpes Langitan dengan sarung baru yang diperolehnya selama nyantri di PM Gontor.
Hasil jahitan Kiai Buhin dari dua sarung itu, kini pondok yang diasuhnya berkembang pesat dengan jumlah ribuan santri yang tersebar di pondok-pondok cabangnya se-Indonesia.
Kiai Buhin dan pondok-pondok yang menjadi anak ideologi PM Gontor dituntut untuk selalu meng-update dan memodernisasi dirinya jika tidak ingin ditinggal jaman. Begitu pula PM Gontor beserta anak-anak biologisnya harus terus menerus melakukan tajdid.
Pertanyaan kritisnya, mana yang lebih modern PM Gontor beserta anak-anak biologisnya atau pondok-pondok alumni yang menjadi anak idiologisnya?. Sebuah pertanyaan yang tidak sulit menjawabnya, karena sang ibu telah menghembuskan ruh agar semua anak-anaknya tetap hidup bermanfaat kapan pun dan di mana pun. ***
Nur Fakih, Pemerhati sosial tinggal di Cakra.