GRESIK | NUGres – Perkembangan mekanisasi dan teknologi pertanian melesat cepat bak busur panah. Walaupun demikian transformasi pertanian tidak lepas dari pijakan awal tentang teknologi pertanian itu sendiri yakni teknologi tradisional ke arah yang lebih modern.
Teknologi tradisional salah satunya yakni penumbuk padi bernama lesung. Alat dari kayu berbentuk panjang dengan ukuran panjang kurang lebih 2,5 meter, lebar 0,6 meter, dengan kedalaman lubang 0,4 meter. Dengan alat yang bernama lesung ini kulit gabah dipisahkan dengan cara ditumbuk alu. Alu berupa tongkat tumpul dari kayu. Dari proses ini gabah kering perlahan menjadi beras.
Lesung dikenal di dunia pertanian nusantara tidak sekedar sebagai teknologi penumbuk padi semata, masyarakat Jawa tidak bisa memisahkan hidupnya dengan padi yang ditumbuk dengan lesung menjadi beras dimasak jadi nasi menjadi makanan pokok.
Tradisi di desa-desa setiap menjelang subuh terdengar bunyi ujung alu dengan lesung, para ibu tengah menumbuk pagi, menyiapkan makanan. Sebagian hasil tumbukanya berupa beras setelah subuh di jual ke pasar.
Dalam mitologi jawa bunyi lesung membuat Roro Jonggrang terselamatkan dari anaknya sendiri, Bandung Bondowoso yang bernafsu hendak menjadikanya istri.
Tentang lesung, Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Gresik, Muzarodin, memiliki pandangan tersendiri.
Menurutnya, leluhur telah membuat lesung dengan bentuk seperti perahu kecil tidak sekedar menjadi alat tumbuk padi semata, namun ada nilai filosofinya antara lubang lesung dengan alu penumbuk berkolabarasi menghasilkan sesuatu yang bernilai.
“Kolaborasi itu menjadi nilai ekonomi, punya nilai interaksi sosial, punya nilai kegotongroyongan, punya nilai kesenian dengan bunyi yang ditimbulkan,” kata Muzarrodin, Rabu (20/9/2023).
Lebih lanjut, Muzarodin juga menyampaikan kalau lesung dan alu dimainkan oleh beberapa orang dalam menumbuk padi, di tengah menumbuk terjadi komunikasi berbincang antar penumbuk (sesama tetangga) dengan disertai senda gurau dan berbagi cerita.
“Tradisi menumbuk padi secara berjamaah dengan teknologi lesung disebut kothekan. Kearifan lokal masyarakat desa semacam ini lah menjadi harmoni hubbul wathon minal iman,” imbuhnya.
Hal ini, tambah dia, sangat tepat dalam rangka membangun spirit kader penggerak pertanian Nahdlatul Ulama sekaligus peringatan Hari Tani Nasional ke-63 yang diadakan pada Ahad 24 September 2023, di Taman Teknologi Pertanian Gresik.
“PC LPPNU Gresik dan Panitia MKP2NU menghadirkan Lesung Ketanmapan Hubbul Wathon dari Desa Dalegan Panceng. Kehadiran Lesung tersebut tidak sekedar sebagai simbol pertanian semata, namun juga sebagai bukti kecintaan petani Nahdlatul Ulama terhadap tanah air, karena petani tidak bisa dipisahkan dengan tanah sebagai lahan dan air sebagai sumber kehidupan dalam menjaga NKRI dari krisis ketahanan pangan,” pungkasnya.
Terpisah, Koordinator Musik Lesung Ketan Mapan (Kelompok Tani Nahdliyin Maju Produktif Andalan) Hubbul Wathon, Mahmudah, mengajak para petani untuk terus bersemangat menjalani peranannya yang begitu penting ini.
“Selagi wong urip isik butuh mangan berarti wong tani isik dibutuhno, Ayooo semangat kegotongroyongan dan saling mengisi. Ayooo semangat kothekan lesung menjadi inspirasi kita bersama dalam menjaga kesuburan tanah dan bertani dengan sungguh-sungguh, semoga pemerintah memahami keluh kesah kita sebagai petani dan kebijakannya berpihak pada petani,” kata Mahmudah penuh semangat.