BUNGAH | NUGres – Berbondong-bondong warga dari beragam usia mendatangi Makam Mbah Jarat Agung. Belum sampai di lokasi, mereka disambut dengan pasar malam kecil-kecilan. Bagi sebagian orang tua yang rencananya pergi ke makam bersama anaknya, terhenti sejenak untuk menuruti keinginan buah hatinya yang tertarik dengan.
Suasana jalan penghubung Desa Watuagung dengan desa maupun dusun lainnya memang kanan-kiri terlihat rumpun bambu. Lebih meriah dari hari sebelumnya. Demikian juga ratusan warga terlihat antusias mengikuti Ngaji Sejarah Mengare yang digelar oleh Pelestari Makam Mbah Jarat Agung bekerjasama dengan Pimpinan Ranting GP Ansor dan IPNU IPPNU Watuagung, Mengare Gresik, Kamis (15/6/2023) malam, berlangsung di komplek Makam Mbah Jarat Agung Watuagung Mengare Bungah Gresik.
Mewakili penyelenggara kegiatan, Pengurus Ranting Gerakan Pemuda Ansor Watuagung, Najihun Nizam mengungkapkan, kegiatan Ngaji Sejarah Mengare ini penting diselenggarakan untuk mendapatkan pengetahuan hingga dapat membangkitkan semangat serta rasa cinta sebagai warga Mengare.
“Di era yang semakin berkembang dengan pesatnya teknologi, tentu saja ikhtiar untuk menggali sejarah luhur di masa lalu harus disambut secara positif. Terlebih Ngaji Sejarah ini perlu dikenalkan bagi generasi muda di Mengare,” kata Gus Nizam.
Nizam juga menyampaikan bila kegiatan Ngaji Sejarah ini dalam rangka memeriahkan Haul Mbah Jarat Agung yang akan digelar acara puncak yakni Mengare Bersholawat Sabtu (17/6) dan Pengajian Akbar Ahad (18/6).
Sementara dalam kesempatan yang sama, mewakili para tamu sesama pelestari makam, Abdul Ghofar selaku Penggede Bedanten Bungah, Abdul Ghofar, memberikan sejumlah kiat kepada Pelestari Makam Mbah Jarat Agung dalam mengembangkan situs penting tersebut.
“Butuh upaya bersama dalam melesatarikan tradisi luhur yang ada di sebuah desa. Tradisi berziarah ke makam tokoh desa juga merupakan bentuk khidmat kita atas jasa-jasa yang sudah diberikan para pendahulu. Oleh karena itu Pemerintah bersama masyarakat perlu bekerja erat,” ungkapnya.
Memasuki acara Ngaji Sejarah Mengare, dua orang narasumber hadir menyajikan materi yakni: Penggiat Sejarah Gresik; Eko Jarwanto, dan Peneliti Manuskrip Kuno; Diaz Nawaksara. Keduanya silih berganti mewedar dan berbagi pengetahuan terkait Sejarah Mengare dengan moderator pemuda setempat, Abdul Rozaqi.
Eko Jarwanto dalam kesempatan itu menyampaikan, walau kini Mengare memiliki tiga desa yaitu Watuagung, Tajungwidoro dan Kramat, namun dalam aspek dan segi historisnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena kata dia, pada permulaannya ketiga desa tersebut berkembang dalam sebuah kebudayaan yang sama yaitu sebagai masyarakat kepulauan, Pulo Mengare.
“Jadi kalau kita lacak, Mengare ini tidak hanya setahun, puluhan tahun, bahkan ratusan tahun lalu Mengare sudah banyak disebut dalam beberapa catatan, melalui peta belanda dan juga disebut dalam beberapa Babad sejarah,” kata Eko Jarwanto.
Ia juga menengahkan sejak kapan keberadaan Pulau Mengare. Menurutnya, Mengare tercatat jelas dalam berbagai literatur sejarah. Salah satunya merujuk pada sebuah buku data sejarah karya Thomas Stamford Raffles berjudul The History of Java.
“Nah dibagian lampiran sejarah pulau jawa itu ada cronological table of event. Di buku itu Pulau Mengare disebut muncul atau terbentuk, atau ada kehidupan pada tahun 1164 saka. Karena tahun saka, jadi kita harus menghitungnya sendiri kalau ingin menemukan masehi. Maka Ketemunya tahun 1242 masehi. Jadi kalau kita hitung sampai sekarang dari tahun 2023 maka Pulau Mengare itu sudah muncul pada 781 tahun. Masih berupa sebuah pulau di tengah Selat Madura belum menyatu dengan Bungah,” jelasnya.
Tentu saja, kata Eko, Raffles seorang berkebangsaan Inggris menulis angka itu tidak serampangan. Melainkan disusun melalui beberapa metode ilmiah seperti manuskrip dan penuturan masyarakat waktu itu. dan melakukan penerjemahan manuskrip yang telah ditemukan.
Guru Sejarah SMA Assa’adah Bungah Gresik ini juga mengungkapkan dalam peta-peta abad 17 dan 18 Mengare disebut secara bervariasi. Ada yang secara jelas menyebut Mengare, ada juga Manari, Mangga, Mengarih, Mangarih. “Apapun sebutan itu, kata Mengare tidak mengalami perubahan, konstan sejak era Mataram hingga era para Wali,” ungkapnya.
Mengakhiri paparannya, Eko Jarwanto menegaskan bahwa Mengare telah memiliki seluruh potensi dan posisi strategis sejak dahulu kala. Hingga kini, beberapa kuliner Gresik diwarnai oleh produk Mengare seperti Bandeng Mengare, Bongko Mengare dan sebagainya. Ia berharap setelah mengetahui fakta sejarah yang ia sampaikan generasi muda di Mengare semakin percaya diri serta bangga menjadi warga Mengare Gresik.
Seputar Mitologi Mengare Hingga Visi Spiritual
Narasumber selanjutnya, Diaz Nawaksara. Ia mengawali ulasannya dengan mengamini apa yang disampaikan Sejarawan Eko Jarwanto. Gus Didin, demikian ia biasa disapa menambahkan bahwa arti Mengare menilik Tembung Jawa yaitu Ngare yang artinya Ngaso atau istirahat. Sedangkan imbuhan “Ma” ialah kata kerja, sehingga Mengare dalam anggitannya adalah tempat beristirahat.
Disamping itu, Gus Didin juga menjelaskan bahwa Ngaji Sejarah adalah Ngunduh Tuladha mencari teladan dari seorang pemimpin di masa lalu. Hal ini yang ia dengar secara langsung kala membersamai Ngaji Sejarah sejumlah desa yang menghadirkan Almaghfurlah KH Agus Sunyoto Penulis Buku Atlas Wali Songo sejak 2017 silam.
Gus Didin menyampaikan, biasanya bila ia melakukan penulusaran sejarah Desa juga bakal menanyakan apa Danyang Deso (Makhluk Ghaib) desa setempat.
“Ternyata di Mengare ini identik dengan Ular. Bahkan terdapat mitos Pangeran Solo dan seorang Ratu menjadi ular. Kalau di Ujungpangkah dan sekitarnya Kuda Sembrani. Bagi saya, mitos ini bisa menjadi langkah awal dalam melakukan penulusuran sebab ada logika-logika di dalam sebuh mitos,” jelasnya.
Termasuk dalam situs Makam Mbah Jarat Agung, beberapa visi spritual masyarakat telah menemui ular. Gus Didin menjelaskan ular dalam beberapa catatan yang pelajari merupakan seorang Pujangga. “Bisa saja mbah Jarat Agung ini dulunya adalah seorang Pujangga apakah di era Sunan Giri atau di era Mataram,” ungkap dia.
Lebih lanjut, Gus Didin mengamini bahwa Amangkurat II dalam Serat Babad Sindujoyo yang disampaikan Eko Jarwanto pernah berlabuh di Mengare.
“Diterangkan pula, Amangkurat II telah mengutus dua orang di pulau ini untuk menyambut pasukan yang berangkat dari Surabaya. Dua orang itu adalah Onggojoyo dan Onggokusumo,” lanjutnya.
Perihal dua orang ini yang menyambut kedatantan Amangkurat II ini, kata Gus Didin masih perlu ditelisik lebih jauh. Selain terus melestarika Mbah Jarat Agung, ia berharap setelah gelaran ngaji sejarah ini ada kajian-kajian sejarah Mengare dengan penelisikan lebih mendalam utamanya menemukan artefak-artefak bersejarah.
Diketahui, Pelestari Makam Mbah Jarat Agung bersama PR GP Ansor dan IPNU IPPNU Watuagung menggelar kegiatan ini dalam rangkaian Haul Mbah Jarat Agung yang merupakan salah satu sesepuh desa setempat. Kegiatan ini juga dihadiri tokoh Mengare baik dari Watuagung, Tajungwidoro dan Kramat. Lain itu pelestari makam juga hadir seperti Pelestari Makam Surowiti Panceng juga Makam Penggede Bedanten Bungah Gresik.