GRESIK | NUGres – Sebelas Pengurus Lembaga Badan Hukum (LBH) Gerakan Pemuda Ansor Gresik dikukuhkan di Gelora Joko Samudro (GJos), Ahad (28/5/2023). Kegiatan Pengukuhan ini berlangsung secara estafet usai 1000 Kader GP Ansor Gresik menggelar Apel Kader di halaman Stadion tersebut.
Sementara sebelum pengukuhan dilangsungkan, konsultasi hukum gratis diberikan oleh Tim Advokat LBH GP Ansor Gresik pada siang hingga sore hari, di area Festival Pasar Santri yang dihelat oleh GP Ansor Cabang Gresik.
Hadirnya LBH GP Ansor ini diharapkan mampu menjadi pelayanan bantuan hukum gratis kepada rakyat kecil. Apalagi, Gresik bakal memiliki dampak krusial jangka panjang baik secara ekonomi, lingkungan, yang tidak sedikit akan berkaitan dengan hukum.
Ketua PC GP Ansor Gresik, Abdul Rokhim mengungkapkan bahwa LBH GP Ansor ini akan memiliki peran strategis. Utamanya dalam membina masyarakat supaya melek hukum. Baik pidana maupun perdata.
“Ini bukan berarti kami berharap masyarakat terjerat hukum. Namun dampak koorporasi yang ada tidak bisa ditiadakan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua LBH PW Ansor Jatim Bakron Hadi berharap, LBH GP Ansor yang terdiri dari advokat yang berkompeten ini dapat memberikan bantuan hukum kepada siapa pun tanpa pandang bulu.
“Pesan saya adalah kredibilitas dan integritas, karena keduanya menjadi hal terdepan dalam menjalankan tugas dan fungsi. Semoga keberadaannya dapat memberikan manfaat kepada masyarakat,” harap Bakron.
Dinamika Forum Dialog Publik
Usai prosesi pengukuhan Lembaga Bantuan Hukum GP Ansor Gresik, kegiatan berlanjut dengan dialog dengan tema; Dampak Berdirinya JIIPE dan Freeport Indonesia Terhadap Penanggulangan Kemiskinan dan Lingkungan Hidup di Gresik.
Nampak hadir narasumber dalam dialog tersebut antara lain, Kepala Dinas Tenaga Kerja Gresik; Andhy Hendro Wijaya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Gresik; Sri Subaidah, Perwakilan Manajemen Freeport Indonesia, Nana Suharna, serta Anggota DPRD Gresik Komisi IV; Musa.
Pantauan NUGres di lokasi, dialog malam itu berlangsung sangat tajam dan kritis. Bahkan apa yang dikemukakan narasumber diwarnai dengan sanggahan dari peserta yang diketahui sejumlah perwakilan masyarakat wilayah industri di Manyar dan Lumpur.
Dari forum ini pula diketahui bila Freeport nantinya akan beroperasi selama 50 tahun di Kabupaten Gresik. Sedangkan masyarakat menengarai banyaknya tenaga kerja dari luar gresik yang bekerja diproyek tersebut.
Lebih lanjut tingginya kemiskinan di wilayah industri peserta meminta Pemerintah Kabupaten Gresik mempertegas regulasi yang berpihak, khususnyan problem ketenagakerjaan yang mempriotitaskan warga Gresik sendiri.
Penjelasan Manajemen Freeport Indonesia pada Dialog Publik
Menjawab beberapa pertanyaan, Pak Nana, demikian ia disapa moderator menjelaskan bahwa perlu dibedakan antara masa project dan masa operasional.
“Untuk saat ini tolong dibedakan antara masa project dan masa operasional. Masa operasional adalah dimana Freeport bertanggungjawab full terhadap pengelolaan smelter termasuk local hiring recruitment dan sebagainya. Sementara main-cont kami yang bertanggunjawab melakukan local-hiring, serta melakukan dan melaporkan semua ke Kadisnaker selaku pengawas,” jelasnya.
Menurutnya, saat ini progres pembangunan PT Freeport lebih dari 66 persen. Masa konstruksinya sudah berkurang, dan sekarang memasuki mechanical-electrical yang membutuhkan tenaga terampil sesuai Undang-Undang nomor 2 Tahun 2017, mewajibkan perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi itu mempekerjakan sertifikasi dan standar kompetensi.
Respon LBH GP Ansor Gresik
Sementara itu, Ketua LBH GP Ansor Gresik yang baru dikukuhkan, Al Ushudi menyatakan, dialog publik ini merupakan ihwal kekhidmatan LBH GP Ansor Gresik untuk mengurai dan memfasilitasi pendampingan terhadap potensi hukum dan terwujudunya kebijakan yang berkeadilan.
“Kami merasa perlu menggelar dialog seperti ini. Dinamika dan sanggahan-sanggahan dari peserta tadi seolah memang masih kurangnya forum dialog, tentu hal ini sangat rentan,” katanya.
Hudi juga mendapati fakta dari dialog yang cukup menghangat ini sekaligus menjadi acuan evaluasi terhadap timbulnya permasalahan yang akan terjadi.
“Tinggal bagaimana pemerintah daerah dan industri membuat komitmen atau melaksanakan perda mengenai tenaga kerja lokal dan menerbitkan Perbup untuk mengatur secara teknis pelaksanaanya,” tandasnya.